Author: Ummul Khairi
•Wednesday, October 27, 2010


Ahai..Entah angin apa, pencitraan daerah mana, integral lipat berapa, yang membuat senpaiku Nova Miladiyarti rela memberikan Friendly Blogger awardnya untuk saya. Saya sempat berkunjung ke blognya Riza dan kebetulan postingannya saat itu ia mendapat award dari Nandini. Kalau tidak salah, blognya Nandini lagi Anniversary yang keberapaan gitu. Saya pikir, dalam blogsphere ada juga ya yang seperti itu dan sah-sah saja. Toh, sekali setahun. Tapi, ternyata makna award bisa lebih luas. Award bisa berarti penghargaan telah menjadi saudara sedunia maya. Ah, saya senang menjadi blogger. Untuk Kak Nova, thank you banget ya. Memberi akan mendapat lebih, benar itu! Oh ya, saya bingung juga ini, award-awardan ria ini harus dilanjutkan ya? More...

Author: Ummul Khairi
•Sunday, October 24, 2010


Anonim! Menurut KBBI adalah: (Lat) tidak bertanda tangan; nama anonim, nama samaran; karangan anonim, karangan yang tidak dicantumkan nama pengarangnya; surat anonim, surat buta, surat kaleng. Jika saya disuruh meringkasnya dalam satu kata, maka anonim bernama privacy/keleluasaan pribadi. Saya melihat anonim, terkadang, bernama sebuah batasan yang tidak boleh dilanggar menurut formulasi-formulasi diri yang dibuat sedemikian rupa agar satu batang hidungpun tak boleh ketahuan. Atau, anonim dapat berupa pengaktualisasi diri dalam wujud maya agar pembaca hanya mengenal sosok abstrak melalui suguhan kata. Panjang sekali. Baiklah, cukup saya sebut privacy dan saya yakin ada banyak kepala yang mengiyakan.

Dulu, sempat ada yang tidak setuju dengan being anonim pada status FB saya beberapa bulan silam. Sebagian ada yang rela mengeluarkan pulsa hanya sekedar sms menanyakan kebenaran tersebut. Sebenarnya kebenaran menjaga privacy dengan menjadi seorang anonim tidaklah mutlak. Banyak cara untuk mengubah ke-anoniman seseorang. Saya sendiri, jika ingin anonim di blog, akan saya ringkas perkata seabstrak mungkin karena menyadari apa yang saya tulis menjadi perhatian semua orang termasuk seseorang yang saya tulis dalam kalimat perkalimat tersebut. Saya rasa, terkadang tiap orang butuh menjadi anonim.Butuh untuk tidak berspekulasi dengan keadaan yang menjadi-jadi. Butuh sebuah muara yang luas. Siapapun bisa menerka sedalam apa airnya namun tak mengetahui kemana riaknya.


Ah, saya ingin sedikit berkisah padamu, kawan. Terkadang saya menjadi anonim untuk semua orang dan terkadang untuk seorang saja. Percayakah kau kawan, bahwa diluar sana ada banyak orang yang mengagumimu lewat mana saja hingga bahkan melihat sandalnya saja ia seperti tak lagi berada di dunia. Percayalah! Jika kau masih tak percaya, saya akan memposisikannya pada diri saya sendiri. Saya sudah lama mengagumi tulisan seseorang tapi tak pernah tau siapa penulisnya. Awalnya, saya tidak peduli siapa dirinya, namun kelamaan menurut pengamatan saya, dia adalah orang yang begitu dekat dengan saya. Setidaknya dia berada di lingkungan keseharian. Selang waktu berjalan, rasa penasaran itu tak memudar. Hingga suatu hari, seorang teman berujar dan membujuk saya agar berhenti mencari tau siapa dirinya. Jangankan disuruh hitung banyaknya bintang dilangit, garam dilautan pun saya sambangi demi meretas rasa penasaran.*halah!

