22
Author: Ummul Khairi
•Saturday, November 17, 2012

Ketika kita ingin semua berakhir dalam gerakan yang lambat.
Ketika kita ingin duduk sejenak menyantap manisan dalam waktu yang semakin cepat.
karena aku tak bisa menunggu lama, setelah kamis siang nanti. More...

Author: Ummul Khairi
•Friday, August 24, 2012

Seseorang bernama baik pernah berkata, jika kamu memeluknya, mengecup keningnya, pernahkah ia tau bahwa kau melakukannya karena cinta? Aku berkata, tidak pernah. Karena ia akan mengerti. Karena waktu akan mengubah perlakuanku menjadi bahasa yang akan ia mengerti dengan sendirinya. Lalu kau berkata, kau salah. Cinta adalah sikap dan bahasa. Jika mereka dipisahkan, bak menceraikan awan dan angin. Mereka saling melengkapi. Saling berpegangan untuk menurunkan hujan ke bumi dan menaburkan cinta bagi anak manusia, tumbuhan maupun ternak. Cinta tidak bekerja sendiri. Cinta adalah kesatuan tertinggi yang harus diperjuangkan. Itulah mengapa Tuhan punya Ar-Rahim, sebuah cinta yang dibahasakan. More...

Author: Ummul Khairi
•Tuesday, July 17, 2012

It's about honesty...Sometimes a little discomfort in the beginning, can save a whole lot of pain down the road.

*All these year, we never really talked. More...

Author: Ummul Khairi
•Sunday, July 08, 2012

Yesterday, love was such an easy game to play...
More...

Author: Ummul Khairi
•Sunday, June 10, 2012

Dulu sekali, sejak saya berkenalan dengannya, ada sesuatu yang dapat saya lihat. Entah karena sebuah bentuk kekaguman atau terpikat. Bagaimanapun cara ia berkisah, cara ia menyampaikan, caranya berjalan, memeluk, caranya memanjakan, membuat ia begitu istimewa. Dalam sebuah Rumah Tuhan ia pernah bercerita. Tentang apa yang ia kejar. Tentang yang sebenarnya dicari. Untuk siapa dan kemana muaranya kelak.

Seorang Wanita yang terpaut usia cukup jauh jaraknya dengan saya. Mungkin orang lain boleh berpendapat bahwa usia bukan faktor utama seseorang disebut dewasa. Bagi saya, usia linier dengan pengalaman. Pengalaman yang menjadi batu-batu loncatan. Sejauh apa ia mempelajari hidupnya, sendiri atau bersama dengan orang lain, sebanyak apa ia bertemu dengan karakter orang berbeda dan bagaimana ia ‘menyentuh’ hati-hati mereka. Dan ia, berhasil menembus hati saya. Hanya ketika ia menatap, saya mampu menangis berlipat-lipat.

Kawan, tahukah kalian bahwa kadang, apa yang menurut kita tak cukup pantas untuk dipertahankan, yang menurut kita keluar dari ‘jalur’ untuk segera diperbaiki, lebih banyak diperankan oleh ego. Dan jika ego lebih banyak dimainkan, maka bersiaplah untuk kecewa.

Siapapun kita, saya, bahkan wanita itu pernah ingin mengubah ‘jalur’ itu dengan dominasi egonya. Merasa ia pantas mengubahnya dengan bekal puing-puing pengalaman hidup. Waktu demi waktu, ‘jalur’ yang ingin ia ubah itu tidak membuahkan hasil. Cenderung stagnan. Bahkan jejaknya pun tak tampak. Ia tidak menyerah. Wanita bermata empat itu melihat lagi kedalam hatinya dengan menambal semua kekurangan. Sampai tiba dimana ia butuh sendiri. Pada posisi vertikal. Ia dan Tuhan. Melihat sekeliling hanya akan menambah beban. Dan kemudian, ia hanya berdua saja. Kembali dengan egonya.

Sebenarnya, apa yang ia kejar? Apa yang ia cari dengan harus mengubah ‘jalur’ itu? Untuk mendapat pujian bahwa ia hebat? Untuk membuktikan bahwa ia bisa menghadapi siapa saja? Pertanyaan dasarnya adalah, kenapa harus manusia yang mengubahnya kalau sebenarnya ada Tangan Tuhan yang lebih menggenggam? Bukankah kita-manusia hanya perantara saja?

Ini aneh. Ketika ia berusaha meregangkan sedikit saja genggamannya atas ‘jalur’ itu, perlahan apa yang diinginkan ia dapatkan. Ia tak berusaha barang sejengkalpun untuk mengubah keadaan lagi. Ia tunduk pada Tangan Tak Tampak. Dengan sendirinya kebaikan yang diharapkan muncul. Lalu, adakah hal lain yang ia kejar jika manis madu itu telah diteguk? Adakah hal yang lebih baik selain Tangan yang telah mengusap lembut tiap sela hatinya?

Kenapa ya? Pada saat hati terlalu memaksa kehendak, justru ia menjauh. Namun, pada saat hati berani melepaskan, menyerahkan seutuhnya pada Tangan Tak Tampak, justru keadaan berubah terbalik. Ia mendekat. Mungkin saat menggenggam terlalu erat, ia berpaling untuk mencari kelapangan. Mungkin juga mencari sesuatu yang dibutuhkan. Karena sering kali kebutuhan tidak berbanding lurus dengan keinginan. Dan, kadang keinginan hati belum tentu lebih baik dari kebutuhan itu sendiri. Dunia kadang memang aneh. Pada akhirnya kebaikan itu akan terus mencari hakikatnya.

More...

Author: Ummul Khairi
•Friday, June 01, 2012

Aku bertanya, "Bisa tahu bedanya yang mendengar sepenuh hati dan enggak, gimana caranya, Yah?"

"Kalau lawan bicaramu mendengar dengan sepenuh hati, beban pikiranmu menjadi ringan. Kalau kamu malah tambah ruwet, meski yang mendengar tadi seolah serius mendengar, berarti dia tidak benar-benar hadir untukmu," jawab Ayah. More...

Author: Ummul Khairi
•Friday, May 25, 2012

Pagi dingin. Tapi tidak untuk orang-orang yang cekatan mengeluarkan balok mesin-mesin tua. Mereka gegas memburu waktu. Berkejaran dengan selimut kabut dari Tangan Tak Tampak. Menghalau rintik air yang turun perlahan dari langit. Di luar terlalu bising. Mereka tidak memberi kesempatan padaku untuk sedikit saja mengejamu. Setidaknya, biarkan aku meresapimu dalam-dalam hingga ke titik nadir.

Kau dan hujan yang bersahutan diseberang sana. Kau dan diammu. Kau dan abdimu. Aku dan sendiriku. Aku dan caraku menyimpanmu rapat.

