Author: Ummul Khairi
•Saturday, October 15, 2011

Taiwan. Bukan negara yang asing lagi untuk saya. Perangainya, logatnya, hingga pelitnya pun saya sudah hapal. Sejak-kurang lebih- 2007 lalu mereka sudah gencar datang ke Aceh. Mungkin tahun-tahun awal kedatangan mereka tidak terlalu digubris, karena mereka hanya berurusan dengan beberapa pihak yang mengundang hanya sebatas urusan akademik kampus intern, juga penandatanganan MoU menyangkut kesepakatan kerjasama bilateral. Ah...saya tidak tau pasti. Pada tahun berikutnya hingga sekarang, Taiwan gencar membuka peluang selebar-lebarnya untuk masyarakat Aceh yang ingin mendapatkan beasiswa by research atau course-work. Dan, terbukti beberapa mahasiswa Aceh yang berniat melanjutkan magister dan doktor diterima dengan sangat "welcome". Jika ada event besar yang menjadi benang merah antara kesuksesan penyedia beasiswa dengan mahasiswa, pasti keterkaitan itu adalah Taiwan Higher Education.

Siapapun yang merasa tertarik melanjutkan study ke Taiwan-terutama bidang Sains dan Teknologi- wajib datang ke acara setahun sekali ini. Dua ribu sebelas adalah kedua kalinya negara anak emas Amerika ini datang ke Aceh. Masih dengan misi yang sama, membuka informasi dan peluang selebar-lebarnya bagi siapapun yang ingin melanjutkan study ke Taiwan. Konsep dan teknis acara sama seperti tahun lalu. Saya juga pernah membuat satu postingan khusus disini. Tahun ini adalah pengalaman kedua saya sebagai booth-companion. Karena secara teknis dan konsep tidak ada yang berbeda, saya tidak merasa kesulitan sama sekali, walau tetap ada perbedaan yang cukup signifikan antara Chiao Tung University dan National Taiwan University of Science and Technology...


Me Vs National Taiwan University of Science and Technology
Universitas ini terletak di Taipei. Menurut seorang International Admission Office of International Affairs-yang saya lupa namanya siapa- lokasinya berdekatan dengan Taipei 101. Layaknya penyedia beasiswa, mereka menawarkan jurusan-jurusan yang bisa dipilih sesuai dengan ketertarikan masing-masing. Seperti, Computer Science, Construction Engineering, Chemistry Engineering, Mechanical Engineering, Architect, Management Business, dll. Khusus untuk program Magister dan Doctor, mereka menawarkan Full English Taught. Dan, untuk Bachelor hanya tersedia kelas bahasa Mandarin. Dalam brosur yang dibagikan, saya melirik bahwa Taiwan Tech-sebutan lain untuk National Taiwan University of Science and Tecnology- adalah kampus nomor wahid untuk fokus sains dan teknologi. Saya tidak tau benar atau tidak, karena seperti itu yang tertulis. Jika berminat apply beasiswanya, sila kemari.

Jadi, ada apa antara saya dan Taiwan Tech? Sebenarnya saya tak ingin membuka lebar-lebar apa yang terjadi 1 oktober lalu. Cukuplah saya dan beberapa panitia inti yang berhak tau. Tapi, saya pikir nilai sebuah tulisan itu bukan terletak dari seberapa banyak diksi ataupun polemik yang dijabarkan, tapi keaslian tulisan itu sendiri. Tulisan yang nyata dan apa adanya lebih menembus ke hati. Mengapa ada perbedaan yang cukup signifikan antara tahun lalu dan tahun ini? Karena saya membuat sebuah pembanding. Pembanding tidak selamanya bernilai negatif. Sebaliknya, tidak selamanya juga pembanding bernilai positif, seperti sedikit rasa kecewa yang saya alami dengan Taiwan Tech.

Sebagai booth-companion, tugas kami adalah membantu mereka dari A hingga Z. Mulai dari pemasangan segala properti kampus seperti poster, bendera, mengatur booklet, memajang souvenir, mengingatkan mereka untuk lunch tepat waktu bahkan menggunting selotip dan membuang sisa sampah. Selebihnya, booth-companion membantu menerjemahkan segala informasi yang ingin diketahui pengunjung dari bahasa Inggris ke bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Setelah acara selesai, segala properti yang ada harus dilepas dan dimasukkan ke tempat semula. Seperti itu. Sederhana saja.

