Author: Ummul Khairi
•Sunday, June 10, 2012

Dulu sekali, sejak saya berkenalan dengannya, ada sesuatu yang dapat saya lihat. Entah karena sebuah bentuk kekaguman atau terpikat. Bagaimanapun cara ia berkisah, cara ia menyampaikan, caranya berjalan, memeluk, caranya memanjakan, membuat ia begitu istimewa. Dalam sebuah Rumah Tuhan ia pernah bercerita. Tentang apa yang ia kejar. Tentang yang sebenarnya dicari. Untuk siapa dan kemana muaranya kelak.

Seorang Wanita yang terpaut usia cukup jauh jaraknya dengan saya. Mungkin orang lain boleh berpendapat bahwa usia bukan faktor utama seseorang disebut dewasa. Bagi saya, usia linier dengan pengalaman. Pengalaman yang menjadi batu-batu loncatan. Sejauh apa ia mempelajari hidupnya, sendiri atau bersama dengan orang lain, sebanyak apa ia bertemu dengan karakter orang berbeda dan bagaimana ia ‘menyentuh’ hati-hati mereka. Dan ia, berhasil menembus hati saya. Hanya ketika ia menatap, saya mampu menangis berlipat-lipat.

Kawan, tahukah kalian bahwa kadang, apa yang menurut kita tak cukup pantas untuk dipertahankan, yang menurut kita keluar dari ‘jalur’ untuk segera diperbaiki, lebih banyak diperankan oleh ego. Dan jika ego lebih banyak dimainkan, maka bersiaplah untuk kecewa.

Siapapun kita, saya, bahkan wanita itu pernah ingin mengubah ‘jalur’ itu dengan dominasi egonya. Merasa ia pantas mengubahnya dengan bekal puing-puing pengalaman hidup. Waktu demi waktu, ‘jalur’ yang ingin ia ubah itu tidak membuahkan hasil. Cenderung stagnan. Bahkan jejaknya pun tak tampak. Ia tidak menyerah. Wanita bermata empat itu melihat lagi kedalam hatinya dengan menambal semua kekurangan. Sampai tiba dimana ia butuh sendiri. Pada posisi vertikal. Ia dan Tuhan. Melihat sekeliling hanya akan menambah beban. Dan kemudian, ia hanya berdua saja. Kembali dengan egonya.

Sebenarnya, apa yang ia kejar? Apa yang ia cari dengan harus mengubah ‘jalur’ itu? Untuk mendapat pujian bahwa ia hebat? Untuk membuktikan bahwa ia bisa menghadapi siapa saja? Pertanyaan dasarnya adalah, kenapa harus manusia yang mengubahnya kalau sebenarnya ada Tangan Tuhan yang lebih menggenggam? Bukankah kita-manusia hanya perantara saja?

Ini aneh. Ketika ia berusaha meregangkan sedikit saja genggamannya atas ‘jalur’ itu, perlahan apa yang diinginkan ia dapatkan. Ia tak berusaha barang sejengkalpun untuk mengubah keadaan lagi. Ia tunduk pada Tangan Tak Tampak. Dengan sendirinya kebaikan yang diharapkan muncul. Lalu, adakah hal lain yang ia kejar jika manis madu itu telah diteguk? Adakah hal yang lebih baik selain Tangan yang telah mengusap lembut tiap sela hatinya?

Kenapa ya? Pada saat hati terlalu memaksa kehendak, justru ia menjauh. Namun, pada saat hati berani melepaskan, menyerahkan seutuhnya pada Tangan Tak Tampak, justru keadaan berubah terbalik. Ia mendekat. Mungkin saat menggenggam terlalu erat, ia berpaling untuk mencari kelapangan. Mungkin juga mencari sesuatu yang dibutuhkan. Karena sering kali kebutuhan tidak berbanding lurus dengan keinginan. Dan, kadang keinginan hati belum tentu lebih baik dari kebutuhan itu sendiri. Dunia kadang memang aneh. Pada akhirnya kebaikan itu akan terus mencari hakikatnya.

This entry was posted on Sunday, June 10, 2012 and is filed under , , , , , , , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

10 comments:

On June 10, 2012 at 7:16 PM , affanibnu said...

well..
istikharah saja.. :D

 
On June 12, 2012 at 2:40 AM , Anonymous said...

Kalau kami, malah terlalu sering pasrah (cepat menyerah) dan tidak ada satupun yang digapai.

Kata motivator malah harus berusaha lebih giat.

Btw, kenapa kami tidak bisa komentar dengan opsi Nama dan URL ya? Terpaksa pakai akun wordpress jadinya.

 
On June 19, 2012 at 12:24 AM , Sam said...

Manusia tidak benar-benar mengubah keadaan yang kita inginkan, tetapi sudut pandang kita yang mengubahnya, dan sudut pandang kita dengan sudut pandang orang yang kita liat perubahannya itu belum tentu sama....

Tentang Tangan Tak Tampak itu, mungkin Tangan itu sudah berencana demikian dalam menyusun skenario suatu alur kehidupan...

 
On June 19, 2012 at 12:37 PM , Anonymous said...

Salam,kunjungan pertamax.. salam kenal ya :)
suka kata-katanya " Pada akhirnya kebaikan itu akan terus mencari hakikatnya."

 
On June 25, 2012 at 12:10 PM , Ummul Khairi said...

@affan: well, saya bukan membicarakan istikharah di postingan ini :D

 
On June 25, 2012 at 12:17 PM , Ummul Khairi said...

@baiquni: kadang menyerah dan pasrah itu beda tipis tapi tetap sama-sama diawali dengan tujuan.

qm gak setting name dan URL, makanya agak sulit ya, hehe

 
On June 25, 2012 at 12:23 PM , Ummul Khairi said...

@sam: ahh...sudut pandang, sepertinya postingan ini memang tentang sudut pandang. terima kasih sudah menemukan C dari A dan B yang saya tulis disini sam :)

 
On June 25, 2012 at 12:33 PM , Ummul Khairi said...

@sianakdesa: baiklah, salam kenal juga

 
On July 6, 2012 at 8:53 AM , Anonymous said...

justru dari penilaian yang aneh itu, yang dalam kondisi tertentu sering disebut sebagai misteri, akhirnnya mengharuskan bagi setiap diri untuk berbaik sebaik mungkin agar hasilnya secara hakiki adalah kebaikan...

 
On July 7, 2012 at 10:34 PM , Ummul Khairi said...

@mahabbah: dunia memang aneh ya...LOL