Dalam rintihan langit dan kapas hitam yang menggumpal, ada sembilu yang ingin ku cerca. Ada sekat yang ingin segera kulepas. Ada belikat yang terus menggrogoti hingga ke sumsum. Ada rasa yang ingin diungkap. Namun bodohnya, aku tak tau dengan cara apa. Seperti bayi yang baru lahir. Bersahut-sahutan suara tangis yang ingin diperdengarkan pada orang tuanya. Bahwa aku lapar, bahwa aku dahaga. Aku seperti orang bisu yang tiba-tiba bisa berbicara. Tak tau harus memulai kata apa, karena begitu banyak kalimat yang ingin keluar. Seperti bom molotov yang siap meledak. Meletup-letup tak beraturan. Menelisik, menggerus, mengganda, meneriaki.

Aku seperti si tuli yang mendapat titah untuk mendengar kembali. Ingin mendengar semua hal. Tapi disaat yang sama butuh filter untuk menyaring suara-suara yang datang. Bahkan mendengar desauan angin pun seperti sia-sia.

Aku seperti ingin terbang segera setelah mendapat sayap. Namun lagi-lagi tak tau harus kemana, sedang aku ingin pergi ke banyak tempat. Aku seperti jutawan baru yang mendapat harta karun berharga. Tak tau harus membelanjakan uang kemana.

Bahwa aku punya milyaran kata cinta terindah, namun tak mampu kuucap se-milyaran itu. Karena terlalu bahagia. Akhirnya hanya bening-bening kecil yang akan pecah. Batapa aku tak bisa mengungkap sepatah katapun ketika mendapatnya. Segala yang masih klimaks, hingga tak sepenuhnya tatanan itu terkumpul lengkap.

Lihatlah kini. Tuhan telah menjamah tiap relung hati. Aku hanya punya satu sikap yang ingin kutunjukkan pada Tuhan betapa aku menyayangiNya, sekaligus merasa tak pantas mendapat kasih sayangNya. Betapa aku terlalu sombong untuk bersikap sederhana. Betapa aku terlalu ceroboh untuk tidak gegabah. Betapa aku terlalu munafik untuk sekedar berkata cinta. Untuk sekedar menunjukan cinta.

Saat tidak ada yang paling rendah selain sujud kepalaku dibawah KakiMu Yang Maha Agung seraya berucap “Aku ingin memelukmu. Tak sekalipun kulepas lagi”. Lalu kemudian aku kasmaran. Hanyut antara aku dan Tuhan. Hanya berdua saja.

Lihatlah madu manis itu. Dengarlah angin syurga itu. Tuhan punya jawaban sendiri. “Kemari duhai hambaku…apa yang membuatmu sakit? Bagian mana yang sakit itu? Mari kuobati. Masihkah sakit hambaku? Datang padaku, biar ku obati hingga engkau sembuh”.

Kawan, apa yang bisa kujelaskan pada bagian ini selain cinta yang berlipat-lipat.

Dan, aku masih disini,

Mencintaimu.

Entah kenapa.

More...

Author: Ummul Khairi
•Thursday, March 22, 2012

Rata-rata orang jika disuruh menuliskan tentang diri pasti sulit sekali menarasikannya. Mendeskripsikan diri sendiri itu harus mengkhayalkan satu persatu tahapan hidup yang sudah dilewati. Dapat tugas dari Bang Fahri untuk mendeskripsikan diri melalui Versatile Award yang saya dapat beberapa waktu lalu, dan 7 hal ini rangkumannya.

1. Saya adalah orang yang menyelesaikan masalah di dalam kepala. Entah karena lingkungan yang selalu menuntut menganalisa menggunakan otak kiri atau karena kurang bisa berbagi. Me-time adalah waktu dimana semua beban dan solusi bisa dipecahkan secara bersamaan. Mungkin itulah mengapa saya tak bisa lepas dari diary dan cenderung melankolis dalam mengambil sikap.

2. Masih berhubungan dengan yang pertama, adik perempuan saya adalah satu-satunya orang yang bisa saya percayai untuk mengendapkan banyak cerita. Ia adalah sosok orang dewasa dalam perangkap anak kecil berumur 10 tahun. Itulah mengapa saya selalu bisa mempercayainya, Lala.

3. Kepala. Satu bagian tubuh yang terletak diatas bagian tubuh lainnya. Tuhan menciptakannya bukan tanpa sebab. Kepala Tuhan cipta agar manusia selalu mengandalkan logika untuk membaca ayat-ayat Tuhan yang tersirat dan tersurat. Untuk itulah saya butuh seorang bijak yang mampu mengimbangi ke-melankolisan ini dengan ke-logikaannya. Confuse? :D

4. Jika suatu saat nanti saya mendapat 'jatah' syurga, saya akan meminta pada Tuhan untuk diberikan sepasang sayap. Sayap melambangkan kebebasan. Jika selama ini ada jiwa yang terkungkung dalam jasad ini, saya tidak akan berhenti meneriakkan hingga seluruh beban terburai lepas.

5. Phobia darah, suka makanan manis, anime and arc addicted, lebih suka membaca buku-buku filosofis dan sejarah dari pada matematika. Hmm, segitu dulu.

6. Saya adalah anak perempuan yang dibesarkan dengan didikan ala Ayah. Sejak kecil ketika di taman kanak-kanak hingga sekolah menengah selalu dijemput dengannya dengan skala keterlambatan yang cukup parah, tapi karena selalu terlambat Ayah mengajak saya duduk di warung kopi dengan teman-teman kantornya, yang tak lain adalah ayah-ayah paruh baya yang gemar minum kopi. Sedang saya, selalu bermain dibawah pohon ceri untuk mengusir penat selama mereka menyuruput pekatnya kopi. Ayah adalah pustaka pertama saya dalam membaca Al-Quran juga Ilmu Fiqh. Butuh beberapa tahun untuk 'mengenalnya' menjadi sosok yang saya kagumi. Untuk itu, lelaki yang akan menjadi imam saya kelak harus bisa mengambil hati Ayah.

7. Terakhir, saya bukan orang yang mudah memaafkan kekecewaan. Dengan kata lain saya sulit memaafkan orang yang telah membuat saya kecewa. Jeleknya, hanya dengan satu perspektif masalah, yang lainnya pun ikut terlibat. Sering kali hal ini yang menyebabkan saya menjaga jarak dengan seseorang tanpa mengkonfirmasi sebab-akibat. Inilah hal yang membuat orang banyak salah paham. Jika ingin membela diri, saya menjaga jarak karena sebenarnya saya tak mampu mengontrol diri.

Baiklah. Saatnya meneruskan tugas rumah. Maaf hanya bisa meneruskan ke-7 orang saja. Untuk teman-teman yang saya sebut, jangan bosan diberi tugas berantai ya :D

More...

Author: Ummul Khairi
•Thursday, February 23, 2012

Kawan, kepala kita tidak bersekat. Sehingga keabsurd-an mampu ditembus kepala. Enstein tidak punya potensi lebih. Ia hanyalah seorang tua dengan rasa penasaran tak terbatas. Ia makan dengan itu. Ia tidur dengan itu. Rasa ingin tau adalah perpanjangan dari keabsurd-an menjadi normal, atau sebaliknya. Kepala kita adalah 'value'. Dan kita hidup dengan value itu.
More...

