Author: Ummul Khairi
•Thursday, July 29, 2010

Setiap orang tidak butuh kata-kata yang berat dan bermakna berbelit-belit.Percayalah!Saya telah membuktikannya.Anehnya, saya bisa melihat jika orang-orang tersebut hanya berbicara seenak jidat dengan mengalor-ngidulkan dari beberapa pertanyaan yang ingin kudiskusikan.orang-orang seperti itu hanya ingin dianggap ia telah dewasa dalam tiap makna kata-katanya dengan menyembunyikan makna sebenarnya melalui kata-kata tersebut.Kuncinya terletak,ia memainkan suara,tekanan atau intonasi juga gestur tubuh yang berubah-ubah tiap waktu.Sesekali ia menyudutkan dan mengkombinasikan kata-kata dengan pengalaman hidup yang sebenarnya biasa saja.Yaa,tapi kuhargai juga.Kunci kedua adalah ia tak membiarkan lawan bicaranya menyanggah atau memiliki kesempatan untuk mempertanyakan hal-hal kecil yang mengundang umpan balik atau sesekali ia membalikkan fakta dengan mencari celah kelemahan si penanya.

Saya beberapa kali menemukan orang yang seperti ini.Tipe orang seperti ini adalah orang yang tidak mengerti kenapa telinga diciptakan dua dan mulut diciptakan satu.Sebenarnya mudah mengetahui keadaan ini,cukup kau lihat dua bola matanya saja.Tentunya kau perlu memaknai terlebih dahulu arti tatapan itu,seiring waktu dan penilaian kau akan tahu.Cobalah memahami orang lain.Temanmu tak butuh banyak cincong mu kawan,ia butuh seorang pendengar yang baik dan ”hadir” dalam pembicaraan.
Saya jadi teringat film 3 idiots,ketika Rancho mendefinisikan kata mesin.Ia tak perlu basa-basi menyampaikan mesin bla..bla...ini..itu..padahal sederhananya berfungsi sebagai alat pembantu meringankan aktifitas manusia,push then ON.Saya juga punya seorang teman yang menyederhanakan sesuatu tapi tetap tidak melupakan hakikat/kadar yang sebenarnya.Misalnya ketika marak kajian di penghujung tahun dengan tema ”Muhasabah Akhir Tahun”.Ia menyederhanakan konsep muhasabah tersebut tidak hanya terjadi di akhir tahun tapi seharusnya di sepanjang hari dan waktu.Baginya,kenapa segala bentuk pemantapan dan perenungan diri hanya terjadi di akhir tahun dan kenapa harus di kumpulkan menjadi kesatuan yang harus di evaluasi di bagian akhir.Dan sampai saat ini kajian-kajian rutin masih saja mengangkat tema itu.

Selasa kemarin,saya juga di sentakkan seorang teman karena pemikiran saya yang masih rumit dan berbelit.Satu hal lagi kawan,sebagaimana kerumitan berpikir kepala mu,serumit itu pula bahasa yang dirimu keluarkan,baik melalui bahasa verbal atau non-verbal.Nah,kembali pada pemikiran sederhana.Waktu itu,ia meminta saya menguraikan program kerja kedepan untuk Club English yang saya tangani.Sebagai ketua terpilih,saya harus mempropagandakan seluruh program kerja selama 1 semester tersebut.Ia dan ketua Jurusan Fakultas kami memiliki harapan paling besar untuk Club English ini.Ternyata ia ”melirik” keterbelitanku.Program yang kuuraikan stagnan dan hanya mengikuti program kerja tahun lalu yang sangat banyak.