Saya semakin tertantang, kawan! Beberapa teman yang memiliki alibi,saya datangi TKPnya.*bah!
Setelah bincang santai singkat dengan mengorek sedikit fakta tentang siapa dirinya dan....catch! I know who really siapa dirinya.*banzaiii
Setelahnya? Saya merenung sendiri. Sungguh. Saya pikir jika dia ingin open tentang siapa dirinya, maka hal itu sudah pasti ia lakukan dari dulu, awal sekali ketika ia muncul. Tapi kenapa pula ia harus mengaburkan jejaknya? Must be have some reason! Saya coba mereka ulang beberapa pembicaraan singkat dengan beberapa alibi. Mereka tau siapa dirinya tapi turut serta meng-anonim-kannya. Mereka hanya ingin menjaga tiap privacy yang ia coba bangun dari awal. Mungkin saja, ia menulis hanya sebagai katarsis. Ia tak ingin ada seorangpun mengenal siapa dirinya. Ia menulis dengan apa yang ia jalani, sederhana, tanpa kerumitan dan padat. Dan, benar saja. Saya, mengenal siapa dirinya hampir 3 tahun silam. Setelahnya apa? Saya tetap menjadi orang normal ketika berbicara dengannya. Cara saya tidak mengganggu privacynya adalah menyimpan fakta dan tidak mengumbar who really siapa dirinya. Dan, hingga saat ini saya masih mengagumi tulisannya yang sederhana. Karena dari awal memang begitu.

Saya juga berpikir, anonimnya seseorang tergantung niat masing-masing. Semisal blog. Dalam blogpun, ada hal-hal yang dianggap terlalu privacy untuk ditulis. Cinta mungkin. Jika pun ingin menulisnya, rangkaian anonim kata bisa mewakili perasaan tersebut. Itu sebuah tulisan, nah kalau keseharian bagaimana? Mudah saja. Terkadang, kita butuh waktu sendiri bukan? Saya rasa sesuai jika mewakilkannya dengan istilah "anonim".
More...

Author: Ummul Khairi
•Sunday, October 17, 2010


September hingga Oktober merupakan bulan-bulan tersibuk versi mahasiswa semester 7. Ditambah dengan kegiatan diluar porsi akademik cukup menyita perhatian. Saya dan teman-teman disibukkan dengan berbagai kegiatan Himpunan, mulai dari seminar motivasi, kedatangan native asing dan saya pribadi sangat memfokuskan diri pada club english yang saya ketuai. Memasuki awal Oktober, beberapa kali telpon selular saya berdering hanya untuk memastikan keluangan waktu membantu expo pendidikan terbesar di Aceh, Taiwan Higher Education Expo.

Bila dirunut pengalaman kebelakang, hadir dan ikut membantu pada acara internasional membutuhkan effort yang tinggi sesuai dengan label internasionalnya. Taiwan Higher Education merupakan pengalaman saya ke-tiga ikut berpartisipasi dalam acara bertaraf internasional setelah ICMSA (International Conference Mathematics, Statistics,and Applications) dan ICONES (International Conference on Natural and Environmental Science). Ada banyak sekali pengalaman ketika ikut dan berkecimpung langsung dalam acara internasioanal. Kita bisa bertemu dengan beragam orang di seluruh dunia, bisa mengetahui karakter serta budaya mereka, bahkan bisa saja mendapatkan relasi dari acara tersebut. Semuanya terasa menyenangkan.

