Author: Ummul Khairi
•Wednesday, February 16, 2011



What a blassed balancing all of Allah's created! Saya belajar untuk lebih menghargai apa yang selalu dilihat dengan mata, telinga dan merasakan dengan hati. Seperti alam yang tercipta di Tangan Al-Khaliq. Perfect absolutely! Sewaktu sekolah menengah atas dulu, dan memang dari 4 tahun lalu hingga hari ini, saya tidak merasa salah memilih untuk mencintai Ilmu Science. Bagi beberapa personal, mungkin ilmu ini terlalu abstrak untuk di ekstraksi lebih dalam, namun bagi saya alam itu sesuatu yang hidup dan saya hidup di dalam muaranya. Hingga kini, saya kembali memilih science untuk mendapat sari pati hidup. It seems too simple for saying nature as a part of the simpleness of life. But, yes, it is. Ok, let’s thinking a bit deeper.

Semenjak belajar di bangku perkuliahan hingga sekarang, science lebih spesifik pada beberapa hal, seperti salah satunya matematika. Math? is it related on counting numbers? Hm, kebanyakan orang berpikir seperti itu. Sebenarnya tidak selamanya. Bahkan hingga saat ini saya hanya belajar menganalisa suatu "masalah" dan membuat sebuah range dalam interval tertentu yang dapat diinputkan dalam batasan tertentu. Input tersebut harus berlaku umum dan kecacatan sebuah "masalah" harus seminim mungkin agar tidak terjadi penolakan/ error yang berlebihan. Bagaimana jika terjadi error yang berlebihan? Maka range dalam sebuah interval tersebut bisa rusak dan mengganggu sistem yang lainnya. Sama halnya seperti benda-benda langit (bintang) yang memiliki orbitnya sendiri, jika salah satu bintang keluar dari garis orbit atau menubruk bintang yang lain maka akan merusak seluruh tatanan sistem tata surya.

Kalau berbicara masalah keseimbangan alam, maka tidak ada satupun yang timpang di dunia ini. Semua hal terjadi karena sebab-akibat. Tidak ada suatu yang kebetulan. Dan, semuanya memiliki proses timbal balik. Percaya tidak, bahwa sebenarnya alam memiliki denyut dari dunia. Ia mengerti dan merasakan segala bentuk pertanyaan-jawaban manusia. Apapun itu. Tentang keinginan, luapan emosi, marah, tangis, haru, bahagia dan segalanya tentang suara hati. Semua suara hati makhluk yang bernyawa selalu direspon alam sesuai dengan apa yang telah dikerjakan manusia itu sendiri. Ada sebab, maka ada akibat. Coba deh baca buku The Secret. Tapi saya lebih merekomendasikan buku Quantum Ikhlas-nya Erbe Sentanu. Dan, kelanjutan bukunya, Law of Attraction juga Zona Ikhlas dengan penulis yang sama. Di buku tersebut banyak sekali dijelaskan tentang konsep alam secara science dan islam.

Saya masih punya satu buku yang sangat bagus karangan Dr.Masaru Emoto. Siapa lagi kalau bukan si penulis The True Power of Water. Secara garis besar di dalam buku tersebut menjelaskan tentang air, kenapa air dan bagaimana air merespon tiap kata, tindakan bahkan suara. Semuanya saling terhubung dengan bagian tubuh manusia yang setidaknya terdapat 75-80% air di dalamnya. Air bersifat netral dan mampu merespon apapun. Namun bagian menarik bagi saya, salah satu pengantar di buku tersebut adalah kata-kata bijak Aa’ Gym. Ia mengatakan, ”Kita adalah air, karena itu kita juga bisa merespon perilaku yang diberikan kepada kita. Air-air di dunia ini yang menurun kualitasnya juga karena akibat perilaku manusia yang melampaui batas. Bahkan menurut Dr. Masaru Emoto dalam bukunya yang lain The Secret Life of Water, bencana tsunami di Aceh bisa jadi karena akumulasi ketegangan dan ketakutan akibat perang RI-GAM sehingga air benar-benar membaca kecemasan seluruh masyarakat Aceh. Wallahualam bisshawab”.