Ia berkata ”Kamu tau mercusuar?”
”Iya,tau”
”Biasanya terletak dimana?”
”Di dekat pantai”
”Perlukah bangunannya besar?”ia menambahkan.
Dengan lugu kujawab ”hm..iya”
”Ya,memang benar,logikanya semakin tinggi bangunan tersebut diperlukan kekokohan dari fisiknya yang besar,tapi mercusuar yang tinggi tersebut hanya butuh lampu diatasnya yang bisa menerangi setiap ia menyapu seluruh permukaan lautan.Artinya lampu tersebut yang bertanggung jawab untuk menentukan tiap kapal terkena biasan sinarnya,padahal lampu tersebut hanya berjumlah satu sampai dua buah.Jika di ibaratkan bangunan tersebut adalah orang-orang dalam organisasi dan lampu tersebut adalah program kerja, artinya program kerja lah yang bertanggung jawab dalam memeriahkan dan membesarkan nama organisasi karena biasnya akan dilihat oleh orang lain dan mengundang partisipasi orang banyak.Sederhananya seperti ini,program kerja tak perlu banyak,cukup satu sampai tiga buah yang penting acaranya meriah dan orang lain juga ikut berpartisipasi,serta dapat menggugah orang banyak agar mengakui keberadaan organisasi tersebut. ”

Untuk hal ini cukup berbelit tapi saya suka prinsip mercusuarnya.Secara tidak langsung ia mengajarkan saya untuk tidak stagnan dan out of the box.Ya, hanya berupa kalimat sederhana.Sesederhana pikiran mengurai pola pikir menjadi sesuatu yang diucap,ditulis dan disikapi.
More...

Author: Ummul Khairi
•Saturday, July 24, 2010


Saya sedikit kesulitan dalam menanggapi pertanyaan teman, “Menurutmu, pintar itu apa dan seperti apa?”.Perihal yang membuat ia bertanya seperti itu hanya karena ia menganggap ia kurang di beberapa sisi yang cukup inti.Ia merasa kesulitan mendefinisikan kata “pintar”.Jangankan dia, saya saja sedikit kewalahan dalam menjawab pertanyaan tersebut.Bagiku tak ada jawaban dan indikator yang pasti untuk menjudge seseorang pintar.Hanya saja ia cerdas dalam mengolah kepintarannya.Saya akan mencoba menjawab dengan critical thinking, melihat dari segala sudut.Pintar secara general dapat di artikan: menyesuaikan diri sewajarnya dengan sekitar, mempelajari konsep dan ide-ide baru, serta mampu menyelesaikan masalah.Dari hal tersebut, Howard Gardner dalam bukunya Multiple Intelligences, membagi kecerdasan manusia pada 9 hal yaitu:
• Kecerdasan Logis Matematis.
• Kecerdasan Linguistic verbal.
• Kecerdasan Spasial visual.
• Kecerdasan Musical.
• Kecerdasan Kinestetic ragawi.
• Kecerdasan Naturalis.
• Kecerdasan Intrapersonal.
• Kecerdasan Interpersonal.
• Kecerdasan Spiritual.

Nah,mari kita bahas satu-persatu secara runut.Kecerdasan Logis Matematis (saintis, ilmuwan, dan ahli matematika atau yang bersifat hitungan angka) dan Kecerdasan Linguistic-verbal (penulis,ahli berbahasa dan merangkai kata-kata) yang sering dikategorikan sebagai kecerdasan secara intelektual dan sering dianggap sebagai faktor inti kepintaran seseorang.

Kecerdasan spasial visual (pelayar, arsitek, artis atau tour guide), musical (musisi dan penyanyi), dan kinestic ragawi (penari).Kelima jenis kecerdasan tadi dapat dikelompokkan sebagai kategori ketrampilan yang dimiliki oleh manusia untuk bertahan hidup.

Kecerdasan Naturalis, Intrapersonal (ahli falsafah dan psikologi), dan Interpersonal (psikiater, psikolog, konselor) dapat membantu seseorang menjadi sukses dalam karier, kehidupan berkeluarga, serta hubungan antarsesama manusia dan alam. Kecerdasan ini mencangkup kemampuan membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi, serta hasrat keinginan diri sendiri dan orang lain.

Ada juga yang disebut dengan kecerdasan spiritual, yang dapat membantu seseorang untuk menemukan kebahagiaan dalam hidupnya karena sudah menyadari makna dari hidup itu sendiri. Apabila seseorang dapat mengasah kecerdasan spiritualnya, orang itu akan memiliki kelebihan yang terlihat dari integritas, karakter, dan nilai hidup yang dimilikinya.