Sembilan Oktober lalu, hasil kerjasama Universitas Syiah Kuala, Komisi Beasiswa Aceh, Pemda Aceh dan beberapa lembaga tinggi pendidikan Taiwan menghimpun sebuah acara dan mengkompilasikan dalam sebuah expo pendidikan bertaraf Internasioanal. Dihadiri oleh pejabat penting pendidikan Taiwan dan lebih dari 30 universitas ternama ikut membanjiri stand-stand yang telah didekorasi indah berskat satu sama lain.Walau embel di belakang acaranya sebuah expo, namun acara ini juga menyuguhkan seminar yang terbuka bagi siapa saja. Free. Dalam tiap stand juga terdapat banyak sekali informasi tentang universitas masing-masing, juga penawaran beasiswa dari universitas-universitas di Taiwan maupun beasiswa dari pemerintahannya. Acara yang dibuka oleh Rektor Unsyiah, Prof.Darni Daud dan Bapak Husni Bahri Top, berlokasi di pusat akademik Unsyiah, AAC Dayan Dawood. Tak tanggung-tanggung, siapapun bisa bertandang dari pagi hingga sore hari. Walau durasi acara hanya sehari saja, namun masyarakat Aceh terlihat sangat antusias. Hal ini dibuktikan dari jumlah masyarakat yang terus meningkat hingga menjelang penutupan expo.

Mereka juga sangat bersemangat membawa pulang souvenir dari masing-masing stand. Saya sempat memergoki remaja tanggung berpakaian SMA tentang semangatnya, "Dapat pulpen, Kak!", katanya sembari memperlihatkan souvenir dari Chinese Culture University yang berlokasi tepat didepan Chiao Tung University.Saya rasa tiap stand sudah lebih dulu menerka yang membuat pengunjung tertarik bertandang ke standnya dengan membawa sebanyak mungkin souvenir.Sebuah teknik marketing yang sangat baik, bukan?


National Chiao Tung University
Sebagai orang awam, saya hanya mengenal Taiwan sebatas E-mate, National Tsing Hua University dan beberapa alumni Taiwan yang juga senior saya di kampus. Tiap tahun, kami kedatangan mahasiswa dari Universitas Tsing Hua. Mereka mengajak kami ikut menyukseskan acara mereka yang diberi nama E-mate-sebuah lembaga independen hasil kerjasama dengan Bamboo Community yang bergerak di bidang Voluteerism. Tahun lalu saya juga ikut berpartisipasi menyukseskan acara tersebut. Kami mengajarkan penggunaan sistem operasi berbasis open source kepada siswa-siswi SMA dan guru, di Banda Aceh dan Takengon.

Ketika saya ditugaskan membantu stand National Chiao Tung University, saya merasa harus mencari referensi lebih banyak tentang universitas tersebut. Pada hari-H expo, saya berkenalan dengan Janet, seorang yang bekerja pada divisi International Admissions Office of International Affairs. Ia ramah dan mudah akrab. Saya banyak dibekali informasi tentang Chiao Tung University yang ternyata berdampingan dengan Tsing Hua University di Hsincu, Taipei. Chiao Tung termasuk kedalam top 4 Universitas terbaik di Taiwan. Jika saya boleh mengatakan, Chiao Tung layaknya ITB-nya Indonesia. Dan benar saja, Universitas ini lebih expert di bidang Science dan Teknologi.

Saya rasa tak berlebihan jika dikatakan Taiwan's Top Research University. Beberapa program yang ditawarkan seperti, Electrical and Computer Engineering, Computer Science, Engineering, Science, Biological Science and Technology, Photonics, Management, Humanities and Social Science dan Hakka Studies. Bila dirunut ranking, Chiao Tung masuk kedalam 45th in Engineering and 38th in Computer Science by Shianghai Jiotong University's Academic Ranking of World Universities, 20th in Computer Science by ESI for publications dan 7 depts/institutes accredited by institute of Engineering Education Taiwan (IEET). Seperti layaknya program magister, nilai TOEFL requirement 500 dan IPK 3.0 dengan skala 4. Beasiswa terdiri dari universitas dan beasiswa dari pemerintahan Taiwan. Saya terperangah ketika Janet mengatakan bahwa developer serta founder ACER dan ASUS adalah alumni dari Chiao Tung University. Tiap tahun pengembang dan penemu piranti lunak ini memberikan beasiswa khusus bagi mahasiswa yang berprestasi. Janet juga menjelaskan living cost semasa di Taiwan. Tepatnya di Taipei. Memang agak sedikit mahal karena Taipei merupakan pusat kota. Semuanya dapat dilihat di website resmi Chiao Tung University.