Saya percaya, air dan alam menyatu untuk membentuk sebuah keseimbangan dan keseimbangan disini dari pergolakan kecemasan seluruh rakyat Aceh yang berlangsung selama bertahun-tahun akibat konflik (sebab) dan alam merespon seluruh kecemasan serta emosi tersebut (akibat). Mungkin di pasaran kawan juga menemukan buku yang mengejawantah seluruh hasil penelitian Emoto. Buku itu berjudul The Untrue Power of Water. Saya belum punya buku ini, jadi saya tidak bisa mengemukakan apapun. Setahu saya buku ini membantah kebenaran yang diungkap Emoto. Penulis mengungkapkan bahwa Emoto tidak mengambil seluruh sampel air untuk diteliti, sehingga membuat ketimpangan dari segi keakuratan data. Entahlah. Tapi bagi saya yang memiliki keyakinan akan islam, saya melihat air sangat dihargai islam sebagai media untuk mensucikan sesuatu. Coba lihat, kenapa di dalam buku fiqih pada awal mula dibahas tentang Thaharah (bersuci), kenapa sebelum shalat harus berwudhu dengan air, atau kenapa media ruqyah ala Rasul selalu menggunakan air dan bahkan dunia ini tercipta salah satunya karena Allah memberi air untuk segala yang hidup. Ayo, coba buka Firman Allah di Surat Al-Anbiya:30.

Sama halnya ketika kita memberi, pasti kita akan menerima atau mendapatkan sesuai yang diberikan. Jadi ketika bersadaqah, sungguh tidak akan membuat pemberian berkurang, bahkan malah bertambah. Berusaha untuk mendapatkan yang terbaik, pastilah harus memberi dan mengasupi yang terbaik dulu. Eh, saya pernah berpikir seperti ini, bisa saja jumlah orang-orang mulia sama dengan jumlah dengan orang-orang yang belum mulia. Jadi masing-masing kebagian satu orang untuk mengajak orang-orang untuk lebih hidup mulia. Atau, sebenarnya potensi seseorang sebenarnya sama dengan orang lain. Misal, saya bisa Bahasa Inggris dan Matematika tapi belum mampu memainkan alat musik dan terkadang masih egois. Teman saya jago Filsafat, welcome terhadap semua orang dan pintar dalam orasi. Jadi jika dihitung-hitung, saya, teman saya dan seluruh potensi semua orang di dunia ini sama alias seimbang. Setiap orang masing-maing mendapatkan 100% potensi diri. Jumlah bayi-bayi yang lahir didunia sama dengan jumlah kematian itu sendiri. Kalau dulu Jepang menjajah Indonesia, nah sekarang sudah berdamai bahkan membuat banyak kesepakatan MoU negara. Seseorang mencintai seseorang akan mendapatkan balik kasih sayang, baik dari seseorang yang diharapkan atau dari orang-orang di sekitarnya.

Dan, masih banyak sekali keseimbangan-keseimbangan alam yang lain. Muslim dan muslimat menyebutnya sunatullah. Tapi, apakah semuanya se-seimbang yang dibayangkan? Jawabannya adalah YA. Terkadang kita tidak pernah menyadari sesuatu yang dilakukan akan balik seperti yang telah diberikan. Atau, terkadang apa yang kita lakukan tidak selamanya mendapatkan seperti harapan pada waktu dan tempat yang sama. Kadang kita harus mencari bahkan bersabar. Saya yakin akan janji Allah yang tidak akan pernah melesat. Semua kadar yang diberikanNya adalah sesuatu yang terbaik sesuai kecakapan manusia itu sendiri. Kawan, yakinlah untuk selalu berbuat yang terbaik untuk hidup, maka hidup juga akan memberikan yang terbaik walau kelihatannya pahit. Dan, hadiah dariNya pasti lebih indah dari yang pernah kita bayangkan.