Tahap kepintaran seseorang itu berbeda-beda,secara umum tahapan tersebut di tentukan dari kemahiran berfikir dan membuat pertimbangan, serta pendidikan semasa kecil dan interaksi sosial dengan yang lain.Karena tiap manusia mengalami perbedaan terhadap tahapan-tahapan di atas maka tiap kepintaran manusia pun berbeda-beda.Kecerdasan yang beragam inilah yang membuat masing-masing orang memiliki kepribadian yang unik sehingga tidak sama dengan yang lainnya. Seseorang bisa memiliki beberapa, bahkan semua kecerdasan tersebut apabila selalu diasah dan dilatih seluruh potensi yang ada pada dirinya.

Ilmu pengetahuan sendiri telah melakukan riset secara produktif dan berkala.Para pakar menamai tiap kecerdasan teori dan matematis sebagai IQ (Intelligence Quotient) dan kecerdasan empati, pemahaman terhadap orang lain, motivasi, sebagai EQ (Emotional Quotient).Secara riset dan bahkan sampai hari ini masih banyak orang menganggap kecerdasan IQ adalah satu-satu nya hal yang mutlak dalam pencapaian kesuksesan seseorang.Namun, apa jadinya jika ia hanya mengandalkan teori-teori serta rumusan angka-angka baku sebagai lambang kesuksesannya dan mengabaikan indikator lain dalam hidupnya?Ia akan menjadi orang yang hanya digerakkan oleh sistem semata tanpa melihat dunia luar.Otaknya telah “terkotak” menjadi wujud perlambangan yang statis.

Ada hal yang lain dalam menunjang kesuksesan seseorang yang seharusnya berbanding lurus dengan teori yang ia pelajari.Ya, kecerdasan EQ.Kecerdasan Naturalis, Intrapersonal dan Interpersonal. Kecerdasan hubungan antarsesama manusia dan alam.Kita hidup berdampingan dengan alam dan manusia itu sendiri.Hidup berarti meminta tapi hidup juga berarti memberi.Dan, apakah hal ini sudah cukup?Bukankah semua hanya berorientasi pada materi semata?Tidak adakah sebuah konsep lain dengan cara pandang berbeda dapat melahirkan sebuah muara selain hanya materi?Bukankah dua konsep itu hanya mengejar kebendaan yang berarti hanya mencakup satu tujuan saja, yaitu amaliah duniawi semata?Tak adakah sebuah konsep akhir menamai sebuah bentuk kecerdasan?

Saya masih akan menjawab dengan ilmu pengetahuan.sebuah bentuk kecerdasan tersebut diberi nama, SQ (Spiritual Quotient).Kecerdasan spiritual merupakan temuan terkini secara ilmiah, yang pertama kali digagas oleh Danah Zohar dan Ian Marshall, masing-masing dari Harvard University dan Oxford University melalui riset yang sangat komprehensif.Pembuktian ilmiah tentang kecerdasan spiritual di paparkan Zohar dan Marshall dalam SQ, Spiritual Quotient (The Ultimate Intelligence, London,2000).Hasil risetnya berupa, kecerdasan SQ berperan 80 % dalam kehidupan sedangkan 20 % lagi adalah IQ.

Riset pengetahuan boleh berbangga akan temuannya, tapi jauh sebelum 1400 tahun yang lalu Rasulullah telah menjelaskan ayat-ayat Nya dalam surat Ar-Rum:30
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui

Fitrahnya manusia adalah makhluk ketuhanan, makhluk yang bertuhan dan memiliki Tuhan yang satu yaitu Allah.Maka, kaitkanlah dengan kecerdasan spiritual yang telah mencakup segala hal akan kelebihan yang terlihat dari integritas, karakter, dan nilai hidup yang dimilikinya.Kekuatan spiritual mampu mensinergikan terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan secara komprehensif.Saya ingin mengutip perkataan BC GorbesUkuran tubuhmu tidak penting;ukuran otakmu cukup penting,ukuran hatimu itulah yang terpenting”.

Bagi saya, cerdas berarti kita telah mengetahui potensi diri.Cerdas berarti kita bisa berbagi.Cerdas berarti tidak membohongi diri.Cerdas berarti menjalani karna cinta.Cerdas berarti menghargai diri dan nilai hidup.Cerdas berarti bersungguh-sungguh.Cerdas berarti tak pernah mengizinkan diri dipengaruhi oleh unsur diluar diri.Cerdas berarti menggunakan hati.Cerdas berarti cerdas mengelola pintarnya.Cerdas berarti ia mengenal siapa Tuhannya, untuk apa dia hidup dan kemana akhir hidupnya.