Booth-companion juga harus ramah memperkenalkan diri dan menayakan apa yang bisa dikerjakan agar semua pekerjaan cepat selesai. Saya juga, memperkenalkan diri dan menanyakan apa yang bisa saya kerjakan. Walau ujung-ujungnya mereka sendiri yang lebih tau posisi properti yang diinginkan. Jika tidak bisa mengerjakan sendiri, mereka meminta bantuan dengan sesama Taiwanese dalam bahasa Mandarin. Saya yang mengerti mandarin seujung kuku hanya bisa bengong-bengong saja. Huh...

Baru saja selesai meletakkan properti dan segala atribut universitas, kami sudah harus pindah ke booth yang lain. Saya tidak mengerti kenapa booth Taiwan Tech harus pindah, karena sekali lagi, mereka berbicara bahasa Mandarin tanpa pernah mau melibatkan saya sebagai booth-companion. Saya sudah mengendus kondisi yang tidak enak. Secepat mungkin kami pindah dan ba-bi-bu semua selesai dengan tanpa bantuan saya. Kawans, sungguh tak enak jika diacuhkan. Waktu berlanjut ke sesi pembagian booklet. Saat itu pengunjung sedang ramai-ramainya. Saya bertugas membagi booklet sambil berdiri tidak dipersilahkan duduk untuk sekedar melepas penat sesaat. Malangnya, kursi yang tersedia hanya untuk 3 orang dan semua sudah diduduki oleh mereka, Taiwan Tech's International Admission Office of International Affairs. Padahal saya sudah lelah sekali, sedang datang tamu bulanan pula. Oh, lengkaplah sudah.

Sekali lagi, jika harus membuat perbandingan, saya bisa mengatakan bahwa mereka tidak ramah. Tidak ada chit-chat sekedar bicara santai di sela-sela break. Mereka dengan sesama mereka saja. Bahkan waktu makan siang yang seharusnya saya ingatkan, mereka lakukan tanpa sepengetahuan saya. Jadilah saya sendiri dengan pengunjung yang berdesakan mencari informasi dan memburu souvenir.

Apakah semua orang Taiwan seperti itu? Saya rasa tidak juga-walau katanya mereka lebih individualis-banyak orang indonesia yang seperti itu, bahkan lebih. mungkin mood mereka sudah tidak karuan ketika booth Taiwan Tech harus dipindah. Atau mungkin saya saja yang sedang sensitif karena "si tamu" itu.

Me Vs Chiao Tung University
Sebelum hari-H, booth-companion dan calon booth-companion harus hadir ke KBA (Komisi Beasiswa Aceh) untuk mendengar sedikit pengarahan tentang jalannya acara. Di sela-sela pengarahan, saya dan teman-teman sempat berdiskusi dengan interviewer dan menyampaikan beberapa kendala jika ada. Secara teknis tidak ada masalah yang berarti, tapi saya sangat berharap ditempatkan pada booth yang sama seperti tahun lalu, Chiao Tung University. Ternyata booth tersebut sudah dipenuhi oleh seorang mahasiswa yang akan berangkat melanjutkan study disana. Alasannya agar mahasiswa tersebut bisa lebih dekat dengan universitas yang menjadi tujuannya. Sebenarnya sah-sah saja alasan itu. Saya pikir bagus juga, selain lebih dekat secara personal, informasi yang lebih akuratpun bisa digali langsung dari admissionnya.

Admission Chiao Tung yang akan datang adalah orang yang sama, Janet. Janet sangat ramah dan ekspresif. Saya tidak menduga booth kami bersebelahan. Saya pikir Janet akan lupa dengan seorang perempuan yang sudah membantu boothnya tahun lalu. Ternyata dia ingat dan langsung menyapa saya sambil berpelukan. Wanita berkaca mata ini juga memberi hadiah special yang ia tanya langsung pada seorang senior saya yang sedang melanjutkan study di Chiao tung. Such a honorable thing. What a beautiful making friendship.

Chiao Tung Vs National Taiwan University of Science and Technology
kawans, sekarang terbukti bukan? Bahwa etika dan perangai ternyata cukup mendominasi. Seorang yang cerdas sekalipun jika sombong tetap dipandang sebagai orang yang tidak berilmu. Itulah kenapa knowladge berada di urutan kedua setelah integrity. Dan hal ini berlaku bagi saya sebagai sebuah pembanding. Nilai-nilai apa yang harus saya garis bawahi sebelum mengambil keputusan. Jika pada akhirnya saya akan melanjutkan study ke Taiwan, sudah bisa saya pastikan Chiao Tung berada dalam daftar pilih. Dan, sudah bisa saya pastikan pula bahwa Natioanl Taiwan University of Science and Technology tidak berada dalam daftar pilih maupun dalam "kamus" hidup saya.

English, again and again!
Bahasa Inggris menjadi jaminan untuk melalui tahap akademik dan komunikasi verbal yang global. Saya tidak pernah mendapat kerugian dengan belajar-mengajar bahasa Inggris. Jujur, saya juga tidak pernah belajar bahasa Inggris secara intensif dan berkala dengan mengikuti les khusus bahasa Inggris. Tidak. Tidak pernah sama sekali. Saya hanya cinta bahasa Inggris. Saya tidak pernah berpikir rumit untuk belajar mencintainya. Saya mencintainya dari waktu ke waktu dengan berlatih, berlatih dan berlatih. Dengan apapun dan siapapun. Jadi, benar jika belajar atas dasar ketulusan dan cinta, kesuksesan itu akan ikut dengan sendirinya. Manis sekali bukan?

personal documentation belongs to Ria Purnama dan Suci Farahdilla
More...

Author: Ummul Khairi
•Wednesday, October 05, 2011

Ah...tidak kemana-kemana. Masih berada di Aceh. Masih berstatus mahasiswa tingkat akhir, dan masih belum menikah :D
Lama tidak ngeblog jadi bingung mau nulis apa. Bukan masalah ide juga sih. Anyway, selama ramadhan lalu hingga Idul Fitri sampai hari ini, saya punya banyak cerita. Tapi justru bingung harus mulai dari mana. Mungkin sedikit gambar-gambar ini bisa manjadi awal baru tanpa harus mengumbar banyak kata. Ya sudah, dinikmati saja ya :)

ka-ki: Kak Meutia, Ayu, Frau Nova, saya, imel dan putri

Ramadhan tahun lalu saya sempat ikut kelas Jerman. Tahun ini Alhamdulillah masih diberi kesempatan lagi untuk lebih mengenal bahasanya negeri Hitler ini. Keberkahan ramadhan kami tutup dengan buka puasa bersama sekaligus farewell kecil-kecilan. Kebetulan dalam bulan agustus Frau Nova-Deutschlehrerin kami-berulang tahun. Kami menghadiahinya sebuah jilbab BB :D

Benar sekali. Gambar diatas adalah sebuah koin. Saking specialnya ini koin sampai saya masukkan dalam kotak khusus. Ada apa dengan koin ini? Hm, i need to keep it till the right time.


Postcard Taiwan ini dari Neng Rifka. Agustus lalu si Neng pulang ke Indonesia. Sebelum pulang saya sempat ditanyai alamat rumah. Saya pikir dianya mau main ke Aceh. Rupanya saya mau dikirimi postcard. Xie xie ni.

Yippi...Alhamdulillah Jurusan Matematika FMIPA Unsyiah dapat mempertahankan akreditasi A. Dan, jurusan kami adalah satu-satunya yang mendapat akreditas A di Pulau Sumatera. Bangga? Tentu saja. Untuk itu, dosen-dosen berinisiatif membuat syukuran dengan mengundang seluruh pihak yang membantu kesuksesan akreditasi tersebut. Salah satunya letting kami. Momen kebersamaan ini mungkin tak akan berlangsung lama, mengingat setiap orang pasti akan menempuh jalan masing-masing. Kenangan seperti ini yang akan saya rindukan.






ki: gumleaf bookmark, makanan kesukaan koala/ ka: tasmanian lavender postcard


Tepat di hari yang sama -syukuran akreditasi- saya berjanji bertemu seseorang. She has just return from Adelaide, Australia. Dia adalah tentor English saya sewaktu Bimbel. Kira-kira tahun 2005. Saya masih SMA. Dia adalah tentor English favorit saya. Kami berjanji bertemu setelah sekian lama. Pembicaraan masih tak jauh-jauh, melanjutkan sekolah ke luar negeri. Ada rasa iri yang begitu dalam ketika bertemu Kak Eli. Tentang mengapa ia menjadi tentor favorit saya. Tahukah kawans? Ia sarjana dan master di bidang Matematika tapi ia sukses karena English. So, saya sangat percaya seseorang bisa sukses karena apa yang ia jalani sepenuh jiwa, bukan karena tuntutan.