Author: Ummul Khairi
•Thursday, February 16, 2012

Beberapa hari lalu saya bermimpi cukup aneh. Mimpi aneh bukan pertama kali saya alami. Saya tipe orang yang available tidur dimana saja. Asal sudah lelah, bosan dan butuh istirahat, saya menyempatkan untuk tidur. Mungkin untuk sebagian orang, istirahat cukup di malam hari. Yaitu tidur pulas. Sebagiannya lagi, istirahat bisa dalam kondisi apapun. Termasuk tidur siang. Jadi, tidak heran budaya Siesta sangat lazim dijumpai di Spanyol. Tapi saya tidak akan membahas lebih lanjut hal itu.

Kembali ke mimpi yang aneh. Anehnya, jika rata-rata orang butuh tempat yang nyaman dan sunyi untuk bisa menghadirkan mimpi, saya malah bisa terbang ke alam mimpi dalam kondisi apapun. Including take a nap. Lima menit saya sandaran di kursi dalam kondisi sangat lelah, saya bisa masuk ke alam bawah sadar, mimpi. Mimpinya pun beragam. Beberapa mimpi yang akan saya ingat termasuk penting dan bisa pula "mengatakan" sesuatu. Dulu saya pernah bermimpi berkenalan dengan seseorang yang bernama Candra. Candra mengenalkan dirinya tanpa pernah saya lihat wajahnya. Waktu berlalu. Dan saya bertemu dengan seseorang yang bernama Candra. Yaitu senior saya di Fakultas. Selebihnya tidak ada, dan kami tidak pernah berkenalan secara langsung. Hanya sekedar tahu saja.

Mimpi yang lain saya alami ketika Ramadhan. Hampir sebagian besar mimpi-mimpi itu akan "mengatakan" sesuatu. Dan, keesokan harinya, saya selalu bertemu dengan orang-orang yang diceritakan pada mimpi itu. Mungkin sebagian orang menganggap mimpi adalah bunga tidur. Atau lebih tepatnya mimpi adalah reka ulang kejadian yang sudah dialami seseorang pada waktu yang lalu. Karena terlalu mengingat kejadian demi kejadian, akhirnya alam bawah sadar kita merekam dan memutar kembali keadaan yang sama di dalam mimpi.

Bercerita mimpi yang beberapa hari lalu terjadi, saya pikir ada jawaban yang belum terjawab saat ini. Dalam mimpi itu, saya makan siang dengan keluarga di salah satu rumah makan yang menyajikan ayam bakar sebagai menu utama. Anehnya, rumah makan tersebut menghadirkan chef yang sangat kita kenal. Siapa lagi kalau bukan Farah Queen. Dalam dunia nyata, saya sangat suka menyaksikan Farah ketika memasak. Sebagian menu-menu cakenya saya catat. Saya sangat suka membuat cake. Mungkin wajar-wajar saja jika Farah hadir di mimpi saya. Yang tidak wajarnya adalah seperti ini.

Ketika saya memuji masakan dan menanyakan resep masakannya-masih dalam mimpi- Farah berkata ia tidak punya cukup waktu untuk berbincang lama karena jam terbangnya padat. Ia pun berjanji untuk melayani saya via Yahoo Messenger. Dan, keanehan pun mulai terjadi. ID Yahoo Messenger seorang Farah Queen adalah mahakamagung@yahoo.com.

Olala...seketika itu juga saya terbangun. Belajar dari pengalaman The Beatles yang menghasilkan lagu fenomenal Yesterday yang tercipta sesaat setelah bangun dari tidur, saya pun bergegas mengambil HP dan mencatat ID Chef cantik eksotik itu. Siapa tahu memang benar!

Otak saya kembali berputar. Loading cukup lama untuk menyuruh tangan membuka laptop dan mencari di mesin pencari Google. Kata kunci yang saya ketikkan adalah mahakamagung. Tidak ada kata kunci yang benar-benar pas dengan mahakamagung selain ini. Saya tidak berhenti mencoba dengan kata kunci lain. Kali ini Farah Queen. Sekilas saya baca, Farah lahir di Bandung dan menikah dengan seseorang berkebangsaan asing. Memiliki satu anak bernama Armand. Walau dalam salah satu tayangan acaranya ia pernah menyebutkan bahwa Palembang adalah kampung halamannya, tetap saja tidak ada kata identik antara Farah, Bandung, Palembang dan mahakamagung. Baik. Kali ini kata kunci terakhir. Mahakam. Sungai Mahakam. Sungai ini adalah sungai terbesar di Provinsi Kalimantan timur yang juga tidak ada hubungan sama sekali dengan Farah, Bandung, Palembang- sebagai ibu kota Sumatera Selatan, Sungai Mahakam dan mahakamagung.

Sebelum saya mengaktifkan YM!, ada rasa sedikit takut. Bukan takut dengan seseorang dibalik ID tersebut yang bisa saja berniat buruk, tapi saya takut bisa jadi ID itu adalah sarang virus paling ganas. I hate thread so far. Tapi demi memuaskan rasa penasaran, saya coba meng-add ID mahakamagung@yahoo.com. Ternyata tidak valid. Saya makin penasaran. ID tersebut saya kombinasikan lagi dengan angka, titik, strip dan underscores. Hasilnya tetap tidak valid. I quit. Farah Queen tidak pernah punya ID mahakamagung!

Kata orang. Tidak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan di dunia ini. Angin jatuhpun Tuhan tau. Tapi, dalam sebuah buku tentang istikharah yang saya pernah baca, untuk seorang manusia biasa, tidak selamanya mimpi itu berarti jawaban dari doa-doa. Hal ini berprinsip bahwa mimpi yang di titahkan langsung oleh pencipta terhadap manusia hanyalah untuk seseorang yang suci seperti Nabi. Contohnya saja mimpi Nabi Ibrahim menyembelih ismail, atau Nabi Yusuf yang bermimpi melihat bintang. Pantaskah kita sebagai manusia biasa diberi mimpi selayaknya para Nabi dan Rasul? Wallahualam

Tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Saya percaya itu. Siapa tahu nantinya saya bekerja pada pabrik industri mahakamagung atau saya sendiri yang memimpin perusahaan tersebut.
Hehehe...You'll never know :D More...

Author: Ummul Khairi
•Tuesday, February 07, 2012

The Seven Shadow ini dari teman saya, Sam. Award ini diberikan pada 7 sahabat blog terbaik yang selalu memberikan apresiasi support. Sebenarnya award ini sudah diberikan Januari lalu tapi berhubung saya masih hiatus, akhirnya baru sekarang terealisasi. Saya punya satu rahasia! Ketika memutuskan untuk kembali ke rumah, salah satu alasannya adalah award ini. Melihat komentar Sam dan Nick yang begitu manis, saya tergerak untuk membersihkan sarang laba-laba yang sudah membatik dimana-mana. Nah, Sam dan Nick, mari minum teh bersama di rumah ala kadarnya ini. Terima kasih telah menjadi teman terbaik meski dalam sekat maya :)
Juga, teman-teman semua, saudara blogger dimanapun berada. More...