Banyak hal yang Janet kemukakan dan hal ini membuka network baru untuk saya. Hingga saat ini saya masih berkomunikasi dengannya dan semoga suatu saat saya bisa bertandang ke Chiao Tung, melajutkan studi.


English

Saya tidak akan pernah bisa ikut berpartisipasi dalam acara internasional jika saya tidak mampu berkomunikasi dalam Bahasa Inggris. Inti keseluruhan acara adalah bagaimana kita menyampaikan informasi umum dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Saya pribadi sangat senang ketika diajak berpartisipasi dalam sebuah acara karena soft skill yang dimiliki. Jika kita mampu berkomunikasi dalam Bahasa Inggris, tak hanya pengunjung yang mendapatkan suguhan informasi tapi kita juga larut dalam pertemanan dan network yang luas. Batasan kepala yang dulunya hanya mengenal teman-teman satu domestik kini bertambah dengan teman-teman dari negara lain yang secara bahasa, budaya, dan pemikiran juga beda.

Dalam acara apapun yang bertaraf internasional, Bahasa Inggris mutlak diperlukan. Dan, saya yakin ada banyak mahasiswa yang pintar dalam bahasa inggris namun kurangnya keberanian dan kesempatan untuk berkontribusi, mereka berada dibalik layar. Sederhananya, bahasa adalah sebuah tool untuk berkomunikasi. Jika si pembicara dan pendengar sama-sama mengerti, maka akan terjadi kesinergian atau tau-sama-tau, ngerti-sama-ngerti. Nah, mulai dari sekarang, mulai dari hal yang kecil dan mulai saat ini, mari budayakan bekomunikasi Bahasa Inggris, anywhere, anytime.


nb: PR dari pejabat tinggi KBA(Komisi Beasiswa Aceh)
More...

Author: Ummul Khairi
•Saturday, October 16, 2010

Ketika membaca sebuah note fb milik seorang teman tentang kematian, dia berkata bahwa kematian adalah hal yang paling indah. Tak berlebihan jika ingin disebut sebuah kebahagaian. Aneh. Tapi kemarin ada nuansa yang berbeda hingga saya setuju dengan statementnya. Pukul 13.30 waktu Banda Aceh kemarin, nenek (dari mama) pergi menghadap Rabb. Waktu itu saya masih di kampus, mengerjakan beberapa agenda yang tertunda. Mama menghubungi saya agar segera pulang. Saat itu saya sudah curiga bahwa terjadi sesuatu, dan benar saja, nenek sudah tak bernapas lagi. Sudah lama nenek sakit dan sakitnya tak bisa ditakar dan dinamai karena segala komplikasi bersarang ditubuh ringkihnya. Sudah hampir setahun lalu nenek sakit-sakitan dan sempat dibawa ke Penang juga, tapi mungkin karena usia pula yang menentukan seseorang bisa diklaim sehat atau tidak. Usia nenek 83 tahun. Sudah sangat tua bila dikatakan kuat.

Bila dibandingkan dengan nenek (dari ayah), saya lebih dekat dengan nenek (dari mama). Dari kecil, saya sudah tinggal dirumah nenek. Baru usia sekitar 10 atau 11 tahun saya tinggal dirumah bersama orang tua. Nenek tipikal orang yang cenderung diam tapi jika ia murka ia tak segan berkicau cukup panjang. Masakannya enak dan say suka. Sepeninggal kakek, rumah nenek dihancurkan karena tipe rumah tempo dulu yang mengundang rayap, pun kekokohannya tak menjadi jaminan keselamatan nenek untuk tinggal sendiri. Akhirnya nenek tinggal berpindah-pindah. Kadang Seminggu dirumah saya, seminggu kedepan dirumah anak-anaknya yang lain. Kawasan rumah kami tergolong cukup mudah jika dilalaui dari jarak dekat. Satu kawasan yang menghimpun seluruh keluarga besar saya berada dalam sebuah komplek khusus, gang rahmat.

