Author: Ummul Khairi
•Monday, March 29, 2010




Kalian pasti pernah bertemu dengan orang-orang yang memiliki keunikan tersendiri, bukan? Secara umum, unik itu dapat di artikan sebuah bagian, situasi atau sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang-orang kebanyakan.Dan, tentu saja, keunikan pada setiap orang berbeda dan perbedaan itu lah yang membuat setiap orang unik.Saya memiliki banyak teman.Diantara mereka, ada yang benar-benar unik.Artinya, beberapa orang tersebut benar-benar memiliki karakter atau ciri khas.Kalau saya mengingat mereka, rasa nya ingin tertawa geli tapi sekaligus membenarkan apa yang sering mereka pikirkan dan kerjakan.Mungkin, ini semua dampak dari kebiasaan kami sehari-hari bergelut dengan dunia yang identik dengan angka-angka, yaitu matematika.Setiap orang jika mendengar matematika pasti berpikir sebuah pelajaran hitung-hitungan dan penurunan rumus-rumus murni.Lebih konyol lagi ketika saya ditanyakan tepat nya pada fakultas apa kami ”merelakan” diri bergelut dengan angka-angka tersebut.”Fakultas MIPA” kataku suatu hari dan mereka langsung menambah cepat ”Oh..nanti jadi guru ya?”.Saya hanya senyum saja.Rasa nya ingin saya ungkap kan hidup yang singkat ini di bidang Science bukan dalam dunia pendidikan.Walau seperti itu, toh saya tetap dalam dunia pendidikan dan saya juga bisa menjadi guru tanpa harus menempuh pendidikan keguruan kan? Whatever, saya tidak akan membahas polemik fakultas yang saya dan kami pilih.Saya ingin membahas tentang angka itu sendiri dan, ok...lah akan saya kaitkan dengan kehidupan yang saya, kamu dan kalian jalani sekarang.


Saya ingin memperkenal kan sebuah nama tapi sebut saja dia Ayu.Ayu ingin konsentrasi di bidang matematika murni, yang artinya ia harus berhubungan dan mencintai mati-matian bidang yang benar-benar abstrak dari matematika.Diantaranya Teori Bilangan, Struktur Aljabar, Aljabar Linier Elementer, Teori Graph, dll.Semua Mata Kuliah tersebut ia serap habis-habisan dan memang terbukti ia paling jago di bidang tersebut.Namun, hingga saat ini yang saya bingungkan, dia tidak mengerti hal-hal di luar batas ”kepastian” atau konteks real.Dia menganggap ”sesuatu” pasti bersifat ”sesuatu” jika asal mula nya dari ”sesuatu” juga.Kalau dalam dunia matematika, disebut sifat tertutup yang artinya masih pada batas atau interval yang sama dalam ruang lingkup yang sama walau di operasikan dengan tambah, kurang, kali, dan bagi.


Realistis nya seperti ini, dalam kehidupan sehari-hari kita menjumpai banyak orang dalam hidup, pun dengan karakter masing-masing.Saya ingin bercerita sedikit.Waktu itu awal mula perkuliahan.Kami ingin bergegas masuk kelas, tapi kami masih menunggu di luar kelas karena pintu kelas terkunci.Beberapa orang sadar akan hal itu tapi kami diamkan, karena biasanya ada petugas ruang yang membukakan pintu.Setiba nya dosen di depan pintu kelas.Beliau sungguh kecewa akan sikap kami.Selang beberapa minggu, dosen tersebut mogok mengajar kami.Karena tak tahan dan gerah dengan sikap dosen tersebut.Akhir nya kami memutuskan membuat rapat tertutup yang membahas tentang permasalahan yang yang kami anggap kecil atau sepele tapi tidak di anggap sepele oleh dosen tersebut.


Saat itu kami sadar akan kesalahan kami, meyepelekan hal-hal kecil yang berujung fatal tapi tidak dengan Ayu.Ia beranggapan hal sekecil itu saja di permasalahkan."Harus nya masalah pribadi tidak di campur dengan urusan kuliahan.Ya, udah kita minta ganti dosen aja.Beres kan?" lanjut Ayu berapi-api.Ternyata pada hari yang sama di gelar rapat, kami baru tahu ternyata pada hari H kejadian, si dosen punya masalah keluarga.Salah satu keluarganya di rawat di rumah sakit karena mengidap penyakit yang tergolong parah.


Nah, pada saat itu kami tertawa sejadi-jadi nya.Mengapa tidak? bayangkan saja.Ayu menganggap hal tersebut cukup simpel untuk di pecahkan,se-simpel ia menghitung 3+3 sudah pasti jawabannya 6.Faktanya, 3+3 dalam kehidupan sehari-hari belum tentu jawabannya 6.Karena bisa jadi jawabannya 6, 6 1/2, 5/6 atau 0.006. 3+3 atau berapapun angka nya bila di operasikan dengan apapun dalam kehidupan belum tentu semudah membalikkan telapak tangan dalam perhitungan nya.Karena konsep dasar sebuah perjalanan hidup tidak ditentukan dari berapa banyak penambahan, pengurangan, perkalian juga pembagian.Konsep dasar nya terletak pada pemahaman tentang operasi atau perjalanan tersebut hingga kita bisa mengetahui hasil sama dengan(=) atau mendekati(~) keakuratan.


Jadi, sebenarnya kita yang hidup dengan angka atau angka yang hidup dengan kita? semua jawaban nya tergantung anda yang menilai.

This entry was posted on Monday, March 29, 2010 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 comments: