Author: Ummul Khairi
•Wednesday, January 09, 2013

Salam..
Tempo hari saya berjalan di sebuah jalan yang cukup lebar. Tidak terlalu banyak kendaraan yang lewat, meski cukup bising. Mata saya tertuju pada sebuah rumah sederhana. Tamannya begitu luas, hingga saya bisa melihat matahari tenggelam kesukaan saya. Disana, semua rumput segar yang berwarna hijau tidak mengganggu jalan setapak menuju taman yang diberi nama 'Rumah Tinggal Selamanya'.

Pikiran saya kembali terbentang pada 3 tahun silam. Ketika saya memutuskan untuk tinggal disini lebih lama. Ternyata waktu begitu cepat berganti hingga 3 tahun itu punya banyak sekali kenangan yang sangat sulit dilupakan. Disini, saya begitu banyak mendapatkan cinta dan rasa. Banyak yang menemani. Banyak yang mengisi. Banyak yang datang. Begitu banyak pula yang pergi. Termasuk saya. Saya memutuskan untuk tidak tinggal disini lebih lama. Apakah terlihat begitu gegabah? mungkin iya jika hanya 'dilihat' tapi rasa tidak seperti yang 'dilihat', karena rasa menggunakan hati untuk 'melihat'.

Saya akan pulang kerumah baru. Untuk selamanya. Sebuah tempat hidup penuh kebahagiaan bersama orang-orang yang saya cintai, selamanya :)


 With Love,     

-Ummul Khairi-
More...

Author: Ummul Khairi
•Sunday, December 30, 2012


Aku tahu, ketika hujan turun ke permukaan bumi, ia akan meminta seluruh janjiku kepada Tuhan. Tentang segala yang harus kuluruskan setelah semua tercerai berkeping-keping dan menunggu untuk menjadi renik. Hujan datang lagi. Ia memohon kepada hati untuk mengambil jalannya, segera atau tidak mengambil tempo lama. Hujan datang lagi. Kukatakan padanya bahwa butuh waktu lama untuk melihat seluruhnya, bukan hanya melihat dari satu sisi tapi juga sekat terkecil. Lalu Hujan datang lagi. Terkadang ia membawa mimpi yang sebenarnya mimpi. Semu. Mimpi yang sama dan akan berulang menyakitkan. Hujan kembali datang. Kukatakan padanya lagi bahwa aku telah bertanya pada Tuhan sepenuh sungguh, benarkah semua jalan ini yang harus kuambil? 

Aku kuyup. Bahkan hujan tak tahu buliran hangat jatuh di pelupuk mata, karena titik-titik hujan menutupi buliran yang terhempas di pipiku yang telah kupendam menahun lamanya dengan egonya. Hujan tak tahu aku menangis sendiri karena ia datang dan pergi sekena hati. Hujan tak tahu aku menangis karena ia tak peduli siapa yang akan kuyup karenanya. Karena aku tahu, ia akan datang sebentar saja lalu pergi. Karena hujan tak pernah menggantikan kehangatan atas dinginnya sebuah ego. Tak akan pernah.

Namun disana, di suatu jarak yang sangat dekat, akan selalu ada rumah yang tak pernah pergi dan selalu ada, meski aku kuyup akan hujan. Rumah yang selalu menjagaku dari derasnya hujan. Rumah tempatku pulang. Rumah yang penuh kehangatan, cinta, kasih sayang dan kepastian. Dan disanalah aku akan tinggal, selamanya..

Nb: Agar ketika hujan datang lagi, semua telah luruh, semua telah selesai dan terbebas dari semua beban. Kadang, kita harus meninggalkan sesuatu, harus mengorbankan sesuatu atau hal yang menjadi ataupun bukan tujuan awal kita, demi kebahagiaan, demi kebaikan.

-Dalam derasnya hujan diluar sana-
More...

Author: Ummul Khairi
•Friday, August 24, 2012

Kemarin siang saya merealisasikan keinginan 21 Juli dan 1 Januari 2012 lalu. Masih seputar buku kok. Kali ini buku Twitografi Asma Nadia. Buku itu merupakan kumpulan Twit Asma Nadia di Twitter pribadinya @asmanadia. Sebagai follower Asma Nadia, saya ikutin terus beberapa komentar pembaca buku tersebut. Sebenarnya ada beberapa bukunya yang lain yang ingin dibeli, tapi nanti dulu. Sering kali jika membeli sebuah buku, saya melihat kadar kebutuhannya. Apakah saya memang butuh buku tersebut atau tidak. Urusan budget nomor dua. Karena budget bisa diusahakan. Melihat komentar pembaca dengan beberapa kelengkapan kategori yang memang saya butuhkan, saya janji pada diri sendiri harus memiliki buku biru itu.

Isinya banyak. Lengkap. Tentunya seputar Twit yang sudah pernah ada di lamannya Asma Nadia. Buku itu mencakup Twit tentang jilbab, busana muslimah, keimanan, cinta, pernikahan, poligami, kepenulisan, parenting, olahraga, diet, traveler, motivasi, kepedulian sosial, dll. Salah satu Twitnya dari buku Sakinah Bersamamu yang paling saya suka adalah:

Jika kau tanya kenapa aku memilihmu...itu karena Allah memberiku cinta yang ditujukan kepadamu
seketika air mata saya tumpah. Teringat kejadian sehari yang lalu.

Bagian yang paling saya suka dari buku ini adalah Parenting. Jika saja seluruh orang tua atau calon orang tua punya bekal parenting yang baik, InsyAllah generasi kedepannya juga ikut baik. Karena satu unit terkecil dalam hidup itu dimulai dari keluarga, ayah dan ibunya. Banyak pasangan muda yang blank dengan konsep parenting, sehingga pendidikan anak jadi trial dan error. Lalu kenapa konsep parenting itu penting? Hingga setiap orang tua atau calon orang tua harus ikut seminar atau trainingnya? Mungkin konsep parenting ini dikenalkan pada saat sekarang. Pada saat zaman sudah canggih. Dulunya, orang tua dari orang tua kita hanya berbekal cara mendidik anak dengan konsep yang diterapkan orang tua mereka juga. Sehingga konsep itulah yang terbawa hingga hari ini. Tidak peduli benar atau salah karena seperti itulah yang diajarkan turun temurun. Syukur kalau apa yang diajarkan itu benar, nah kalau salah? Atau konsep turun temurun itu sudah berbeda dengan zaman sekarang? Itulah mengapa-bagi saya- Parenting itu perlu dan menjadi kebutuhan. Dalam buku tersebut ditulis seperti ini,

Anak-anak punya memori kuat atas apa yang mereka dengar, karena itu jaga komentar kita didepan mereka. Pada masa pertumbuhan awal, orang tua adalah sumber kebenaran bagi anak-anak, baik atau buruk yang kita sampaikan, bagi mereka adalah kebenaran. Apa yang dianggap cantik atau buruk, apa yang dipercaya, benar atau salah, apa yang dianggap memalukan atau membanggakan, semua tergantung ucapan kita di masa pertumbuhannya. Ucapan kita adalah nilai yang ditanamkan pada anak-anak. Jika hal buruk yang kita ucapkan sudah melekat sebagai kebenaran bagi anak-anak, maka akan lebih sulit untuk melupakannya. Mendidik anak bukanlah pekerjaan mudah, namun mendidik anak itu adalah ibadah.