Jika saya butuh bantuan atau sekedar minta lauk siang, kadang saya kerumah saudara sepupu. Kami dekat jarak dan hubungan kekeluargaan. Bermula dari penghancuran rumahnyalah nenek sering melamun dan masih menganggap bahwa rumahnya masih ada. Padahal rumah itu tinggal puing dan menyisakan sepetak tanah kosong yang cukup luas dan kerap dijadikan arena bermain anak-anak sepulang sekolah karena saking luasnya. Nenek mulai sakit dan tiap sakitnya selalu berubah-ubah tak menentu. Pada awalnya sakitnya tak parah. Hanya Sakit tipe orang yang sudah tua. Keadaan yang lemah, sukar makan, hingga ia sakit peradangan usus yang menyebabkan kondisinya bertambah lemah. Namun saat itu ia masih bisa bercanda dan tertawa. Seiiring berjalan waktu, kondisinya makin memprihatinkan.

Ia lebih banyak meracau sesuatu yang tak jelas. Ia masih membicarakan rumahnya. Ia juga sering menyebut-nyebut anak keduanya yang telah lebih dulu meninggalkannya. Ia juga membicarakan kakek. Jika ia tidur dirumahku, maka bisa dipastikan nenek tidur bersamaku. Waktu tengah malam ia kembali mengigau.Igauannya sungguh menyayat hati dan terkadang ia menangis. Selebihnya ia tidur sepanjang hari. Karena pada pagi harinya rumahku kosong, kami sangat takut nenek sendiri dirumah. Kami menitipkan nenek dirumah saudaraku yang lain.Nenek harus selalu dijaga karena terkadang ia dan khayalannya tak mampu membuat ia bertahan dari satu rumah. Pernah suatu tengah malam, nenek keluar rumah dan ia berjalan disepanjang jalanan. Baru menjelang subuh nenek ditemukan. Pernah pula kami pikir nenek keluar rumah dan kami mencarinya di seluruh komplek perumahan tapi nihil. Baru beberapa jam kemudian kami menemukan nenek didalam lemari pakaian dan lemari es disamping lemari pakaiannya sudah jatuh.

Entah apa yang ia lakukan dan kekuatan dari mana ia bisa menjatuhkan lemari es. Kami tak habis pikir. Hidupnya terus berlanjut dengan khayalan-khayalan yang ia buat sendiri. Kami pernah melihat ia seolah-olah berbicara pada seseorang tapi ketika pintu kamar dibuka tak ada seorangpun didalam kamar.Waktu melewati menit hingga menjelang setahun ia kembali dirawat cukup intensif dirumah keluarga besarku yang lain. Kali ini ia terbaring tak berdaya. Tulang Kakinya patah dan kepalanya mengalami geger otak karena terjatuh dari tempat tidur. Ia tak bisa berjalan lagi. Hidupnya hanya di tempat tidur. Ia hanya bisa makan, minum, tidur dan begitu seterusnya.Ia juga sudah mulai tak bisa berbicara dengan jelas. Kami sangat kesulitan mengartikan tiap gerakan bibirnya. Kondisi kesehatan nenek turun drastis dan ia segera dlarikan kerumah sakit. Dan, Rabb telah menitahkan izrail untuk mengambil kembali ruh yang Ia titipkan ke tubuh nenek.Nenek kembali padaNya sehabis shalat Jumat 15 oktober pukul 13.30 di rumah sakit Harapan Bunda, Banda Aceh.