Author: Ummul Khairi
•Friday, January 20, 2012

" Kak Ai, hewan punya agama?"
"Hm, tumben adek nanya gitu"
"Pingin tau aja. Kalau kita lebaran, hewan tau gak?"
"Udah tidur terus, besok harus bangun pagi."

Semalam adik saya bertanya demikian. Menggelikan memang. Sekaligus membuat saya bertanya-tanya. Bukan jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Tapi mengapa adik perempuan saya bisa bertanya seperti itu. Kadang, pertanyaan-pertanyaan outstanding seperti itu sering diajukan oleh anak-anak. Seperti pertanyaan klasik yang satu ini. Dari mana datangnya adik bayi? Nah, jika kalian diberi pertanyaan seperti itu, bagaimana menjawabnya? Umumnya orang dewasa terlalu "berpikir keras" untuk memberikan jawaban yang tepat. Pertanyaan yang sama juga pernah ditanyakan oleh adik saya kepada mama. Saking tidak tau apa yang harus dijawab, pertanyaan itu dijawab sekedarnya saja oleh mama.

"Adek dikasih oleh Allah" adik saya masih penasaran,
"Jadi, Allah kasihnya dari langit? Jatuh dong nanti."
Da, sering kali rasa penasarannya harus usai secara terpaksa dengan mengalihkannya pada hal lain. Oh ya, adik saya juga pernah bertanya seperti ini
"Kak Ai, masa orang gede masih pakai pempers?" Saya yang sok pintar ini pun berdalih,
"Nanti waktu gede adek tau sendiri" percakapan selesai.

Mengenai pertanyaan, hewan punya agama atau tidak, tidak pernah saya tanyakan pada siapapun. Jangankan bertanya. Timbul pertanyaan seperti itupun tidak pernah. Untuk saya, seorang yang memiliki agama, pasti percaya dengan agama yang saya anut. Apapun agamanya (samawi), semua yang beragama pasti yakin ada kekuatan besar yang mengatur dunia beserta isinya. Bahkan satu lembar daun yang jatuhpun Tuhan tau, apalagi hewan. Apapun yang Diciptakan telah dijamin keberadaannya, eksistensi, juga rizkinya.

Sejatinya, seluruh manusia yakin akan keberadaan Tuhan. Hanya saja agamanya berbeda-beda sesuai keyakinan. Agama harus ada karena didalamnya terdapat aturan-aturan yang harus dipahami. Kebaikan mana yang harus didapatkan dan keburukan mana yang harus dijauhi. Jika seorang manusia telah memilih agamanya, pastinya manusia tersebut meiliki akal. Dan, akal inilah yang tidak ada pada hewan. Dan hal itu pula yang membedakan manusia dan hewan. Hewan hanya diberi naluri kehewanan. Seperti makan-minum, memakan-dimakan, melawan-mempertahankan, berkembang biak, berkelompok dan lain sebagainya. Jadi, kemampuan berpikir untuk terikat pada aturan agama itu tidak dititahkan Tuhan pada hewan. Sekali lagi, ini menurut keyakian saya sebagai makhluk beragama dan meyakini Al-Quran dan Hadits sebagai pedomannya.

Nah, dalam Al-Quran, ada beberapa hewan yang secara special disebutkan didalamnya. Seperti lebah, semut, laba-laba, dll. Allah ingin menunjukkan bahwa dari hewanpun manusia bisa belajar banyak. Lebah misalnya. Manusia bisa belajar dari lebah untuk lebih bermanfaat bagi orang lain. Manusia bisa belajar dari semut yang bisa bekerjasama bahu membahu. Juga belajar dari jaring laba-laba yang rapuh, jangan sampai manusia keluar dari orbitnya Allah. Jika manusia itu memiliki kesempurnaan akal, lalu mengapa harus belajar lagi pada hewan? Hm, ternyata banyak manusia yang belum memanfaatkan kesempurnaan akalnya. Bahkan akalnya jauh lebih rendah dari hewan. Wallahualam.

Dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, dan bahtera yang berlayar di lautan untuk kemaslahatan manusia, dan air yang dikirimkan Tuhan dari langit - yang dengannya dihidupkanNya bumi sesudah mati (kering) dan disebarkanNya berbagai jenis mahluk - dan angin serta awan yang bergerak dengan patuhnya ke berbagai arah di antara langit dan bumi; sungguh terdapat tanda-tanda bagi mereka yang menggunakan akalnya. (Al-Baqarah: 164)

Ternyata, kita bisa belajar dari apa saja ya... More...

Author: Ummul Khairi
•Saturday, January 14, 2012

Sebagian orang, ada yang percaya karma dan tidak. Saya termasuk orang yang tidak mempercayainya. Namun saya percaya, bahwa satu hal yang saya lakukan hari ini akan berdampak di kemudian hari. Terlepas dampak itu positif atau negatif. Dalam keyakinan yang saya anut juga mengatakan hal serupa. Bahwa setiap sikap, tutur kata, kemunafikan, kesombongan akan dibalas walau seberat zarrah (atom) pun. Sila buka Az-Zalzalah: 7-8.

Merujuk pada teori Butterfly Effect atau Efek Kupu-Kupu yang menyatakan bahwa Efek tersebut merupakan sistem yang ketergantungannya sangat peka terhadap kondisi awal. Hanya sedikit perubahan pada kondisi awal, dapat mengubah secara drastis kelakuan sistem pada jangka panjang. Seorang berkebangsaan Amerika menyelesaikan 12 persamaan diferensial non-linear dengan bantuan komputer. Pada awalnya dia mencetak hasil perhitungannya di atas sehelai kertas dengan format enam angka di belakang koma (...,506127). Kemudian, untuk menghemat waktu dan kertas, ia memasukkan hanya tiga angka di belakang koma (...,506) dan cetakan berikutnya diulangi pada kertas sama yang sudah berisi hasil cetakan tadi. Sejam kemudian, ia dikagetkan dengan hasil yang sangat berbeda dengan yang diharapkan. Lelaki yang bernama Edward Norton Lorenz berlatar belakang Matematika dan Meterologi ini mendapatkan hasil seperti ini.

Tadinya saya pikir Lorenz melambangkan kupu-kupu dalam teorinya karena kecintaannya pada makhluk bersayap dua ini. Ternyata jika dilihat lebih lanjut, hasil perhitungan yang ia cetak dalam grafik tersebut mirip dengan kupu-kupu. Entahlah. Saya tidak tau persis. Tapi jika dilihat lebih detil lagi, setiap titik-titik yang membentuk 2 kepakan sayap tersebut seperti membentuk 2 ruas lingkaran yang pada setiap titik berada pada titik yang serupa dalam jarak yang berbeda. Seperti kita berada di sebuah waktu A1 dan akan kembali pada waktu A2 pada jarak A2-A1. Mungkin Butterfly Effect ini juga bisa menjadi acuan pada kondisi Deja-Vu. Ada yang tertarik menganalisanya?