Nb:Didedikasikan untuk sahabat zikirku Henny Wilda.Kalahkan ketakutanmu.Pekik ia dengan hatimu.Dan, menangislah hanya untuk Rabb mu.Sungguh dunia ini lebih hina dari isak tangis mu untuk Nya...
More...

Author: Ummul Khairi
•Wednesday, July 07, 2010


Semalam..setelah shalat magrib,seperti biasa yang umat muslim lakukan,berdoa,tilawah Al-Quran,sedikit mengulang ayat-ayat yang ada di luar kepala dan muhasabah sebagai pengakuan makhluk Tuhan yang lemah.Tapi,semalam merupakan hal jarang terjadi.Bahkan bisa kuhitung dengan jari kapan momen-momen tersebut terjadi dalam petak kecil ukuran kamar pribadiku.Adalah seorang anak kecil bernama Lala menyambangi kamarku di akhir shalat magrib.Dia adikku yang paling kecil.Akhir-akhir ini,Alhamdulillah,dia membiasakan untuk shalat,minimal shalat magrib.Hal ini tidak akan pernah terjadi jika mama ku tidak pernah membelikannya mukena baru.Mukena itu sangat ia benggakan.Berulang kali ia memamerkannya padaku sembari mengatakan,"kak ai,adek ada mekena baru" bangganya sambil menunjuk mukena yang berwarna putih cerah itu.Aku melihat dengan seksama.Ternyata mukena itu sedikit longgar pada bagian dagunya,sehingga rambut nya yang coklat itu kelihatan jika ia menngunaknnya.Aku tersenyum geli.

Sebenarnya aku sedikit terusik,karena saat magrib adalah saat istirahat terbaikku dan merupakan waktu yang paling aku senangi untuk berduaan dengan Rabb ku.Tapi kali ini kupikir,yasudahlah tidak apa-apa.Setidaknya aku bisa mendendangkan Asmaul Husna bersama gadis kecil berusia 8 tahun itu.Mama meminta secara special agar aku mengajarinya mengaji Iqra.Selama ini Lala mengaji Iqra dengan mama.Denganku hanya sesekali.Bukan..bukan karena aku tak pandai mengajarkan Iqra,bukan itu.Bukan juga aku tak bisa Tajwid,juga bukan karena itu.Bukan pula karena aku malas.Tapi hal ini disebabkan kepulanganku kerumah yang hampir selesai waktu magrib sehingga membuat aku tak sempat mengajarnya Iqra.

Lala,sejatinya bukan anak yang malas disuruh mengaji.Ia hanya malas seperti anak-anak seumurannya malas.Malas memebereskan mainannnya sendiri,malas merapikan buku-buku sekolahnya,malas mengambil handuk untuk mandi dan terkadang malas makan.Semalam ia juga dengan senang hati kuajarkan Iqra.Waktu kutanya,"adek udah Iqra berapa?",dengan bangga ia balas "Iqra 6".Wow..Kupikir ia masih Iqra 4 atau mungkin 5,tapi setelah mendengar ucapan Pe-De nya,aku bangga.

Nah,dimulailah mengaji perbaris.Baris pertama,mulus.Baris kedua,masih mulus.Baris ketiga,sudah agak karuan makhrajnya.Baris keempat,belepotan panjang pendeknya.Baris kelima,sudah sangat tak karuan panjang pendeknya.Aku pun mengerang dan muka ku sudah tak berbentuk.Ingin kumarahi rasanya tak tega dan aku bukan tipe orang pemarah.Kuhirup napas dalam-dalam,kupandangi dia lamat-lamat meski dengan mimik serius dan aku mulai sedikit menceramahi nya dengan bahasa seilmiah mungkin."adek..sekarang adek udah Iqra berapa?",Iqra 6"jawabnya malas.Sepertinya ia sudah menerka apa yang ingin kusampaikan....to be continou
More...