Rumah bantuan tsunami di Alue Naga

Tugas akhir, tugas akhir dan tugas akhir. Yup, i'm on it. Tidak muluk-muluk, saya menargetkan pertengahan tahun depan lulus sarjana. Untuk itu, selama semester ini saya harus rajin-rajin membaca buku "wajib", mencari jurnal ilmiah dan berdiskusi dengan dosen pembimbing. Karena tugas akhir saya berhubungan dengan Recovery Aceh dengan kasus sosial dan menggunakan analisa serta hitung-hitungan statistik, saya perlu "buka mata", "buka telinga" lebih lebar untuk study case yang cukup abstrak ini. Saya diperkenalkan oleh pembimbing tugas akhir dengan seorang mahasiswa magister asal Jepang. Namanya Toshikazu Hiwaki. Lingkup daerah yang kami pelajari sama, Banda Aceh dengan tambahan Aceh Besar untuk riset magister Toshi. Untuk itu, selama Toshi di Aceh, kami -saya dan kedua teman lainnya- jalan-jalan melihat bangunan bantuan tsunami. Salah satunya di kawasan Alue Naga ini. Jika kawans ingin tau lebih lanjut, sila membuka Google Earth untuk melihat perbedaan warna atapnya. Dan bandingkan dengan warna atap perumahan Jacki Chan ini.

ki: seluruh panitia THEE 2011/ ka: hadiah dari Janet

Satu Oktober lalu saya dan kawan-kawan kembali disibukkan dengan event sekali setahun, THEE 2011 (Taiwan Higher Education Expo 2011). Konsep acara dan teknisnya sama seperti tahun lalu dan saya kembali bertugas sebagai booth companion. Tahun ini saya mendapat universitas yang berbeda, National Taiwan University of Science and Technology. Sayangnya saya sedikit bad impress dengan universitas tersebut. Nanti saya akan buat satu postingan khusus tentang THEE 2011. Ah...lets talk another part.


Namanya Janet. Dia adalah Chiao Tung's International Admission Office of International Affairs. Yaa...semacam orang yang menangani langsung mahasiswa-mahasiswa international di Chiao Tung University. Tahun lalu saya menjadi booth companionnya di acara yang sama, THEE 2010. Orangnya ramah sekali. Saya pikir Janet sudah lupa dengan saya karena kami tidak saling memberi kabar dalam kurun waktu setahun. Tanpa saya duga, ia masih ingat saya. Malahan saya lebih dulu ditegurnya pada acara THEE 1 Oktober lalu. Setelah bertukar kabar dan menanyakan kesibukan masing-masing, Janet membisiki saya sesuatu.
"Ai, i have something for you"
Lalu ia mengeluarkan sebuah agenda, bookmark dan sumpit Jepang. Saya pikir, pastilah ia membawa hadiah tersebut tidak dengan persiapan khusus karena tiap tahun dan tiap booth menyediakan souvenir gratis bagi para pengunjung. Ternyata saya salah. Sebelum dia ke Aceh, Janet menyempatkan diri bertanya tentang apa yang saya sukai, langsung ke salah satu senior di kampus saya yang sekarang mengambil magister di Chiao Tung, Taiwan. Dan, senior saya mengatakan,
"She is Japanese Lover"

Mungkin itulah mengapa Janet memberi saya sumpit Jepang. Walau bagi saya semua sumpit terlihat sama, tapi sumpit yang ini beda. Dari seseorang yang ramah dan hanya saya temui tidak lebih dari 10 jam. What a wonderful making friend :)

Hari minggu lalu saya diminta abaty untuk menggantikan pengajian khusus anak-anak. Saya kebagian anak-anak SD kelas 1-3. Saya memberi materi tentang Ibu. Pengajian ini nomaden. Minggu lalu di Museum Tsunami. Meski museum rancangan Ridwan Kamil ini sangat terkenal di Aceh tapi baru minggu lalu saya bisa masuk dan explore langsung. Nah, gambar di atas adalah salah satu tempat pajangan lukisan-lukisan yang menggambarkan dahsyatnya tsunami Desember 2004 silam.

That's all. Selebihnya saya "wajib" menenggelamkan diri pada beberapa rutinitas, kuliah, mengajar, survei, dan tugas akhir. Alhamdulillah, semuanya berjalan seperti yang saya harapkan.
More...

Author: Ummul Khairi
•Tuesday, March 08, 2011


Coba katakan, apa perbedaan kedua kata benda di atas? Baik. Mari saya rujuk ke kamus oxford.

Pets:1.animal, eg a cat or dog, that you keep at home as a companion.
Animal: 1.living creature that can feel and move, 2. any such creature other than a human being

Saya dikontrak oleh Aceh Institut mengajar Bahasa Inggris untuk anak-anak kelas 4 sampai 6 SD. Setiap pengajar dibekali expected outputs atau semacam silabus agar terarah dengan penyerataan bahasan/outline yang diajarkan. Waktu itu memasuki pertemuan ke-7 dengan siswa-siswa ceriwis yang terus bertambah setiap hari. Padahal dalam absensi sudah hampir 30 nama yang tertera dan membuat saya kewalahan. Bukan karena terlalu lelah perjalanan dari kampus ke yayasan tempat mengajar, bukan karena sarana serta fasilitas belajar yang sederhana, tapi karena separuh suara saya hilang dimakan keributan dalam kelas. At least, otak saya masih normal dengan menjudge mereka "their just the kids".