Dalam buku The Secret juga mengatakan bahwa apa yang kita pikir dan rasa, frekuensi dan gelombang pikiran dan rasa tersebut akan melibatkan alam semesta dan alam semesta akan bereaksi balik pada frekuensi dan gelombang yang kita kirim. Sebagai contoh, jika kita memikirkan sesuatu yang membuat marah maka kita akan marah. Karena alam bereaksi terhadap gelombang pikiran tersebut. Sebaliknya, jika kita berpikir positif, maka keadaan akan berlaku positif. Ada baiknya pula mengimbangi bacaan kita dengan Quantum Ikhlas dan Law of Attractionnya milik Erbe Sentanu.

Saya ingin mengatakan seperti ini. Mungkin hidup kita sekarang diibaratkan seperti ratusan angka dibelakang koma. Kita bahkan nyaris tidak peduli. Karena angka-angka tersebut akan berdampak dalam jangka waktu yang panjang. Tidak sekarang, tidak nanti tapi esok. Suatu hari. Pasti! Jadi, tidak ada alasan untuk menunda sebuah kebaikan dan capaian, sekalipun dalam sebuah kertas.

*Dan kawan, ternyata menulis itu juga angka-angka dibelakang koma. Kita tidak tau efeknya hari ini, tapi nanti. Pasti!
More...

Author: Ummul Khairi
•Saturday, January 14, 2012

Berbicara topik ini membuat saya ketar-ketir duluan. Bukan karena tidak suka membahasnya, tapi lebih karena tidak pantas saja. Walau akhirnya harus setuju dengan sebuah wejangan yang pernah saya terima 2 tahun lalu. Saya pikir cukup pantas untuk dinikmati bersama. Terutama, asupan untuk diri sendiri yang harus percaya dengan Sang Maha Pengatur.

Suatu ketika pertemuan kami secara tak sengaja di mushala kampus. Ternyata pertemuan yang tak disangka itu membawa keberkahan tersendiri. Sembari memberi buku "Rindu Tiada Akhir" yang sangat ingin saya pinjam darinya, kami berbicara sejenak. Melepas rindu di Rumah Tuhan hingga menjelang petang. Menanyakan kabar serta kesibukan. Mendengar tausiah-tausiahnya yang sederhana, berdiskusi tentang banyak hal, hingga kapan akan menikah.

Pertanyaan yang salah untuk ditanyakan pada wanita berumur 26 keatas. Seperti disentil dari ujung yang paling dalam. Namun jawabannya selalu mencerahkan. Tidak pernah ada guyonan balik untuk menjatuhkan. She is sharp as ever!

Ia menceritakan tentang sahabat-sahabatnya yang sudah menikah, yang juga saya kenal baik. Tentang salah seorang diantara mereka yang menikah dengan teman masa kecil. Ada pula sahabatnya yang menikah pada pertemuan ke-5. Dan satunya lagi yang tinggal menghitung hari pernikahannya. Semuanya berbeda. Sama seperti Tuhan memberikan jodoh pada tiap manusia. Dengan jalan yang tidak pernah disangka. Beberapa diantaranya masih ada yang ditangguhkan jodohnya. Bukan karena Tuhan tidak ingin memberinya segera, namun saat ini kita ditempa sebagaimana calon suami atau istri kita kelak. Dia bisa jadi seseorang di ujung sana atau malah sangat dekat dengan kita. Dekat fisik. Hati berjauhan. Tapi pada saat yang bersaaman, dia juga diberikan masalah yang sama beratnya seperti kita yang akan menjadi calon suami atau istrinya. Jadi benarlah lagi kalam Allah, wanita yang baik untuk lelaki yang baik, wanita yang keji untuk lelaki yang keji. Secara lebih luas dapat diartikan, lelaki dan wanita yang akan berjodoh, akan setara tempaan juga cobaannya. Jika dalam beberapa hal tidak seperti yang telah disebutkan, maka hal itu merupakan cobaan yang InsyAllah ada hikmah besar didalamnya.

Lalu, saya bertanya lagi. Bagaimana meyakinkan diri bahwa dialah suami atau istri yang tepat untuk kita? Wanita berkaca mata dihadapan saya tersenyum sempurna. Ada gurat kepuasan di raut wajahnya sampai ia mengatakan satu hal, "Ibadah".

Menentukan dia adalah yang terbaik bukan perkara mudah. Karena ini adalah pilihan yang akan jatuh sekali seumur hidup. Satu untuk selamanya. Jika ibadah seseorang belum baik, maka jangan harap hati memberi petunjuk yang baik pula. Hal ini juga bisa diterapkan jika ada 1 dari sekian pilihan untuk pasangan hidup. Hati tetap akan memilih 1. Tidak lebih. Untuk itu, hati tidak boleh condong pada satu hal. Hati harus bersikap adil. Menakar baik buruk bukan perkara satu dua malam, bukan?

Saya mengangguk paham. Pada akhir diskusi kami, ia menutup dengan beberapa kalimat yang tak kalah berpengaruh. Biarlah Allah yang mengatur segalanya. Karena Allah yang akan bermain dan mengatur peraturan permainannya. Manusia tidak perlu repot-repot. Hanya BERUSAHA mengikuti aturan permainan tersebut. Allah telah mengatur perjumpaan seseorang dengan seseorang pada tanggal, waktu, menit, detik dan semuanya tak pernah meleset dari apa yang telah digariskanNya. More...

Author: Ummul Khairi
•Sunday, January 01, 2012

It's a New Year's Day. Hari ini tepat di awal tahun 2012. Jika runut kebelakang sejenak, ada beberapa hal yang menjadi prioritas, keinginan dan sesuatu yang terjadi tanpa terlintas pikir. Dan, kenyataannya adalah sesuatu yang diluar prediksi lebih banyak mengisi ruang hidup. Kenapa ya? Saya juga tidak mengerti. Kadang ketika menginginkan sesuatu, saya mati-matian ingin mencapainya. Jika keinginan itu berupa properti dan membutuhkan dana lebih, saya menabung. Bahkan sempat saya jadikan target berapa nominal perhari yang harus dikumpulkan agar properti itu berada di genggaman. Namun keadaan berkata lain. Dana itu terpakai untuk hal yang lebih urgent kadarnya. Lain lagi dengan prioritas utama saat ini. Kuliah dan Tugas Akhir. Saya menambah beberapa mata kuliah yang ingin diperbaiki. Padahal kadarnya tidak terlalu urgent. Artinya kadar nilai yang ada sudah memenuhi kecukupan untuk lulus, tapi hanya karena ingin menjadi lebih baik, akhirnya harus berubah haluan. Switch to plan B. Ujung-ujungnya, Tugas Akhir menjadi nomor kesekian untuk dibereskan. Huf!