Nb: Laptop saya tengah berulah. Beberapa aplikasi sudah berjalan sangat lambat bahkan untuk mengaktifkan modem sekalipun. Agaknya saya harus menambah asupan RAM. Mungkin ini sebab-akibat yang harus saya terima dulu, karena terlalu mem-force-kan si kotak persegi lipat terlalu lama dalam kapasitas yang cukup besar. Mungkin juga ini yang harus saya terima sebab kelalaian terus berlama-lama di depan laptop yang mengakibatkan kurangnya saya mengasah kemampuan untuk melihat lebih banyak rumus-rumus dalam buku catatan dan mau tak mau harus menabung untuk membeli RAM baru. Dan, mengapa pantai? Karena ingin sekali mendengar derunya menghempas dinding padu pada batu. Maaf jika tidak sering mampir untuk melihat keadaan rumah dan terima kasih telah berkunjung.

This entry was posted on Wednesday, February 16, 2011 and is filed under , , , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

11 comments:

On February 18, 2011 at 5:20 AM , アミ said...

selalu kagum membaca tulisan ai yang sarat makna..
harus belajar dari ai nih untuk membuat tulisan yang bagus..:)

 
On February 18, 2011 at 8:12 AM , moonlite! said...

saya udah baca the power of water. emang keren banget kalo yang itu. dulu direkomendasiin sama guru saya :D

 
On February 18, 2011 at 3:17 PM , Meutia Halida Khairani said...

hmm, tsunami aceh merupakan akumulasi ketegangan yah? bisa jadi sih.
menarik tuh The Untrue Power of Water.. jadi pengen baca bukunya

 
On February 19, 2011 at 4:02 PM , Ummul Khairi said...

@k'ami: ajarin ai juga fotografi ya nee-chan^^

 
On February 19, 2011 at 4:05 PM , Ummul Khairi said...

@ata si wortel: yeah..no doubt!
@mba meutia: saya juga pingin baca buku itu, bahkan buku-buku science modern seperti itu sudah langka

 
On February 19, 2011 at 7:32 PM , Anonymous said...

Mantap, kamu sepertinya selalu punya cara untuk berkata-kata, barangkali begini jadinya kalau akumulasi sains dan sastra sudah berada pada satu orang, tulisannya jadi semenarik gini :D

Saya sedang belajar untuk memuji ini, jadi ya diterima ala kadarnya saja ya :D

 
On February 20, 2011 at 6:16 AM , Anonymous said...

air, simpelnya hanya cuma tiga huruf tapi artinya bisa sungguh menghanyutkan kita untuk mengambil arti dari setiap penciptaan air.

ingatkah kita dulu, bahwasanya bumi dan langit menyatu sehingga dipisahkan dengan adanya air.

 
On February 21, 2011 at 10:38 AM , Ummul Khairi said...

@Tuan adan: kadang analisa sains dan satra saya masih dianggap sulit bagi beberapa orang, entah karena hal itu tidak mengalir atau pikiran saya yang tidak sederhana mengekstrak sesuatu, dan saya juga masih ingin belajar fiksi sains. Tulisan-tulisan Tuan Adan adalah salah satu reference yang tepat. Serius.

 
On February 21, 2011 at 10:41 AM , Ummul Khairi said...

@Aulia: iya benar, Aulia. Dulu bumi adalah sesuatu yang padu. Firman Allah dalam surat Al-Anbiya:30 sudah terangkum jelas.

 
On February 23, 2011 at 5:49 PM , Anonymous said...

Tubuh ibarat alam juga.

tertawa, berfikir, sakit, menangis etc... merupakan sebuah keseimbangan

 
On February 24, 2011 at 12:34 PM , Ummul Khairi said...

semua keseimbangan itu sebenarnya sudah sejati, sudah hakiki dan tak ada bantahan. Tubuh juga, ketika kita menangis, nanti pasti ada penawarnya yang bernama tawa.