Konsep Parenting (Dalam Buku Rumah Tanpa Jendela):
1. Tugas orang tua membangun impian anak
Terutama ibu, tugas seorang ibu adalah mengajak anak berani memahat mimpi dan memperjuangkannya. Sebagai orang tua harusnya bisa berkaca dan bermuhasabah, bagaimana kita telah mengukir ingatan anak-anak tentang orang tuanya?

2. Menyiapkan anak kalau saja usia orang tua singkat
Impian anak tak harus mati, ketika ayah bunda tak bisa jadi tempat bersandar lagi. Hidup merupakan rangkaian tragedi. Tapi tragedi tak boleh menghentikan mimpi.

3. Menghargai kebersamaan ketika semua masih hidup
Bagaimana seharusnya orang tua ataupun anak memaknai setiap kebersamaan. Bahkan terkadang anak-anak tidak pernah tau apa arti saudara kandung baginya. Kadang kita baru merasa seseorang berharga ketika kehilangan mereka.

4. Bersyukur diberi amanah memiliki anak
Anak adalah anugerah. Terimalah dengan sempurna seorang anak betapapun fisik mereka tak sempurna .

Bahkan ada beberapa kalimat yang tidak pantas diucapkan pada seorang anak, seperti:
"kok temenmu bisa, kamu gak bisa sih? makanya jangan malas, belajar dong!" (mending evaluasi cara belajarnya daripada nuduh!).

"Kalau bandel bunda turunin kamu disini ya!" (padahal gak mungkin diturunin, jadi nanti omongan orang tua tidak dipercaya).

Dan beberapa kalimat lain yang sering kita dengar padahal tak pantas diucapkan. Membaca buku ini membuat saya sadar, betapa banyak konsep yang saya terapkan pada adik saya masih kurang tepat. Betapa masih jauh sekali konsep menjadi orang tua yang baik menjadi bahan kajian yang harus dicermati. Dan betapa saya hanya mengkritisi orang tua saya salah ini dan itu, tidak baik begini dan begitu, padahal menjadi orang tua mempunyai tanggung jawab yang besar karena mengemban amanah yang tak kalah besar. Semoga Allah menjadikan generasi sekarang dan berikutnya menjadi generasi yang mau memperbaiki diri terus menerus. More...

Author: Ummul Khairi
•Sunday, July 08, 2012

Yesterday, love was such an easy game to play...
More...

Author: Ummul Khairi
•Sunday, June 10, 2012

Dulu sekali, sejak saya berkenalan dengannya, ada sesuatu yang dapat saya lihat. Entah karena sebuah bentuk kekaguman atau terpikat. Bagaimanapun cara ia berkisah, cara ia menyampaikan, caranya berjalan, memeluk, caranya memanjakan, membuat ia begitu istimewa. Dalam sebuah Rumah Tuhan ia pernah bercerita. Tentang apa yang ia kejar. Tentang yang sebenarnya dicari. Untuk siapa dan kemana muaranya kelak.

Seorang Wanita yang terpaut usia cukup jauh jaraknya dengan saya. Mungkin orang lain boleh berpendapat bahwa usia bukan faktor utama seseorang disebut dewasa. Bagi saya, usia linier dengan pengalaman. Pengalaman yang menjadi batu-batu loncatan. Sejauh apa ia mempelajari hidupnya, sendiri atau bersama dengan orang lain, sebanyak apa ia bertemu dengan karakter orang berbeda dan bagaimana ia ‘menyentuh’ hati-hati mereka. Dan ia, berhasil menembus hati saya. Hanya ketika ia menatap, saya mampu menangis berlipat-lipat.

Kawan, tahukah kalian bahwa kadang, apa yang menurut kita tak cukup pantas untuk dipertahankan, yang menurut kita keluar dari ‘jalur’ untuk segera diperbaiki, lebih banyak diperankan oleh ego. Dan jika ego lebih banyak dimainkan, maka bersiaplah untuk kecewa.

Siapapun kita, saya, bahkan wanita itu pernah ingin mengubah ‘jalur’ itu dengan dominasi egonya. Merasa ia pantas mengubahnya dengan bekal puing-puing pengalaman hidup. Waktu demi waktu, ‘jalur’ yang ingin ia ubah itu tidak membuahkan hasil. Cenderung stagnan. Bahkan jejaknya pun tak tampak. Ia tidak menyerah. Wanita bermata empat itu melihat lagi kedalam hatinya dengan menambal semua kekurangan. Sampai tiba dimana ia butuh sendiri. Pada posisi vertikal. Ia dan Tuhan. Melihat sekeliling hanya akan menambah beban. Dan kemudian, ia hanya berdua saja. Kembali dengan egonya.

Sebenarnya, apa yang ia kejar? Apa yang ia cari dengan harus mengubah ‘jalur’ itu? Untuk mendapat pujian bahwa ia hebat? Untuk membuktikan bahwa ia bisa menghadapi siapa saja? Pertanyaan dasarnya adalah, kenapa harus manusia yang mengubahnya kalau sebenarnya ada Tangan Tuhan yang lebih menggenggam? Bukankah kita-manusia hanya perantara saja?

Ini aneh. Ketika ia berusaha meregangkan sedikit saja genggamannya atas ‘jalur’ itu, perlahan apa yang diinginkan ia dapatkan. Ia tak berusaha barang sejengkalpun untuk mengubah keadaan lagi. Ia tunduk pada Tangan Tak Tampak. Dengan sendirinya kebaikan yang diharapkan muncul. Lalu, adakah hal lain yang ia kejar jika manis madu itu telah diteguk? Adakah hal yang lebih baik selain Tangan yang telah mengusap lembut tiap sela hatinya?

Kenapa ya? Pada saat hati terlalu memaksa kehendak, justru ia menjauh. Namun, pada saat hati berani melepaskan, menyerahkan seutuhnya pada Tangan Tak Tampak, justru keadaan berubah terbalik. Ia mendekat. Mungkin saat menggenggam terlalu erat, ia berpaling untuk mencari kelapangan. Mungkin juga mencari sesuatu yang dibutuhkan. Karena sering kali kebutuhan tidak berbanding lurus dengan keinginan. Dan, kadang keinginan hati belum tentu lebih baik dari kebutuhan itu sendiri. Dunia kadang memang aneh. Pada akhirnya kebaikan itu akan terus mencari hakikatnya.

More...

Author: Ummul Khairi
•Saturday, March 24, 2012

Male Brain. Buku terbitan gramedia ini didasarkan pada pengalaman klinis Louann Brizendine selama 25 tahun sebagai seorang dokter ahli saraf. Namanya juga Male Brain. Keseluruhan buku ini berisikan sebagian besar pengetahuan tentang otak laki-laki. Saya juga pernah menulis tentang Female Brain disini. Banyak hal menarik dan pengetahun baru dari buku sebanyak 300-an lembar ini. Secara mendasar, perbedaan otak lelaki dan perempuan sangat sering terlalu disederhanakan serta disalahpahami.

Otak lelaki dan perempuan berbeda sejak masa kehamilan. Sel lelaki memiliki kromosom Y dan otak wanita jelas tidak memilikinya. Perbedaan penting mulai terjadi di awal pembentukan otak, ketika gen menetapkan tahapan untuk proses pembentukan DNA lebih lanjut oleh hormon. Delapan minggu usia kehamilan, testikel lelaki mulai menghasilkan testosteron yang cukup banyak untuk merendam otak dan pada dasarnya mengubah strukturnya.

Itulah mengapa perbedaan itu terlihat ketika mereka memcahkan masalah, menghasilkan kata-kata, mengingat , memperhatikan ekspresi wajah, jatuh cinta, mendengarkan tangisan bayi, rasa marah, sedih ataupun takut. Bahkan ketika Brizendine mengatakan ingin membukukan hasil pengalaman klinisnya dalam buku Male Brain ini seorang pasiennya tertawa dan mengatakan “Itu akan menjadi sebuah buku yang tipis! Mungkin lebih menyerupai pampflet”. Well, mungkin itulah mengapa banyak yang mengatakan “Laki-laki itu simple dan wanita itu rumit”. Padahal, dalam kenyataannya, otak lelaki adalah mesin pemecah masalah yang efisien. Setuju?

Ada beberapa hal yang dibahas dalam buku ini. Mulai dari otak anak laki-laki, otak remaja, otak perkawinan ; cinta dan nafsu, otak dibawah pinggang, otak sang ayah, kehidupan emosional laki-laki hingga otak laki-laki yang telah matang.

Otak anak laki-laki
Para peneliti telah menemukan bahwa anak laki-laki dan perempuan lebih memilih mainan dari jenis kelamin mereka sendiri, tetapi anak perempuan akan bermain dengan mainan anak laki-laki, sementara anak laki-laki di usia 4 tahun, menolak mainan anak perempuan bahkan mainan dengan “warna perempuan” seperti pink contohnya. Dulu sewaktu adik perempuan saya masih kecil dan melihat mobil-mobilan adik lelaki saya nganggur, ia langsung mengambil kain gendongan dan membuat mobil itu seolah-olah seperti bayi dan ia adalah ibunya.

Otak remaja
Antara usia 9-15 tahun, sirkuit otak laki-laki dengan miliaran neuron dan ribuan juta sambungan “mulai hidup” ketika tingkat testosteronnya meningkat hingga 20 kali lipat. Apabila testosteronnya adalah air, seorang anak laki-laki usia 9 tahun mendapat testosteron setara dengan 1 cangkir air sehari. Tetapi di usia 15 tahun, hal itu setara dengan 2 galon air perhari. So, testosteron secara biologis menjadikan semua pikiran dan perilaku yang muncul dari otaknya menjadi bersifat maskulin. Laki-laki juga memiliki pemroses yang lebih besar di inti bidang otak yang paling primitif yang menyalakan rasa takut dan memicu agresi protektif yaitu amigdala. Inilah mengapa sejumlah laki-laki akan berjuang sampai mati untuk mempertahankan orang yang mereka cintai. Terlebih lagi, ketika berhadapan dengan kesedihan emosional pasangannya, bidang otak untuk pemecahan masalah dan memperbaiki situasi yang dimiliki laki-laki akan langsung berpijar.

Otak perkawinan ; cinta dan nafsu
Laki-laki memilki ruang otak 2 ½ kali lebih luas yang ditujukan untuk hasrat seksual didalam hipotalamus mereka. Pemikiran tentang ituu selalu berkedip-kedip dibagian belakang korteks visual lelaki, sepanjang pagi dan malam hari. Ini riset lhoo. Intinya, bagi otak laki-laki, kemampuan untuk mendapat pasangan berarti membuat DNA dan gennya memasuki generasi selanjutnya. Walaupun tidak secara sadar memikirkan hal ini, secara naluriah ia ingin mendapatkan keturunan yang banyak. Nah, ini penting juga untuk diketahui. Bedanya, otak perempuan mencoba untuk melihat apakah seorang laki-laki memiliki sesuatu yang diperlukan untuk menjadi pelindung dan pencari nafkah yang baik. Peneliti mendapati hal ini benar, apapun tingkat pendidikan ataupun kemandirian finansialnya. So, jangan menganggap cewek itu matre ya, karena kebutuhan finansial itu salah satu penentu keberlangsungan hidup.

Otak dibawah pinggang
Sepertinya saya tidak perlu menjelaskan hal ini terlalu rinci :D
Sebelum bermain-main dengan ‘otak dibawah pinggang’ ini, ada baiknya baca tentang ini sebagai persiapan menikah kelak.

Otak sang ayah
Seorang ayah tidak tercipta dengan sendirinya. Para ilmuwan mengetahui bahwa otak laki-laki berubah ketika kehamilan pasangannya semakin membesar. Ayah biasanya tidak ngidam mangga, ice cream atau terjaga dengan rasa mual setiap pagi seperti yang dialami ibu rata-rata. Tetapi mereka pun memilki perubahan emosi, fisik dan hormonal yang selaras dengan kehamilan pasangan mereka. Dua perubahan hormon besar saat menjadi calon ayah: testosteron menurun dan prolaktin meningkat. Alam telah membentuk ikatan biologis yang tak terpatahkan antara orang tua dan anak. Tapi biasanya seorang ayah merasa cemburu terhadap bayi laki-lakinya karena si bayi lelaki selalu ingin ibunya dan tampak si ibu juga memilih bayinya dari pada suaminya. Bagi para ayah, sulit menyesuaikan dasar biologis ikatan cinta antara ibu dan bayi. Begitu pula sebaliknya, Ketika anak perempuan memilki hubungan yang erat dengan ayahnya, hal ini menetapkan tahapan untuk membina hubungan yang lebih baik bersama laki-laki dalam hidupnya. Pantas saya merasa sering tak akur dengan mama. Bagi saya otak wanita terlalu rumit untuk disederhanakan.

Kehidupan emosional laki-laki
Keluhan klasik yang sering kita dengar: lelaki menganggap perempuan terlalu emosional dan perempuan menganggap laki-laki tidak cukup emosional. Kalau berbicara emosi tidak perlu jauh-jauh. Wajah dingin dan datarnya lelaki adalah salah satu alasan yang membuat perempuan cenderung berpikir, “mereka tertantang secara emosional”. Tetapi dalam penelitian ini, lelaki secara otomatis menyimpan perasaan mereka untuk diri mereka. Satu saran untuk kaum adam. Wanita selalu menyimpulkan wajah datar kalian dengan rasa kesal, marah ataupun tidak menghargai meski sebenarnya kalian tidak bermaksud seperti itu. Untuk itu, jika kalian merasa kesal, marah atau apapun sebaiknya katakan saja atau setidaknya tunjukan wajah asli emosi itu ya.

Otak laki-laki yang telah matang
Otak lelaki yang sudah matang menjadi semakin menyerupai otak perempuan dewasa secara hormonal. Kira-kira umur 50-60 tahun mereka menjadi lebih baik, dewasa dan lembut. Nah, bagaimana dengan otak seorang kakek? Tentunya bahan bakar yang menjalankan sirkuit otak lelaki juga berubah. Lebih banyak menggunakan oksitosin dan estrogen dan tidak terlalu banyak vasopressin dan testosteron. Laki-laki juga mengalami karir yang menurun dan mencari proyek baru yang menarik untuk membuat mereka tetap sibuk dan “terlibat”, atau setidaknya sebagai pengamat. Mungkin itulah kenapa orang yang sudah lanjut usia senang mengobrol lama. Dan, ikatan seorang lelaki dengan cucunya bergantung pada hubungannya dengan anaknya yang sudah dewasa.