Nah, bagian ini yang saya tidak pernah mengerti. Hadirnya orang-orang yang mengisi hidup sepanjang 2011. Berbagai konflik, permasalahan yang meruncing, keputusan, bahkan cinta. Ternyata, semua terjadi bukan tidak punya alasan. Seperti lingkaran umpamanya. Sembarang titik dari sebuah lingkaran akan ditempati oleh titik yang sama pula. Singkatnya, apa yang terjadi hari ini adalah akumulasi dari hari kemarin. Baik buruknya sebuah keinginan, bergantung dari apa yang diusahakan dan dipikirkan. Menulis resolusi adalah bagian dari usaha. Setidaknya ada sedikit usaha untuk menggenapkan keinginan dengan mendeskripsikan niat di kepala agar tidak lupa. Jadi, penting sekali itu daftar keinginan.

Kembali pada bagian "Yang saya tidak mengerti". Cinta misalnya. Siapa sih yang bisa memprediksi kapan ia datang dan pergi? Atau "ia" yang mengendap dalam waktu yang lama dan pada akhirnya harus pergi. Atau "ia" yang secara tak wajar telah menggerogoti hati. Atau "ia" yang secara perlahan mengambil setiap hari-hari. Sungguh cinta merupakan satu hal yang absurd di dunia. Pada tiap kasusunya, siapapun, termasuk saya tidak bisa meprediksi bagaimana akhirnya kelak. Sungguh saya bersyukur pada Tuhan Maha Segala. Untuk hadiah berupa hati yang dapat memutuskan dan menyimpan dalam rapat sebuah keabsurdan itu. Cinta.

Pada akhirnya, saya kembali berprinsip bahwa sebesar apapun capaian yang telah disusun matang, tetap Tuhan pula aktor utamanya. Sebuah hal klasik yang selalu kita dengar, manusia boleh berencana, namun Tuhan yang mengatur segala. Saya punya cara tapi Tuhan lebih berkuasa. Lalu satu hal yang menjadi kesimpulannya, bahwa Tuhan selalu menyukai sesuatu yang kecil tapi tetap dikerjakan secara berkala dari pada sesuatu yang besar tapi dikerjakan pada saat-saat tertentu atau sekali seumur hidup.

Meski kuasa Tuhan begitu melangit. Saya tetap akan berusaha di bumi. Menulis bagian yang ingin dicapai pada lembaran harian. Melihat. Tetap terus mengerjakan. Manjalani sisa hidup. Sampai akhirnya kembali membuka lembaran tersebut untuk dicoret sebagai daftar keberhasilan. Ah, tunai sudah semua janji. More...

Author: Ummul Khairi
•Monday, December 12, 2011

Malam ini saya excited. Karena baru saja menemukan "the matter" untuk proyek akhir. Dan, taukah? Saya menemukannya ketika menonton animasi kesukaan, Naruto. Beberapa bulan kebelakang saya sering melakukan banyak hal dalam waktu yang bersamaan. Hasilnya memang tidak sepadan ketika saya melakukan satu hal dengan fokus. Tapi entah kenapa, saya begitu takut membuang waktu, hingga tadi sore saya kembali menemukan "jiwa" itu. Jiwa yang kembali bersemangat untuk melakukan semuanya lagi. Melalui sitenya Marion yang saya dapat secara tidak sengaja, saya ingin sekali menulis ini. Tentang rasa terima kasih yang saya dapatkan selama ini. Tentu saja, Tuhan menempati posisi pertama. Thank's Allah.

Pada setiap senja yang terbenam dengan jingganya, juga awan, hujan, bintang-bintang dan semua goresan alam Allah yang tidak bisa saya sebut satu-persatu.

Teman-teman. Jika mereka tidak ada, saya mungkin tidak bisa "hidup" dengan bahagia.

Tugas Akhir saya. Walau begitu "kejam" terlihat, tapi saya banyak belajar untuk lebih disiplin.
Ayah, ayah dan ayah.
Dia.

Its kind of silly, my motorcycle.
Semua buku-buku yang minta dibaca ulang.

Saya rindu dedek, tapi syukur ada laptop Lab GIS yang sangat setia untuk tidak saya install antivirus sejak februari lalu. Ups!

Semua orang-orang dalam lingkaran hidup. Mereka benar-benar guru terbaik.

Oh my, i can't life without music!
Kalau dipikir-pikir, banyak sekali hal yang patut disyukuri. Dan, kenyataannya, kebahagiaan itu bukan seberapa besar yang kita dapatkan tapi seberapa berartinya kebahagiaan itu walau hanya hal-hal kecil sekalipun. Anyway, semoga "the matter" itu bisa saya develop lagi dan diterima. Amin.

More...

Author: Ummul Khairi
•Friday, December 02, 2011

Saya merasa aneh akhir-akhir ini. Hati mulai tidak tetap pada beberapa pilihan lalu. Seperti memutuskan dan diputuskan. Seperti ada yang hilang. Semua tersekat rapi hanya dalam tempurung kepala sendiri. Beberapa kali melihat orang-orang yang berhasil dengan caranya, seperti ada motivasi sendiri untuk bergerak. Semalaman suntuk berkutat pada hal-hal yang harus saya dapatkan. Namun beberapa menit kemudian semua hilang. Saya beralih dari 'kewajiban' itu. Lalu, keesokan harinya saya berdiskusi dengan orang lain, mendapat jawaban yang berbeda dengan target yang sama, saya kembali terkecoh untuk santai sejenak dari rutinitas dengan target terdekat. Sama halnya ketika saya membaca beberapa artikel di dunia maya, pikiran ini benar-benar tidak pada tempatnya. Kemudian berada di depan layar komputer untuk-seharusnya-bekerja demi 'kewajiban' itu tapi setelah beberapa saat saya sadar bahwa kehilangan konsentrasi membuat saya kehilangan fokus pada kewajiban-kewajiban menumpuk itu.

Seperti ada pribadi ganda yang mengkomandoi untuk lari dari semua dan merelaksasikan kepala, tapi di saat yang sama ada perintah untuk terus berkutat pada rutinitas. Saya bahkan benci jika harus mengibakan diri dengan mengatakan, "Jalani saja". Kenapa setiap manusia selalu punya alasan untuk berdalih pada hal-hal yang selalu merusak konsentrasinya? Kenapa manusia selalu harus punya tenaga ekstra untuk mengalah pada hal-hal yang merusak segala targetnya? Padahal nanti menyesal pula. More...

Author: Ummul Khairi
•Tuesday, November 01, 2011

Benarlah bahwa kita bergerak bukan karena orang lain. Kita bergerak horizontal melalui bagian vertikal yang melekat dekat, kepala. Kita berjalan terhadap waktu karena ideologi. Seseorang tidak bisa di ukur ideologinya berdasarkan lingkungan juga teman. Semua prinsip terbentuk dari apa yang di persaksikan mata ketika meminta jawaban hati. Semua butuh waktu untuk mendefinisikan apa yang harus kita teguhkan. Sampai disini, aku sangat mengerti kenapa siapapun bisa berubah dalam waktu yang relatif singkat. Semua hanya permainan pikiran. Karena pikiran adalah tanduk. Bagian yang harus di hormati sekaligus menjadi bumerang. Sampai saat ini semakin yakin, bahwa aku tak ingin tetap lama disini. Karena rumah yang sesungguhnya harus kudapati. Saat ini, aku hanya ingin sendiri... More...

