Author: Ummul Khairi
•Tuesday, December 14, 2010

Jika sistem di dunia ini juga mengenal SKS alis Sistem Kebut Semalam, itulah yang saya lakukan saat ini. Bulan desember juga bulan final untuk mahasiswa menjelang semester akhir seperti saya. Seluruh kegiatan bernama wasting time harus sudah masuk kantong untuk sementara waktu. Kecuali satu kegiatan yang tidak pernah padam walau himpit menyerta, berjalan sendirian sambil hunting buku di sore hari. Meski waktu dan gerimis awal desember masih membelenggu jiwa untuk sekedar berjalan, tapi sunset pada persimpangan jembatan lamnyong masih menyisakan semangat walau hanya sekedar berdiri dan melumat suasananya dalam-dalam.

Tapi sekian waktu yang sengaja dilewati untuk sendiri, tetap saja malam pemenangnya. Saat semua kepala menyandar indah pada dimensi rupa-rupa, saya tetap setia pada kata saja. Gigitan dingin yang kerap menusuk serasa bisa diabai beberapa waktu kedepan. Memang Tuhan telah mencipta pada apa yang dianggapNya cukup bagi seseorang. Dan, semua yang melewati malam, cukup bagi saya.Then, here i am!

Beberapa waktu lalu, merupakan titik ledak dalam hal menyanggupi sebuah permintaan. Maka, saya biarkan seluruh organ tetap fokus pada apa yang saya anggap layak untuk ditepati. Sebuah janji! Terhitung 3 untuk saat ini. Seorang teman meminta untuk mentraslate beberapa slide English tentang TrueCript. Saya menyanggupi karena merasa bisa tanpa memperhatikan ketersediaan waktu dan urusan lain yang harus ditangani. Ia juga memberikan tenggat waktu. Lagi, saya menyanggupi. Pada waktu yang telah ditentukan, satu slide pun belum saya terjemahkan karena alasan kondisi kesehatan saya dan adik yang nyaris di rawat inap kerena DBD. Untuk masalah keluarga, saya tak punya toleransi lebih. Buat saya, urusan keluarga lebih penting dari pada dunia yang saya geluti sekarang, termasuk urusan janji!


Baiknya ia memaklumi kondisi tersebut. Pada saat yang berbeda, saya dan dia membuat kesepakatan untuk belajar online via YM tepat pukul 9 malam. Saya kembali menyanggupi. Tapi pada akhirnya, lebih 30 menit saya in line. Alasan saya masih hampir sama. Keluarga! Ya, family terdekat menghembuskan napas terakhir tepat pada hari saya janjian. Mungkin ia dongkol dengan sikap saya tapi ia berusaha menutupi. Dan, benar saja. Setelah saya merutuk diri atas kelalaian menepati janji, ia pun mengaku.

Pada saat yang sama saya juga merasa bersalah. Mengapa sebuah alasan keterbatasan dijadikan pembelaan. Padahal jika dirunut kebelakang, harusnya saya bisa belajar menghargai waktu dan tiap urusan. Setiap orang pasti punya keluarga atau urusan yang secepatnya harus ditangani dalam tenggat waktu yang disepakati. Tapi, sekecil apapun sebuah urusan dengan orang lain tetap harus dihargai kan ya. Jika menjadikan alasan sebagai sebuah pembelaan, bisa saja pada waktu yang lain, alasan pula yang menjadikan seseorang menyepelekan hal-hal yang seharusnya bisa selesai hari itu juga. Semua resiko harus ditanggung masing-masing selama disepakati bersama. Jika hal sekecil ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin besok terulang kembali. Kebaikan bukan hanya dinilai dari apa yang ia berikan, bukan? Tapi juga menghargai ekspektasinya dan effortnya juga.

Well, after that, saya kena kultum! Saat ini, masih ada 1 PR darinya. Itu salah satu upaya untuk memperbaiki kembali seluruh keadaan. Walau tak terganti secara sempurna, minimal kepercayaan itu harus dikembalikan dengan segera. Sebenarnya malam ini saya adendakan membaca beberapa bacaan yang tertunda. Tapi mungkin dikesampingkan dulu. Ya, biarlah. Minimal, saya menghargainya melalui effort yang saya keluarkan.

This entry was posted on Tuesday, December 14, 2010 and is filed under , , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

2 comments:

On December 20, 2010 at 11:35 AM , Anonymous said...

kalau sudah berurusan dengan orang lain, kadang urusan pribadi harus banyak dikorbankan ayi.. hehehe...

melalaikan janji entah apapun alasannya kadang suka merusak kepercayaan... kadang kita perlu menimbang kapasitas kita jika diberi suatu peluang... (berkaca pada diri sendiri).. tapi kalo masalah kematian dll, kayaknya di luar kendali diri kita, ga bisa dikalkulasikan..

 
On December 20, 2010 at 11:13 PM , Ummul Khairi said...

Iya bener banget, Mba Rifka. Makanya saya bela-belain untuk memperbaiki keadaan dengan mengembalikan kepercayaan. Waktu itu memang murni kesalahan saya. Harusnya saya bisa melayat sebelum janji karena masih ada jeda antara keduanya tapi dasar saya aja yang suka wasting time, akhirnya gini deh,hehe..

Ah, saya kangen komennya Mba Rifka :) *ditimpuk sendal!