Saat itu saya lihat kondisi nenek jauh lebih baik dari semasa ia hidup sakit-sakitan dulu.Wajahnya putih bercahaya dan ia lebih tinggi beberapa centi.Saya ikut memberi hak pada nenek, memandikan, mengafankan, menyalatkan dan menguburkan. Ini yang kedua kali saya lakukan dalam hidup. saya sengaja melakukan ini agar saya tau bagaimana ketika dipanggil Tuhan.Dan pada masanya saya pasti akan seperti itu. Saya menyadari satu hal, kebahagiaan itu bukan kita menajadi manusia jika dikelilingi oleh keluarga, bukan pada harta benda tapi orientasi kebahagiaan tertinggi itu hanya ketika kita bertemu Rabb. Bertemu pencipta. Dan rasa sakit yang dulu di dunia akan pupus bersama kebahagiaan ketika melihat wajahNya.Dan, rencana yang paling baik itu telah tertulis di Lauh Mahfuz. Kepergian nenek telah diatur Rabb menjelang seminggu keberangkatan orang tuaku ke tanah suci.Aku bahkan tak dapat membayangkan jika Rabb mengambilnya setelah orang tuaku berangkat.Pasti mama akan sangat sedih karena ia tak bisa mengecup kening nenek untuk terakhir kali, dan lihat sendiri, betapa Rabb Maha Pemurah.Di sela-sela semua miniatur hidup dalam keluarga besarku, aku juga memiliki beban di kepala yang berton-ton beratnya.

Kepala yang membenamkan seluruh perhatianku pada banyak hal.Kepala yang mengendapkan segalanya dan minta ingin dikeluarkan dengan segera. Kepala yang berisi dunia, dunia dan dunia. Aku coba perlahan mengeluarkan isinya satu persatu. Tapi, kemarin saya digerakkan hati dan kepala ini agar menyerahkan segala urusan dunia pada Tuhan karena Ia tau jalan terbaik mesti kita mengaggap paling buruk. Tuhan Maha Adil dan Tuhan akan memberi hadiah pada saat yang paling tepat dalam hidup.
More...

Author: Ummul Khairi
•Friday, October 01, 2010


Suatu senja. Sore hari. Suatu tempat yang pernah kumaknai palsu, dengan penuh rahasia dan semena-mena membuat aku ingin sejauh mungkin dari kota ini. Tapi nyatanya, tak pernah ada yang bisa mengkalkulasikan waktu dan rima hidup. Setidaknya saat itu, kota ini mampu kunamai sebuah kebahagiaan. Jangan kata aku mendamba kebahagiaan melalui tawa lepas, beragam intan pualam, dan semua yang orang lain rasa tapi aku tak rasa. Jangan paksa untuk cinta jika tak cinta. Dan, hal sederhana, akan jelma bahagia jika aku bisa jujur dengan rasa.


Jingga, berpendar-pendar. Dan, elang melayang angkasa. Tempat yang tinggi, agar orang diatas bisa melihat kebawah, orang dibawah bisa merasakan dunia atas. Tak kurasakan lagi gemericik air dibawah karna aku berada di tempat paling tinggi di kotaku. Tau kah kau? Aku terbang. Merasakan sepoi angin menelusuk menembus pori-poriku. Walau tak ada rambat ilalang, tak mengapa, karena rasa telah mampu kunamai bahagia.

Kawan, sederhana bukan? Bahagia tak berteman dengan keangkuhan, tak pula karib dengan kebohongan. Kau melempar cakram, kau berteriak, kau berada di keramaian, kau sendiri, kau menangis, kau mencinta, kau beda dan kau bahagia dengan semua itu, sudah, cukup kau saja.Kau tak kalah dengan dunia menjemukan. Apa yang terlintas sesaat dan melihat seperti tak akan menemukan detik-detik itu lagi, itu bahagia. Sunyi meresapi, merenggang kelelahan, cinta, menggenggam kebanggaan, itu juga bahagia. Orang melihatmu bahagia maka kau bahagia, sudah, cukup itu saja. Sederhana bukan?

Namun kawan, bahagia kusebut dengan, terbang. Tak akan kusudahi rasa cinta ku yang besar pada kesederhanaan makna itu.
More...