Author: Ummul Khairi
•Saturday, July 30, 2011


Datar. Tidak ada gelombang. Tidak berundak. Tidak menggebu. Datar saja. Dua puluh menit lalu masih banyak suara, gerak, bualan, caci maki, air pekat hitam dalam cawan-cawan di pinggir jalan, maka semua yang diam disebut datar. Dua puluh detik dari sekarang bersiap pergi. Meninggalkan tenggat waktu. Membungkus dengan sekepal tangan. Memberi jatah pada janji lalu. Untuk Setia pada jarak. Untuk Tidak ingkar pada garis Tuhan. Kemudian satu persatu tubuh-tubuh berjalan. Tanpa disuruh dengan ketiba-tibaan. Semua mengalir. Tanpa percepatan. Meski tetap datar. Meski diam saja…

More...

Author: Ummul Khairi
•Tuesday, July 19, 2011

Hari ini ada pesta rakyat di kampus saya. Pemira. Pemilihan Raya untuk menentukan siapa Presiden Mahasiswa untuk setahun mendatang. Selama kuliah, ini Pemira ke-4 yang saya ikuti. Jauh sebelum mengenal Presiden Mahasiswa itu apa, saya sudah lebih dulu paham apa itu organisasi. Bagaimana kesatuan yang dibangun dalam struktur. Agar nanti jika terburai lakon-lakon di dalamnya, mereka masih punya pegangan untuk kembali mengikat. Ujung-ujungnya akan kembali lagi pada wadah semula, kesatuan.

Organisasi bagi saya cukup urgent. Saya sudah bercokol di dalamnya sejak SMP. Baru merasakan organisasi sebenarnya ketika menginjak bangku SMA. Dimulai dari organisasi rohis, OSIS dan Pemimpin Redaksi tabloid sekolah. Jika mengingat masa itu lagi memang tak pernah lekang. Syukur hingga saat ini saya masih menyimpan jejak-jejak kejayaan dulu dalam bentuk visual maupun tulisan. Masa SMA adalah sebuah batu loncatan. Semua momentum yang saya cari ada disana. Inilah awal ketika saya mengenal beberapa orang yang nantinya berpengaruh dalam hidup hingga hari ini. Diawali dengan sesuatu yang paling sederhana, ukhuwah. Persaudaraan.

Saya pikir Presiden Mahasiswa itu melebihi jabatan rektor. Ia memiliki segalanya. Kawan banyak. Prestasi segudang. IPK di atas rata-rata. Pengalaman organisasi jangan tanya. Intinya Presiden itu memiliki kuasa. Agak takjub pertama sekali memilih presiden yang di usung sebuah lembaga. Kami mahasiswa-mahasiswa baru yang tergabung dalam lembaga kampus itu harus memilih satu nama berikut nomor yang harus di coblos. Ternyata sistem pemilihan presiden kampus sama seperti pemilihan presiden pada pemilu. Bedanya, kami mahasiswa. Pemilu, kita rakyatnya. Apalagi waktu itu saya mahasiswa baru yang masih dungu dan lugu.

Suatu ketika di tahun 2009 saya ditugaskan mengikuti sebuah rapat lembaga. Ternyata pada hari itu rapat tidak jadi dilaksanakan karena suatu kendala. Pada saat yang sama beberapa tim sukses juga sedang mengadakan rapat. Kondisi saat itu minus 3 hari pemilihan presiden kampus. Setiap lembaga yang bernaung pada organisasi maupun ormas A, B maupun C sedang gencar-gencarnya merencanakan strategi. Entah strategi apa itu. Hingga lambat laun saya sadar banyak politik yang bermekaran. Daripada kami mahasiswa-mahasiswa semester awal ini menjadi cecunguk, kami diajak masuk untuk mengikuti rapat sembunyi-sembunyi yang dihadiri beberapa petinggi-petinggi politik kampus.

Saya lebih banyak diam saat itu. Tidak mengerti kenapa begitu banyak selebaran yang bergambar calon A dengan nomor sekian yang di sudut kanan selebaran berisi ajakan untuk memilihnya. Saya sedikit tertawa dengan beberapa kalimat yang salah penulisan EYDnya. Foto hasil copyan calon yang di usungpun agak sedikit nyentrik-jika bisa dikata berlebihan. Beberapa mata tertuju pada saya ketika secara blak-blakan saya ungkapkan beberapa kekeliruan yang maksud hati ingin memberi saran tapi di respon sedikit negatif oleh mereka. Saat itu juga saya sadar telah berada pada ruangan yang salah dan pembicaraan yang belum terlalu saya mengerti.

Sekarang sudah tahun 2011. Sedikit banyak saya sudah tau pergerakan kampus dan menjelang kampanye kepresidenan. Agenda mereka yang mengelu-elukan calonnya begitu banyak dengan serentetan acara hingga debat kendidat. Semuanya dilakukan secara terstruktur hingga tanpa cela. Semua mahasiswa mendapat hak melihat langsung ketika calon-calon mereka naik panggung untuk menyampaikan visi-misi. Sebuah pesta rakyat yag transparan di muka. Meski kami para mahasiswa belum pernah sekalipun bertatapan jauh-jauh hari sebelum calon presiden di usung, tapi tiap tahun saya mendapat puluhan sms untuk memilih calon ini dan itu. Mendekati hari-H, sms makin gencar hingga bernada sedikit memaksa untuk memilih Calon Presiden (Capres) Apel, Melon dan Manggis. Sama seperti Capres yang kebanyakan tak dikenal para mahasiswa, sama juga halnya seperti beberapa teman saya yang terlibat langsung dalam Pemilihan Raya ini. Jika memperhitungkan logika, wajar saja calon yang diusung sebagai Capres tidak pernah terlihat sebelumnya. Mahasiswa dari fakultas tempat belajar sendiri saja jarang terlihat, apalagi mahasiswa dari fakultas lain. Namun, beda halnya dengan teman-teman saya yang sehari-hari sering saya lihat dan kenal pula.

Beberapa teman di sekeliling saya memiliki potensi untuk menjadi orator maupun Tim Sukses (TS). Teknis mereka dipilih beragam. Bisa jadi karena kedekatan dengan suatu lembaga atau organisasi, bisa karena potensi-potensi tadi dan bisa juga karena sering ikut-ikutan. Saya sendiri pernah hampir dilibatkan dalam masalah Pemilihan Raya, namun secara perlahan saya mundur. Bukan karena cacat potensi. Tapi hanya karena satu hal yang sebentar lagi akan saya jabarkan.