Budaya dan cara kita mengajari otak untuk berperilaku memainkan peran besar dalam membentuk otak kita. Bila seorang anak laki-laki dibesarkan untuk "menjadi seorang laki-laki", lalu ketika dia dewasa -alur dan sirkuit otaknya- yang telah dipengaruhi seperti itu, semakin dibentuk untuk menjadi lelaki dewasa. Well, mungkin tidak semua otak lelaki bisa digambarkan secara singkat seperti diatas. Tulisan ini sebagai pengetahuan untuk saling memahami dan menyederhanakan jiwa yang kompleks, seperti lelaki dan wanita. More...

Author: Ummul Khairi
•Sunday, January 22, 2012

Saya sering membicarakan tentangmu bersama Tuhan, mendiskusikanmu, merencanakan sesuatu, dan menebak sesuatu. Tuhan selalu memberikan jawabannya, tapi Dia terlalu romantis dan suka memberi kejutan. Saya hanya berharap Tuhan secara diam-diam mengatakan kepadamu tentang apa yang sering saya dan Tuhan bicarakan.
More...

Author: Ummul Khairi
•Saturday, January 14, 2012

Berbicara topik ini membuat saya ketar-ketir duluan. Bukan karena tidak suka membahasnya, tapi lebih karena tidak pantas saja. Walau akhirnya harus setuju dengan sebuah wejangan yang pernah saya terima 2 tahun lalu. Saya pikir cukup pantas untuk dinikmati bersama. Terutama, asupan untuk diri sendiri yang harus percaya dengan Sang Maha Pengatur.

Suatu ketika pertemuan kami secara tak sengaja di mushala kampus. Ternyata pertemuan yang tak disangka itu membawa keberkahan tersendiri. Sembari memberi buku "Rindu Tiada Akhir" yang sangat ingin saya pinjam darinya, kami berbicara sejenak. Melepas rindu di Rumah Tuhan hingga menjelang petang. Menanyakan kabar serta kesibukan. Mendengar tausiah-tausiahnya yang sederhana, berdiskusi tentang banyak hal, hingga kapan akan menikah.

Pertanyaan yang salah untuk ditanyakan pada wanita berumur 26 keatas. Seperti disentil dari ujung yang paling dalam. Namun jawabannya selalu mencerahkan. Tidak pernah ada guyonan balik untuk menjatuhkan. She is sharp as ever!

Ia menceritakan tentang sahabat-sahabatnya yang sudah menikah, yang juga saya kenal baik. Tentang salah seorang diantara mereka yang menikah dengan teman masa kecil. Ada pula sahabatnya yang menikah pada pertemuan ke-5. Dan satunya lagi yang tinggal menghitung hari pernikahannya. Semuanya berbeda. Sama seperti Tuhan memberikan jodoh pada tiap manusia. Dengan jalan yang tidak pernah disangka. Beberapa diantaranya masih ada yang ditangguhkan jodohnya. Bukan karena Tuhan tidak ingin memberinya segera, namun saat ini kita ditempa sebagaimana calon suami atau istri kita kelak. Dia bisa jadi seseorang di ujung sana atau malah sangat dekat dengan kita. Dekat fisik. Hati berjauhan. Tapi pada saat yang bersaaman, dia juga diberikan masalah yang sama beratnya seperti kita yang akan menjadi calon suami atau istrinya. Jadi benarlah lagi kalam Allah, wanita yang baik untuk lelaki yang baik, wanita yang keji untuk lelaki yang keji. Secara lebih luas dapat diartikan, lelaki dan wanita yang akan berjodoh, akan setara tempaan juga cobaannya. Jika dalam beberapa hal tidak seperti yang telah disebutkan, maka hal itu merupakan cobaan yang InsyAllah ada hikmah besar didalamnya.

Lalu, saya bertanya lagi. Bagaimana meyakinkan diri bahwa dialah suami atau istri yang tepat untuk kita? Wanita berkaca mata dihadapan saya tersenyum sempurna. Ada gurat kepuasan di raut wajahnya sampai ia mengatakan satu hal, "Ibadah".

Menentukan dia adalah yang terbaik bukan perkara mudah. Karena ini adalah pilihan yang akan jatuh sekali seumur hidup. Satu untuk selamanya. Jika ibadah seseorang belum baik, maka jangan harap hati memberi petunjuk yang baik pula. Hal ini juga bisa diterapkan jika ada 1 dari sekian pilihan untuk pasangan hidup. Hati tetap akan memilih 1. Tidak lebih. Untuk itu, hati tidak boleh condong pada satu hal. Hati harus bersikap adil. Menakar baik buruk bukan perkara satu dua malam, bukan?

Saya mengangguk paham. Pada akhir diskusi kami, ia menutup dengan beberapa kalimat yang tak kalah berpengaruh. Biarlah Allah yang mengatur segalanya. Karena Allah yang akan bermain dan mengatur peraturan permainannya. Manusia tidak perlu repot-repot. Hanya BERUSAHA mengikuti aturan permainan tersebut. Allah telah mengatur perjumpaan seseorang dengan seseorang pada tanggal, waktu, menit, detik dan semuanya tak pernah meleset dari apa yang telah digariskanNya. More...

Author: Ummul Khairi
•Monday, December 12, 2011

Malam ini saya excited. Karena baru saja menemukan "the matter" untuk proyek akhir. Dan, taukah? Saya menemukannya ketika menonton animasi kesukaan, Naruto. Beberapa bulan kebelakang saya sering melakukan banyak hal dalam waktu yang bersamaan. Hasilnya memang tidak sepadan ketika saya melakukan satu hal dengan fokus. Tapi entah kenapa, saya begitu takut membuang waktu, hingga tadi sore saya kembali menemukan "jiwa" itu. Jiwa yang kembali bersemangat untuk melakukan semuanya lagi. Melalui sitenya Marion yang saya dapat secara tidak sengaja, saya ingin sekali menulis ini. Tentang rasa terima kasih yang saya dapatkan selama ini. Tentu saja, Tuhan menempati posisi pertama. Thank's Allah.

Pada setiap senja yang terbenam dengan jingganya, juga awan, hujan, bintang-bintang dan semua goresan alam Allah yang tidak bisa saya sebut satu-persatu.

Teman-teman. Jika mereka tidak ada, saya mungkin tidak bisa "hidup" dengan bahagia.

Tugas Akhir saya. Walau begitu "kejam" terlihat, tapi saya banyak belajar untuk lebih disiplin.
Ayah, ayah dan ayah.
Dia.

Its kind of silly, my motorcycle.
Semua buku-buku yang minta dibaca ulang.

Saya rindu dedek, tapi syukur ada laptop Lab GIS yang sangat setia untuk tidak saya install antivirus sejak februari lalu. Ups!

Semua orang-orang dalam lingkaran hidup. Mereka benar-benar guru terbaik.

Oh my, i can't life without music!
Kalau dipikir-pikir, banyak sekali hal yang patut disyukuri. Dan, kenyataannya, kebahagiaan itu bukan seberapa besar yang kita dapatkan tapi seberapa berartinya kebahagiaan itu walau hanya hal-hal kecil sekalipun. Anyway, semoga "the matter" itu bisa saya develop lagi dan diterima. Amin.

More...

