•Sunday, December 30, 2012
Aku
tahu, ketika hujan turun ke permukaan bumi, ia akan meminta seluruh janjiku kepada
Tuhan. Tentang segala yang harus kuluruskan setelah semua tercerai
berkeping-keping dan menunggu untuk menjadi renik. Hujan datang lagi. Ia
memohon kepada hati untuk mengambil jalannya, segera atau tidak mengambil tempo
lama. Hujan datang lagi. Kukatakan padanya bahwa butuh waktu lama untuk melihat
seluruhnya, bukan hanya melihat dari satu sisi tapi juga sekat terkecil. Lalu Hujan
datang lagi. Terkadang ia membawa mimpi yang sebenarnya mimpi. Semu. Mimpi yang
sama dan akan berulang menyakitkan. Hujan kembali datang. Kukatakan padanya
lagi bahwa aku telah bertanya pada Tuhan sepenuh sungguh, benarkah semua jalan
ini yang harus kuambil?
Aku
kuyup. Bahkan hujan tak tahu buliran hangat jatuh di pelupuk mata, karena
titik-titik hujan menutupi buliran yang terhempas di pipiku yang telah kupendam
menahun lamanya dengan egonya. Hujan tak tahu aku menangis sendiri karena ia datang
dan pergi sekena hati. Hujan tak tahu aku menangis karena ia tak peduli siapa
yang akan kuyup karenanya. Karena aku tahu, ia akan datang sebentar saja lalu
pergi. Karena hujan tak pernah menggantikan kehangatan atas dinginnya sebuah
ego. Tak akan pernah.
Namun
disana, di suatu jarak yang sangat dekat, akan selalu ada rumah yang tak pernah
pergi dan selalu ada, meski aku kuyup akan hujan. Rumah yang selalu menjagaku
dari derasnya hujan. Rumah tempatku pulang. Rumah yang penuh kehangatan, cinta,
kasih sayang dan kepastian. Dan disanalah aku akan tinggal, selamanya..
Nb:
Agar ketika hujan datang lagi, semua telah luruh, semua telah selesai dan terbebas
dari semua beban. Kadang,
kita harus meninggalkan sesuatu, harus mengorbankan sesuatu
atau hal yang menjadi ataupun bukan tujuan awal kita, demi kebahagiaan, demi
kebaikan.
-Dalam derasnya hujan diluar sana-