Kondisi gencar sms dimulai kira-kira seminggu sebelum hari-H Pemira. Berbagai sms "iklan" untuk mendukung dan menycoblos calon bernama "Melon" saya dapatkan hampir setiap hari dengan waktu tak pasti. Hingga tengah malampun sms masih berdatangan. Syukur saya menganut ilmu vampir. Produktif di malam hari :D Jadi tidak terlalu mengganggu, juga tidak pernah sebarispun digubris. Hari yang dinanti tiba. Saatnya Pemira. Semua yang masih terdaftar sebagai Mahasiswa Unsyiah berhak mendapatkan hak pilih. Seperti hari ini. Pagi tadi seluruh komponen maupun petinggi yang kelak menduduki sebagai pengurus Pemerintahan Mahasiswa nanti berkumpul di titik-titik yang berbeda dan tentu saja sudah di organisir serapi mungkin. Kampus pagi tadi, dan pagi-pagi pada Pemira tahun-tahun lalu, seperti sunyi. Seperti ada banyak rahasia dalam mulut-mulut. Rahasia-rahasia tersembunyi itu tidak akan dimuntahkan sekarang. Tapi nanti ketika mereka sudah punya kursi. Ketika nama-nama mereka tercatat dalam dokumen asli.

Sekitar pukul 10 selepas berkutat dengan rumus-rumus rotasi dan partikel, saya menggunakan hak sebagai mahasiswa. Setelah mencoblos saya langsung ke mushala depan kampus untuk Dhuha. Tanpa ba-bi-bu seseorang menyapa saya dengan,

"Eh, udah nyoblos?". Saya berkilah,
"Hmm, belum"

Raut mukanya berubah masam. Rasanya ingin sekali menjawab lagi "Ini mushala. Mengapa tak tanya sudah Dhuha, apa kabar atau sudah sarapan belum?". Maaf kawan. Saya sengaja berbohong untuk melihat reaksimu. Untuk membuktikan apa yang selama ini saya yakini benar. Menolak mundur untuk turut terlibat teknis langsung dalam Pemilihan Raya.

Semalam Abaty sms seperti ini " Esok kita menikmati pesta demokrasi mahasiswa. Pastikan esok kita berpartisipasi dalam Pemira dan jangan lupa bawa kartu pengenal untuk menyoblos. Kakak yakin kalian tau siapa yang akan kalian pilih. Semoga Allah membersamai kita ". Bahasa yang halus, singkat, jelas dan tanpa paksaan. Lalu, kenapa juga kawan-kawan saya yang berkecimpung langsung dalam Pemira harus sms seperti ini "Diintruksikan kepada seluruh jajaran bla...bla...untuk dapat mencoblos dari pukul 8 -9 pagi. Jangan lupa pilih "Melon" dengan nomor "3443". Jika sudah selesai mencoblos segera hubungi saya". Bahasa yang sangat memaksa dan kental unsur politik.

Saya dan Abaty cukup dekat. Setiap minggu kami bertemu untuk saling bertukar ilmu, mengingatkan satu sama lain, merekonstruksi ibadah yang sedikit melemah dan banyak hal lain. Sebuah struktur yang rapi dalam kelompok kecil untuk selalu memperbaiki diri. Kawan-kawan saya yang berlabel organisasi atau lembaga A, B maupun C, hanya sesekali bertemu, jarang komunikasi maupun interaksi juga jarang berada di kampus. Seperti mereka hanya mengenal mahasiswa ketika Pemira tiba. Seketika menjadi syahdu dengan tausyiah melalui sms. Seketika menjadi yang terdepan jika memilih "Melon". Seketika menjadi demikian akrab dengan junior-junior di kampus. Menunggui gerbang kampus untuk sekedar bertanya "dek, udah nyoblos?". Lupakah mereka sapaan umat islam "Assalamualaikum" atau sekedar bertanya "Apa kabar?". Seketika menjadi baik mentraktir beberapa orang yang sedikit "bebal mencoblos" untuk di antar ke depan kotak TPS. Seketika begitu banyak pesan singkat yang masuk dan deringan telepon untuk -lagi-lagi- mengingatkan orang-orang "udah nyoblos belum?" bukan diingatkan "nanti jangan lupa sarapan ya". Mukanya berseri hari itu. Cuma sehari itu saja untuk selanjutnya meninggalkan semua keadaan yang sudah terlanjur terjadi. Besok sudah bisa dipastikan tidak ada satupun batang hidung mereka, teman-teman saya penyelenggara Pemira. Ternyata rasa manis sehari hanya untuk Pemira. Beginikah interaksi itu dibentuk?

Saya dibesarkan dalam struktur organisasi maupun lembaga yang disusun rapi. Dalam sebuah organisasi yang padat makna. Saya tak akan berani menerima jabatan ini-itu jika satu senti pun tak tau makna mengapa harus melakukan tugas dari jabatan tersebut. Apa yang menjadi lakon dalam hidup, disitulah semua gerak. Disitulah semua berproses. Bukan hasil yang menjadi tujuan utama, tapi sekali lagi, proses untuk berkembang menjadi yang lebih baik. Tak mudah memang. Karena kepayahan itulah yang dinilai Sang Maha Kuasa. Kepayahan mengeluarkan pendapat kala ide berada di minoritas penerimaan, bersitegang dengan kepala-kepala yang tak sepaham, pintar-pintar mengelola manajemen waktu, dan terus bertemu dengan karakter berbeda dari tiap generasi. Nanti semuanya akan di akumulasikan melalui gerak untuk berbuat. Paham dengan apa yang dijalani. Semuanya hanya untuk memperkuat ukhuwah. Persaudaraan. Tak-tik apa yang menyebabkan Kafir Quraisy menang melawan Islam pada masa setelah wafatnya Rasulullah? Bukan karena harta, tahta, jabatan, maupun wanita. Tapi karena jalinan ukhuwah yang sudah terburai kemana-kemana. Interaksi dan komunikasi yang dibangun setengah-setengah. Itulah mengapa saat ini terlalu banyak kubu yang kita jumpai. Terlalu banyak kepala-kepala yang beranggapan kelompoknyalah yang paling benar. Kelompoknyalah yang seharusnya menang. Kelompoknyalah yang pantas berkuasa.

Kawan, hidup bukan persoalan kalah-menang. Hidup bukan seumpama piala yang selalu di elu-elukan. Hidup juga bukan 5+5 sama dengan 10. Hidup adalah proses mencari hingga menemukan. Kemudian berproses lagi. Begitu seterusnya. Ketika berproses juga tidak bisa sendiri. Kita butuh pegangan. Butuh sandaran. Butuh pedoman. Adalah mereka, orang-orang di sekitar kita yang tidak datang sehari maupun kemarin. Karena sesuatu yang instan maka juga pergi dengan instan. Dialah ukhuwah. Persaudaraan kuat yang akan selalu mengingatkan ketika kita lupa lakon hidup sebagai makhluk lemah. Sudah dari semalam badan saya seperti remuk-remuk. Baby oil pun tak mempan. Agaknya saya perlu istirahat lebih awal dan meninggalkan sejenak dunia "vampire" :D

nb: Bagian terakhir tidak terlalu penting. Hanya untuk menambah keorisinilan tulisan dan keadaan saja. More...