Author: Ummul Khairi
•Wednesday, October 26, 2011

Selalu ada kebahagiaan yang menelusup diam-diam. Meski jauh sekali. Meski kembali harus menunggu. Meski setahun lagi. Malam yang kuingat sepanjang lalu selalu memutar mozaik-mozaik lama. Malam ketika mata kupaksa terpejam demi sebuah nama. Malam diantara sepertiga bermunajat pada Al-Mulk. Malam yang tiada terlepas satu kata saja agar diberi ketetapan hati. Malam yang menjadi bisu dan kosong. Kemudian satu tubuh kaku rebah dalam kasur empuk. Di tengah hujan yang mengalir. Bahwa aku berharap untuk sejauh mungkin pergi. Berdua saja. Walau itu nanti, pada waktu-Nya, pada sebuah kekuatan, pada sebuah keabsahan, bersandar pada sebuah nama. Lalu aku tau dunia. Yang selama ini hanya terlihat indah dibalik jendela. Akan kuambil semua potongan mozaik lagi di dunia yang berbeda. Walau nanti. Walau itu nanti…

More...

Author: Ummul Khairi
•Wednesday, September 14, 2011

"And marry the unmarried among you and the righteous among your male slaves and female slaves. If they should be poor, Allah will enrich them from His bounty, and Allah is all-Encompassing and Knowing" (An-Nur: 32)
More...

Author: Ummul Khairi
•Tuesday, July 12, 2011

I've always believed in numbers. In the equations and logics that lead to reason. But, after a lifetime of such persuits, i ask...what trully is logic? Who decides reason? My quest has taken me through the physical, the metaphysical, the delusional and back. And, i've made the most important discovery of my carrer. The most important discovery of my life. It is only the mysterious equations of love. That any logical reason can be found. I'm only here tonight because of you. You are the reason i am. You are all my reason...


-John F. Nash's speech on the nobel prize ceremony, Stockholm, Sweden on December 1994. Taken from A Beautiful Mind- More...

Author: Ummul Khairi
•Monday, June 27, 2011

Penghujung Juni ini begitu nikmat dihabiskan dengan duduk sore-sore menjelang petang bersama kerabat. Menyeruput teh hangat, makan kue coklat dan teman paling setia, buku. Atau bersenda gurau dengan teman-teman di bawah jembatan Lamnyong sambil makan rujak. Aha...Selasa di penghujung sore akan ada beberapa wanita. Saya juga disana nantinya. Tapi itu cerita lain. Liburan yang akan saya reguk masih panjang kedepan. Bulan Juli ini akan padat. Lebih tepatnya saya padat-padatkan.

Saya anak rumahan yang baru 4 bulan dihadiahi motor. Namanya Memi. Anggaplah begitu. Dulu, sebelum memiliki Memi, saya manja ingin selalu minta diantar oleh Ayah juga Adik lelaki saya, Ekal. Seiring waktu dan kebutuhan juga jadwal (sok) padat di kampus, saya merasa terlalu manja untuk terus minta di antar. Terkesan sedikit memberatkan mereka juga. Saya memutuskan untuk bisa mandiri dengan naik kendaraan umum. Di Aceh namanya labi-labi. Naik labi-labi ternyata menyenangkan juga. Kalau tidak sempat sarapan pagi, saya kadang makan di dalam labi-labi. Apalagi jika ada ujian di pagi hari, saya bisa menyicil menyerap berbulir-bulir formulasi Matematika dengan teorema-teorema plus analisisnya pula. Kegiatan yang paling saya suka di dalam labi-labi ada 2. Membaca dan memperhatikan orang-orang di dalamnya. Wajah-wajah mereka serasi dengan kehidupan yang dijalani.

Suatu ketika saya pernah melihat keluar jendela labi-labi untuk merasakan angin sore. Ah...meskipun Aceh terik di siang hari, namun sore merupakan pemandangan lain. Seperti Tuhan memutar bumi 360 derajat untuk disaksikan manusia di ujung Sumatera. Dunia seperti tidak berhenti untuk menunjukkan jingga yang mempesona. Syahdu benar. Sore hari semua aktifitas berjalan lambat. Saya rasa seluruh dunia bagian manapun berlaku ketentuan seperti itu. Sore hari saatnya nyak-nyak yang sudah renta pulang ke rumah. Pantai-pantai ramai. Warung kopi riuh. Muka mahasiswa seperti orang tak kuasa hidup lagi. Semua biasa saja. Seperti senja yang hari ini muncul, lalu beberapa jam kemudian lenyap di balik langit.

Pemandangan yang menarik itu sebenarnya bukan rutinitas tadi. Pemandangan yang menarik itu ada di luar jendela labi-labi. Seorang Ayah dengan 3 orang anak-anaknya yang lucu. Sepertinya anak-anak itu baru pulang mengaji di Baiturrahman. Saya tau dari seragam yang mereka pakai dan meja mengaji yang selalu mereka bawa. Meja lipat bertulis 26 huruf hijayyah berwarna hijau. Ditambah dengan peci hitam kekecilan yang membuat rambut mereka berantakan. Mereka bercakap-cakap. Kepala Ayahnya kadang melihat kebelakang jok motor. Mengingatkan anak-anak untuk selalu mengencangkan tangan ke pinggang Ayahnya sambil sesekali tertawa kecil mendengar cerita sepanjang pengajian. Ayahnya kelabakan membagi pendengaran. Siapa yang harus di dahulukan karena anak-anak selalu punya cerita. Masing-masing tak mau kalah dengan ceritanya. Seakan-akan cerita mereka paling penting untuk dijadikan headline hari ini. Jika ayahnya tak mendengar cerita sepanjang pengajian maka Ayahnya akan rugi besar. Lampu hijau menyala. Riuh suara anak-anak kecil tadi dan Ayah mereka dalam satu boncengan motor hilang ditelan asap dan kendaraan bermesin lainnya.

Adalah Ayah saya yang selalu menjemput dan mengantar ke sekolah, sedari TK dulu. Dulu saya sengaja Ayah tempatkan di TK yang sejengkal jaraknya dengan kantornya. Semua dilakukan untuk menghemat perjalanan dari kantor ke TK. Meski saya kerap menunggu lama hingga kawan-kawan sudah dijemput orang tua masing-masing sampai saya merasa kesepian karena tidak ada lagi kawan bermain, tapi saya senang karena ketika Ayah datang menjemput, saya pasti dibawanya ke warung kopi untuk makan kue apa saja sepuas hati sambil minum teh hangat. Walau nantinya Ayah berbincang dengan teman-teman kerja, bagi saya tak masalah, asal saya bisa kenyang siang itu.

Ayah juga selalu suka mengamit kepala saya dengan dagunya ketika melewati polisi tidur. Ia mengemudikan motornya perlahan dengan menjenakai saya dan mengatakan "Op bam bam". Begitu seterusnya hingga melewati 3 polisi tidur.

Sewaktu pulang kampung, jika ada yang ingin berkenalan dengan saya yang masih berumur 6 tahun itu, saya selalu malu dan bersembunyi di balik kaki Ayah. Kemudian Ayah selalu menggendong untuk mempertemukan tangan saya pada orang yang minta berkenalan sembari mengeja nama saya "Namanya Ummul Khairi".

Jika malam tiba, saya selalu diajarinya tajwid. Di umur yang masih kecil saya harus sudah bisa mengaji Al-Quran dan Ayah keras dalam hal ini. Pernah Ayah membentak ketika saya salah melafalkan Doa Qunut. Saya menangis dan Ayah menyuruh mengambil wudhu. Begitu pula dirinya. Semua berlaku hingga saya SMA.

