Author: Ummul Khairi
•Tuesday, March 22, 2011

Adalah ayah, yang bangun sebelum subuh untuk menjadi imam di masjid dekat rumah kami. Ayah, satu-satunya orang yang bersikeras menamai "ibu kebaikan" dalam ejaan Akta kelahiran, ijazah, KTP dan tanda pengenal lain milikku. Adalah ayah, yang keras terhadap anak-anaknya dalam urusan keyakinan beragama dan penerapannya. Kalau orang bilang ayah no 2 setelah ibu, aku tidak mau ayah ditempatkan pada nomor apapun. Ayah bukan level yang harus terus berada di puncak sekalipun di urutkan dalam bilangan 1, 2 dan 3 yang kalian kenal.

Ayah adalah lelaki satu-satunya yang memikul beban dalam keluarga, masyarakat juga keluarga kecilnya. Kawan, aku bisa mendiskripsikan ayah satu-satu. Kau pun juga. Punya deskripsi masing-masing untuk lelaki bernama ayah. Tapi, apa kita sudah mengenalnya utuh? Atau setidaknya pernahkah secara khusus menanyakan, apa yang ia inginkan agar punya bahagia?

Aku punya banyak buku tentang kenapa wanita seperti ini dan kenapa lelaki seperti itu, tentang perbedaan komunikasi wanita-lelaki dengan penulis ternama yang hebat-hebat. Tapi aku lupa satu nama, ayah. Ayah bisa mengenalku utuh dari raut muka dan mata. Hanya sekali baca dan aku telak, "iya ayah, aku seperti ini".

Ayah, bukan lelaki yang menghabiskan banyak waktu dirumah. Jika dirumah, ia membaca kitab-kitab huruf jawinya atau mengajarkan kami-aku dan adik lelakiku- islam secara ilmu fiqh. Meski kerap mata tak mau kompromi jika ayah membacakan kami isi di dalam kitabnya, ia hanya punya satu keinginan, bahwa jika ia bersaksi meghadap Tuhan, ia akan menyebut nama kami sekeluarga sebagai tanggungan amanahnya dalam memberikan ilmu.

Malam ini, ayah bercerita tentang kematian. Katanya seseorang harus mengingat mati dalam hidupnya 20 kali dalam sehari. Karena suatu saat manusia akan mati. Mati seperti kekasih yang tak lekang dimakan usia, kekasih yang pasti akan hadir, kekasih yang akan kembali pagi-siang-malam. Mati tak akan lari, meski kita tepis, meski kita hindari. Dan, untuk apa kita hidup? Tentu, untuk mempersiapkan kematian dengan pundi-pundi tabungan amal selama hidup.

Ayah, anakmu tak mengerti kenapa ia harus mencintaimu. Bagaimana mencintamu dengan caranya sendiri. Ayah, terkadang dalam hidup kita harus tau tentang sebuah alasan menjalani dan merasakan sesuatu, semua hanya untuk ketika kita keluar dari garis tersebut, kita kembali lagi dengan alasan semula. Namun ayah, terkadang dalam hidup kita tak perlu tau tentang sebuah alasan mencintai, karena nanti Tuhan akan menyisipkan alasan tersebut dengan bahasa, bukan dengan kata-kata. Maka, jangan tanya alasan kenapa aku mencintaimu. Aku bebal untuk urusan remeh-temeh itu dan tak mampu merangkainya untukmu. Aku ingin ayah tau, bahwa terkadang cinta tak perlu di ucap untuk membakukan rasa. Cukup ayah tau, aku punya segenap cinta untuk ayah yang tak berbatas.

This entry was posted on Tuesday, March 22, 2011 and is filed under , , , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

16 comments:

On March 23, 2011 at 9:14 AM , Meutia Halida Khairani said...

huuu, ayah, kangenn... setiap hari ayah saya duduk di sofa dan mengaji.. duh, selama tinggal di jkt, ga pernah liat lagi pemandangan kayak gitu. :(

 
On March 23, 2011 at 10:53 AM , TheWandereR said...

Keren kak...
Like it!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

 
On March 23, 2011 at 8:32 PM , Arief-Movies said...

I love this part "Maka, jangan tanya alasan kenapa aku mencintaimu. Aku bebal untuk urusan remeh-temeh itu dan tak mampu merangkainya untukmu. Aku ingin ayah tau, bahwa terkadang cinta tak perlu di ucap untuk membakukan rasa. Cukup ayah tau, aku punya segenap cinta untuk ayah yang tak berbatas"
It's really touch my heart...
dad u'r the best...

 
On March 23, 2011 at 9:40 PM , Asriani Amir said...

saya bahkan berfikir.. kapan akan ada hari ayah??

 
On March 24, 2011 at 8:31 PM , Fahrie Sadah said...

Pingin cepat jadi ayah... hehe

 
On March 24, 2011 at 10:16 PM , Anonymous said...

ayi, sudah baca edisi spesial ayah tarbawi.. mengupas sisi lain dr ayah
"ayah punya caranya sendiri dalam mencintai kita"
sangat direkomendasikan :)

 
On March 24, 2011 at 10:36 PM , Ummul Khairi said...

@mba meutia: ah iya, satu hal yang ayah saya kerjakan juga selepas magrib^^

 
On March 24, 2011 at 10:40 PM , Ummul Khairi said...

@nisa: yokata :)

 
On March 24, 2011 at 10:48 PM , Ummul Khairi said...

@muarif: so, our dad isn't a level or number, right?

 
On March 24, 2011 at 11:10 PM , Ummul Khairi said...

@asriani: hehe..saya malah berpikir tidak perlu hari khusus untuk seseorang yang kita sayangi, karena setiap hari harusnya kita menyayangi orang tersebut.

 
On March 25, 2011 at 6:25 PM , Ummul Khairi said...

@fahrie: gampang fahrie, get marry soon :D

 
On March 25, 2011 at 6:27 PM , Ummul Khairi said...

@b'ibnu: oya? mau baca laa *ke tkp

 
On March 28, 2011 at 4:15 PM , Anonymous said...

ayah... miss u so much

 
On March 30, 2011 at 10:35 PM , Nova Miladyarti said...

moga ayah disayang Allah:)

 
On April 1, 2011 at 1:54 PM , Ummul Khairi said...

@kira: ayoo..ucapkan langsung ke ayahnya yaa
@k'nova: amin, semoga ayah di seluruh dunia disayang Allah *eh, seperti judul bukunya Tere-Liye ya kak^^

 
On April 4, 2011 at 10:00 AM , Anonymous said...

sebuah refleksi yg bagus :)