Ayah dengan 3 anak kecil tadi mengingatkan saya pada Ayah. Pada lelaki manapun di dunia ketika ia bisa menemani anak-anaknya sepulang kerja. Saya pernah melihat seorang Ayah mengajak anaknya pergi ke Taman Sari ketika sore. Ayahnya mengamit dua lengan anak-anaknya. Mereka sedang bermain "jarak-jarakan". Jarak kaki siapa yang melangkah kedepan dengan cepat dan lebar-lebar, maka dia yang akan menang. Tentu saja Ayahnya mengalah dan kedua anak-anaknya yang menang. Skenario yang dibuat seorang Ayah agar kedua buah hatinya bahagia sore itu.

Saya juga pernah melihat seorang remaja laki-laki pergi bersama Ibunya ke sebuah toko roti. Kebetulan di toko itu juga merangkap sebagai cafe. Mereka duduk di depan saya. Mereka memesan ice cream. Ibu dan anak lelaki ini mengobrol sambil sesekali tertawa. Pasangan yang serasi antara Ibu dan anak lelaki. Saya juga punya teman yang selalu menemani Ibunya belanja ke pasar saban Minggu pagi. Menggantikan Ayahnya untuk menemani ibu. Semua bukan skenario yang dibuat-dibuat seperti menyenangi hati anak-anak kecil tadi. Jika pun hanya skenario, saya yakin lelaki-lelaki yang seperti itu tulus.

Lelaki. Meski kadang egonya tinggi dan selalu bersikap rasional, mereka punya bagian dimana mereka harus memberikan respect sebagai lelaki. Sebagai pelindung. Sebagai hero. Semuanya berlaku untuk orang-orang yang mereka sayangi. Mereka tak segan memberi apapun jika wanita bisa memberikan apa yang mereka butuhkan, pelabuhan untuk segala kepenatan hari-hari yang dijalani. More...

Author: Ummul Khairi
•Saturday, June 18, 2011


Wanita! Bagaimana saya bisa mendeskripsikan makhluk ini? Padahal saya sendiri wanita, tapi seujung kuku pun belum ada yang benar-benar mampu mengerti keadaannya, cara berpikir, cara mengeluarkan pendapat, diamnya, tangisnya, dan semua yang wanita rasakan selama hidup. Baik wanita dewasa, remaja maupun kanak-kanak. Semua tentang wanita bisa serba tak berujung sesuai dengan sudut pandang pembicaraan. Saya juga, kadang belum mengerti keinginan sendiri. Keinginan seorang wanita pada umumnya selalu berubah-ubah. Saya pernah sangat mengerti ibu saya ketika moodnya sedang seperti ini dan itu. Tapi di lain waktu semua mood yang sudah saya rekam dikepala bisa buyar seketika. Alih-alih saya harus merekam jejak mood yang baru lagi sebagai antisipasi jika dihadapkan dengan masalah A pasti saya bertindak sesuai yang dikehendaki si A. Dan begitu seterusnya. Lagi-lagi, wanita itu -dengan berat hati- terlalu kompleks untuk sesuatu hal yang dianggap ringan tapi kadang di berat-beratkan. Saya pernah membahas wanita secara khusus disini.

Wanita punya kehidupan sendiri. Siklus hormonal khusus, dan yang paling penting, wanita bisa cepat tanggap dengan segala bentuk emosi. Namun, jangan sesekali memberi jawaban dengan wajah datar, karena hal ini selalu dianggap wanita sebagai bentuk acuh dan tidak peduli, bahkan marah. Karena wanita rumit dengan segala yang ia miliki, anggap saja wanita itu seperti warna. Mari kita sebutkan satu persatu sesuai dengan makna warnanya. Kalau ditanya warna pasti terbayang pelangi. Baik, tak masalah. Me-Ji-Ku-Hi-Bi-Ni-U. Merah, Jingga, Kuning, Hijau, Biru, Nila dan Ungu. Perfect! Bahkan tidak ada dua huruf yang sama dalam satu ejaan. Artinya setiap warna punya definisi yang berbeda. Punya karakter. Punya sikap. Sama seperti wanita.

Seperti merah. Seseorang dengan penuh ketegasan, kuat, berani mengambil sikap, tidak takut juga percaya diri. Ada beberapa wanita dalam hidupnya menganggap masalah-masalah yang berat seperti "a peace of cake" dan cenderung easy going. Sangat mudah bergaul, selalu bahagia juga ceria. Bagaimana dengan warna hijau? Ya, warna hijau identik dengan daun. Selalu penuh kesejukan, memiliki kesehatan dan kesuburan yang baik. Warna laut dan langit selalu menunjukkan kedamaian, kesetiaan juga ketenangan. Warna apalagi jika bukan biru namanya. Saya cinta biru. Ah...cinta, pasti ingat dengan kasih sayang dan remaja. Mungkin inilah mengapa merah muda identik dengan nuansa cinta. Kita tidak boleh lupa ada warna tergelap yang kita sebut hitam. Saya rasa tidak perlu banyak kata untuk mendefinisikan hitam.

Terakhir, putih. Ketika menyebut putih, justru yang terlintas seperti bendera kita itu, Indonesia. Putih, suci, bersih dan, semoga seluruh rakyat Indonesia selalu bersih dari penyakit fisik dan batin. Apakah warna putih itu ada? Dari spektrum warna yang saya ketahui warna putih itu tidak ada. Justru dari warna putih semua warna bermula. Jika ditinjau ulang, putih itu filosofis sekali. Mungkin itulah mengapa manusia tidak ada yang benar-benar "putih". Ada satu warna yang paling sering disebut-sebut untuk mewakili kata J-A-N-D-A. Sebenarnya saya sendiri kurang sepaham ungu itu identik dengan janda. Padahal, warna ungu itu merefleksikan kebanyakan wanita pada umumnya.Ungu dimaknai dengan sifat terdalam seorang wanita. Saya sendiri sulit mengartikannya. Lalu, bagaimana dengan warna jingga dan nila? Saya tidak tahu persis apa makna di balik warna ini. Jika ada yang menanya jingga, tanpa banyak kata saya segera menunjuk langit sore. Nila? Ah...tidak beda jauh dengan ungu.

Masih banyak lagi warna-warna yang lain. Dasar dari sebuah warna itu Merah, Hijau dan Biru. Dalam ilmu pencitraan. Dasar dari 3 warna ini disingkat menjadi RGB (Red-Green-Blue). Kombinasi sebuah warna bisa diganti-ganti dari 0 hingga interval paling tinggi yaitu 255. Ah...sudah meluber kemana-mana ini.

Back to the Topic. Women. Tidak semua wanita -termasuk pria- memiliki satu refleksi warna saja. Kadang bisa berupa penggabungan beberapa warna menjadi satu. Dan, orang-orang seperti itu disebut unik. Bersyukurlah memiliki keunikan. Karena unik itu sesuatu pembeda dari kebanyakan yang dijumpai. Bisakah setiap representasi warna dapat berubah sewaktu-waktu? Tentu bisa. Apalagi jika dikaitkan dengan wanita dan emosi. Bayangkan sebuah peta yang memperlihatkan area-area untuk emosi dalam otak keduanya, wanita dan pria. Dalam otak pria, rute-rute penghubung antar area akan berupa jalan desa, alias berliku-liku. Dalam otak perempuan, rute-rute itu berupa jalan tol. Well, saya sendiri jika dihadapkan dengan realita sesungguhnya juga tidak terlalu mampu membaca peta. Saya sampai harus memiringkan kepala beberapa derajat untuk menganalisa deskripsi rute-rute dari peta. Pernah baca buku Why Men Don't Listen and Women Can't Read Maps nya Allan and Barbara Pease? Dibuku tersebut lebih lengkap dijelaskan kenapa wanita kurang mampu membaca peta.

Menurut para peneliti di University of Michigan, wanita menggunakan kedua sisi otak untuk menanggapi pengalaman-pengalaman emosi, sedangkan pria hanya menggunakan satu sisi. Penelitian juga memperlihatkan bahwa wanita biasanya mengingat semua peristiwa emosional seperti tanggal lahir, saat liburan, pertengkaran hebat, tanggal-tanggal penting dalam hidup, momen-momen berharga dan mampu menyimpan ingatan itu lebih lama dari pria.

Yup, seperti warna, seperti wanita. Saya tertarik menulis kehidupan dan emosional wanita lebih spesifik dalam dua warna, Merah dan Biru. Kenapa dua warna itu yang menjadi pilihan? Saya sendiri tidak tahu pasti. Somehow, saya percaya sesuatu yang kita pilih merupakan bagian dari cerminan diri. Inside out dan Outside in. Semua warna di dunia punya ciri khas sebagai pembeda. So women, act and thought as own yourself, as own on your way. More...

Author: Ummul Khairi
•Thursday, June 16, 2011

Rasa kehilangan itu tidak mudah digantikan dengan apapun. Karena semua rasa tidak akan pernah setara dengan rasa yang dulu dan pernah ada. Mereka timbul tenggelam. Kadang tak pernah kembali. Sama seperti malam lalu. Pasti tidak akan sama dengan malam kemarin. Saya rindu. Pada malam lalu, yang dihabiskan untuk sendiri saja. Menepi dengan waktu. Meregang dengan segala emosi. Melewati pukul 12 tengah malam hanya untuk sendiri saja. Saya rindu. Pada sosok saya yang dulu. Pada malam-malam yang tak diganggu. Malam yang hanya saya lah pemegang kuasa. Meretas pada selubung rindu untuk menuliskan sekelebat di kepala.

Malam kemarin, malam lalu, banyak dunia yang hilang. Adiksi sudah tidak bisa lagi muncul. Dunia yang dulu digenggam seperti hilang. Hilang sama sekali. Saya rindu. Rindu sekali pada malam-malam sendiri. Saya dan buku. Saya dan kata. Saya dan imaji. Saya dan diri sendiri.

Saya dan "Saya" yang hilang ditelan malam hanya untuk bercakap hingga pagi. Saya dan "Saya" yang hilang mendengar alun musik sendiri. Saya dan "Saya" yang hilang berjalan pada log bisu. Saya dan "Saya" ketika menangis untuk bait-bait Tuhan yang syahdu. Saya dan "Saya" seperti dua tubuh tak padu. Saya dan "Saya" yang berada di tengah-tengah rutinitas dunia.

Saya ingin menepi. Untuk menemukan kembali siapa "Saya". Dan, berlaku konsisten juga adil pada diri "Saya". Hanya untuk saya.

More...

Author: Ummul Khairi
•Wednesday, June 08, 2011


Pagi tadi, mama memaksa saya bangun dari tidur. Ada berita yang kurang menyenangkan. Bayi dalam janin adik sepupu saya meninggal. Bayi tersebut lahir prematur. Saya pikir bayi kecil itu sudah lebih dulu tiada sebelum dilahirkan. Bayi itu lahir melalui opreasi ceasar dan sesaat kemudian Ia dipanggil Tuhan. Saya tidak tahu pasti apa yang menjadi penyebab janin berumur 7 bulanan tersebut lahir prematur. Apakah fisik si ibu kurang sehat atau sesuatu terjadi pada janinnya sebelum bayi lahir pada saatnya. Saya hanya mencoba memahami bahwa hal ini adalah rencana Tuhan.

Adik sepupu saya masih berumur 20 tahun. Beda satu tahun di atas saya. Ia menikah di awal menjejaki kuliahnya di Fakultas Kedokteran. Bahkan di usia yang cukup muda ia sudah berani mengambil keputusan untuk menikah. Saya masih ingat ketika kecil, kami pernah bermain bersama dan saya pernah menginap di rumahnya. Satu hal yang membuat ia berbeda karena ia lebih ceriwis dibanding abang, kakak dan adiknya. Saat ia remaja, ia sudah merantau ke pulau Jawa. Dan, lagi-lagi sebuah keputusan yang besar ia ambil dalam usia dini.

Mungkin, saya belum terlalu paham bagaimana kehilangan seorang anak yang lahir dari rahim sendiri. Karena saya belum menikah apalagi punya anak. Tapi, satu hal yang saya paham bahwa kehilangan seseorang yang paling dekat dan sangat berarti dalam hidup, sungguh bukan merupakan hal yang mudah. Saya pernah kehilangan adik kandung saya. Saat itu saya masih kelas 5 SD dan adik lelaki saya kelas 3 SD. Anehnya, kami sekeluarga tidak pernah tahu ia sakit apa. Ia hanya demam layaknya anak-anak dan ia lebih banyak mengingau dari pada terjaga. Ia tidak menunjukkan reaksi seperti layaknya orang yang mengidap penyakit. Beberapa hari kemudian, saat ayah dan mama membawa adik kerumah sakit beserta keluarga yang lain, belum sempat di diagnosis mengenai penyakitnya, adikku sudah lebih lebih dulu dipanggil Tuhan. Pada usia sedini itu, saya sudah harus mengerti tentang rasa kehilangan dan itu menyakitkan.

Ayah pernah berkata, setiap ruh seseorang sebelum ia hidup di dunia, akan dimintai perjanjian. Apakah itu langkah, jodoh, rezeki, juga ajal. Ketika ditanyai satu persatu oleh Allah tentang kesanggupan ruh tersebut menjaga dan menjalanakan amanah Allah di dunia, ada 3 jawaban yang akan diberikan. Ada ruh yang menjawab tidak sanggup sama sekali untuk menjaga dan menjalankan amanah Allah. Ruh dalam jasad seorang manusia akan bertahan ketika ia masih bayi. Kemudian ada ruh yang menjawab kadang sanggup kadang tidak. Maka, ruh dalam jasad seorang manusia akan bertahan kisaran umur remaja yang belum akil baligh. Dan, yang terakhir, ada ruh yang menjawab dengan kesanggupan penuh, maka ruh dalam jasad seorang manusia akan bertahan hingga ia dewasa kisaran umur 20-an ke atas. Wallahualam bishawab.

Hingga hari ini, adik sepupu saya masih di rumah sakit. Jiwanya masih terguncang. Kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidup sungguh tidak mudah. Dan, memerlukan waktu lama untuk mengembalikan keadaan seperti semula. Apalagi yang dialami ibu untuk seorang anaknya. Saya yakin, seorang wanita akan mengerti bagaimana sakitnya melahirkan seorang anak ketika suatu saat nanti ia juga akan merasakan hal serupa. Bagaimana kasih seorang ibu tidak akan pernah layak dibalas walau kita punya emas segunung pun. Jadi, sangat benar jika surga memang terletak di bawah kaki ibu. Karena cinta dan sayang seorang ibu, kita ada dan kita hidup. Dan, seseorang tidak akan pernah tau bahwa seseorang begitu berharga dalam hidupnya sampai ia benar-benar kehilangan orang tersebut.

Luangkan sejenak waktu untuk mereka, orang-orang yang paling dekat dengan kita, keluarga. Kita bisa meraih segala kesuksesan bukan karena keringat kita, melainkan doa mereka, ayah dan bunda.

nb: Untuk adik sepupuku, Oni. Allah tidak diam. Bersabarlah, karena Allah sedang mempersiapkan hadiah yang lebih baik lagi. Dan, untuk adik kecilku, Akin. Apalah yang bisa kulakukan, karena Akin sudah bahagia di Syurganya Allah. More...

Author: Ummul Khairi
•Saturday, April 23, 2011

Saya selalu tertarik dengan topik yang satu ini. Bagaimana proses panjang yang dibutuhkan seseorang dalam membangun relasi melalui komunikasi, kemampuan merespon, penyelesaian suatu masalah yang dihadapi dengan analisa yang tidak sembarangan, membuat saya ikut tertantang untuk mengetahui sedalam apa sesungguhnya sebuah otak mempengaruhi seluruh sentral kehidupan antara lelaki dan wanita.

Sebelas april lalu, saya tertarik dengan sebuah buku Female Brain-nya Louann Brizendine. Awalnya saya pikir, buku ini akan berisi hal-hal yang melegalkan kesebuah anugerahan, betapa wanita sungguh beruntung dicipta dengan otak yang kompleks yang akan jauh 180 derajat berbeda dengan lelaki. Tapi nyatanya tidak juga. Brizendine juga menelurkan pasangan buku ini, Male Brain. Hingga hari ini, saya belum ketemu couple si Female Brain ini.

Generally, buku-buku riset para peneliti tentang perbedaan otak wanita dan pria ini sudah banyak. Tapi tidak spesifik. Namun, lagi-lagi hasil penelitian juga menjadi tolak ukur untuk pencapaian suatu hal yang kita sebut komunikasi. Well, walau ujung-ujungnya itu juga, hasil penelitian ini tidak pernah bosan untuk saya bahas. Ketertarikan awal, ya karena dalam kehidupan sehari-hari kita tidak pernah lepas dari interaksi, baik laki-laki maupun wanita. Intinya seperti begini, tujuan akhir dari hasil telitian puluhan tahun dengan lebih 200 responden ini bukan menunjukkan seberapa hebat otak lelaki dan wanita dalam interaksi, bukan untuk menjadi ajang perdebatan dan judging ketimpangan suatu komunikasi dalam sebuah hubungan yang akhirnya bisa keluar statement ”saya berpikir seperti ini, karena otak saya sudah terprogram seperti ini”, bukan pula untuk saling membandingkan sebuah keuntungan memiliki atau diciptakan sebagai lelaki dan perempuan, bukan, bukan itu. The bigest idea is, how to accept each other, to be more tolerant and forgiving, the way we know we have different way to solve something.

Sebuah penelitian di University of Texas atas anak-anak perempuan dan anak laki-laki usia satu tahun memperlihatkan perbedaan dalam keinginan dan kemampuan mengamati. Sepanjang 3 bulan pertama kehidupan, keterampilan seorang bayi perempuan dalam kontak mata dan saling menatap wajah akan meningkat lebih dari 400 persen. Sejak lahir, bayi perempuan sudah berminat pada ekspresi emosi. Mereka mendapat makna tentang diri mereka berdasarkan tatapan, sentuhan, dan setiap reaksi dari orang-orang yang melakukan kontak dengan mereka. Dari petunjuk-petunjuk ini, mereka mengetahui apakah mereka berharga, layak dicintai atau menjengkelkan. Anak-anak perempuan tidak menoleransi wajah datar. Mereka menafsirkan wajah tanpa emosi yang diarahkan kepada mereka sebagai sinyal bahwa mereka telah melakukan kesalahan.

Untuk hal ini hampir 100% saya sepakat. Saya pernah meminta kesediaan seorang teman laki-laki untuk membantu saya menyelesaikan suatu hal. Saat itu saya menangkap ekspresi datar atas kesediaannya, walau akhirnya ia membantu juga. Nah, disini saya mulai menebak-nebak. Apakah ia ikhlas membantu saya atau tidak? Atau apakah saya harus berkata ”maaf sudah mengganggu”. Dan, saya pribadi tidak suka dengan kondisi menebak-nebak. Satu hal lagi, tentang sentuhan. Mayoritas sesama wanita sering berpelukan sambil cipika-cipiki ketika bertemu. Untuk apa? Mereka melakukan hal itu karena bagi wanita sentuhan adalah sebuah kondisi yang sangat dekat dan mampu mengekspresikan banyak hal, senagkah, sedihkan, marahkan, kesalkah, etc.

Riset atas mamalia oleh kelompok Michael Meaney telah memperlihatkan bahwa keturunan perempuan sangat dipengaruhi oleh seberapa tenang dan pedulinya ibu mereka.

Walau sebenarnya seorang anak tetap akan mewarisi sifat ayah dan ibunya, namun tetap saja seorang ibu punya peranan penting untuk tumbuh kembang anak secara fisik, mental juga otak. Mungkin itulah mengapa seorang wanita yang belum menikah banyak sekali wejangannya, apalagi untuk urusan kesehatan, pola hidup juga reproduksi.

Satu hal lagi, ledakan tangis seringkali mencengkram perhatian otak laki-laki. Air mata hampir selalu mengejutkan dan membuat sangat tidak nyaman seorang lelaki. Seorang perempuan karena ahli membaca wajah, akan mengenali bibir yang cemberut, mata yang menyipit, dan sudut-sudut mulut yang bergetar sebagai pembuka tangisan. Seorang lelaki tidak akan melihat hal ini. Biasanya tanggapannya, "Kenapa menangis?" atau "Eh, kok nangis. Duh...jangan nangis lagi ya". Para peneliti menyimpulkan bahwa skenario yang lazim ini menunjukkan kalau otak laki-laki menempuh proses lebih lama untuk menangkap makna emosi dalam berbagai persepsi yang masuk.

Ini pengalaman pribadi. Waktu itu saya punya problem yang sedikit pelik. Hampir pukul 2 pagi saya masih belum juga tidur karena menangis. Kebetulan messangger saya juga masih ON. Saya butuh teman untuk berbagi untuk setidaknya meringankan beban sejenak. Kemudian salah seorang sahabat saya menelpon untuk memastikan keadaan saya baik-baik saja. Jika kita mendapati seorang wanita menangis di depan seorang lelaki dan sikap mereka masih cuek, itu bukan berarti mereka betul-betul tidak peduli, tapi mereka bersikap demikian karena lelaki tersebut tidak tau harus berbuat apa. Mungkin itu sama halnya ketika kita sangat bahagia dan ingin mengeluarkan sebuah statement kebahagian, kadang kita hanya diam atau mengatakan i have no words to say untuk mengungkapkan kebahagiaan tersebut.

Buku Female Brain ini juga mengungkapkan tentang mengapa perempuan menggunakan sekitar 20.000 kata perhari sedangkan lelaki hanya menggunakan 7000 kata perhari, atau mengapa perempuan dapat mengingat rincian suatu masalah yang tidak dapat diingat sama sekali oleh lelaki, juga mengapa perempuan cenderung membentuk ikatan yang lebih dalam dengan teman perempuan mereka daripada yang dilakukan para lelaki untuk teman lelakinya, dan masih banyak lagi. Buku ini layak untuk dimiliki oleh wanita maupun lelaki.

More...