Pertemuan ke-7 tidak membahas sepenuhnya tentang pets dan animals. Expected outputs hari itu tentang: Students are able to say and memorise many words of the following Vocabulary categories. Jauh-jauh hari koordinator program dari Aceh Institut sudah berpesan, penyampaian materi tidak usah terlalu kaku, kami bisa menyampaikan di luar konteks materi asal outlinenya tetap terjaga. Lagi pula, saya tahu berhadapan dengan siapa. Anak-anak!

Ya, jelas mereka berbeda dengan anak-anak SMP/SMA dan mahasiswa yang pernah saya ajar. Mereka -anak-anak- punya dunia sendiri. Punya bahasa yang bisa dimengerti oleh mereka sendiri. Dan, mereka tidak palsu, belum tergerus arus dunia, sehingga kadang pikiran mereka yang sederhana sering disalahartikan atau dianggap terlalu ribut untuk hal-hal sederhana.

Saya memutar otak. Bagaimana mereka bisa membedakan antara dua kata benda tersebut, pets dan animals tanpa harus terus menerus menghafal harfiah artinya. Aha! Gambar. Ya, beberapa manusia diciptakan dengan berbagai kecerdasan. Salah satunya kecerdasan visual. Banyak kajian tentang pembelajaran mengatakan bahwa media interaktif seperti multimedia sangat membantu proses pembelajaran. Apalagi anak-anak, mereka lebih bisa mengingat gambar dari pada text dan suara. Apalagi media gambarnya dapat digabungkan dengan audio. Itulah mengapa sinetron laku keras di indonesia, selain terlalu mendramatisir keadaan, media yang digunakan adalah audio-visual.

Dulu, saya senang menggambar. Itulah kenapa saya memilih arsitek sebagai pilihan pertama sewaktu SPMB 2007 silam. Namun, sekarang otak saya terlalu matematis. Apapun dibuat dalam interval. Bagian sederhanapun terlalu dirumit-rumitkan. Akhirnya, pada pertemuan ke-7, saya menggambar diagram venn. Gambar saya kaku. Hanya berupa lingkaran besar yang di dalamnya terdapat sub-lingkaran yang lebih kecil. Lingkaran besar yang katanya semesta itu saya tulisakan besar-besar A.N.I.M.A.L.S dan sub-lingkaran yang kecil saya tuliskan P.E.T.S. Sekian.

Apakah anak-anak itu mengerti? Ya, mereka sangat paham. Dan, saya puas dengan diagram venn kaku itu. Singkatnya, pets adalah hewan peliharaan dan pets adalah sub bagian dari animals yang jumlahnya lebih mendominasi dari pada pets. Sama seperti saya mengatakan bilangan kompleks itu lebih besar rangenya dari bilangan riil. Tiba saat latihan. Biasanya saya memang tidak pernah menyiapkan soal-soal latihan, karena soal-soal tersebut secara tiba-tiba muncul di otak. Biasanya soal-soal yang saya sajikan ditambah bumbu penyedap berupa jebakan. Bukan tanpa alasan, soal-soal yang diberikan agar mereka paham konsep, bukan cara/teknik. Ada satu soal yang cukup menjebak, jika tidak bisa dikatakan normal. Saya lupa persis soalnya seperti apa, tapi soal-soal yang saya berikan selalu pilihan ganda. Kenapa? Anak-anak suka pilihan ganda dari pada esai. Tidak percaya? Sila buktikan sendiri.

Pilihan gandanya memiliki 4 opsi. a.cat, b.lion, c.snake, dan d.ant, dengan pertanyaan, hewan manakah yang disebut pet? Rata-rata anak-anak perempuan memilih cat dan anak-anak lelaki memilih lion. Lagi-lagi, pikiran lelaki dan perempuan menempati kedudukan sebagai seorang feminim dan maskulin. Ada seorang anak yang bertanya. Saking penasarannya, ia maju kedepan setelah pilihan opsi lion dibuku latihannya saya salahkan. "Kenapa salah Kak Ayi? Kan lion hewan". Saya menjelaskan dengan setengah berpikir. Intinya saya menjelaskan padanya tentang hewan mana yang lebih dominan untuk kita jadikan sebagai spesifikasi pet. Bocah itu hanya ber "ow..." saja.

Sepulang dari tempat mengajar, saya berpikir keras. Sebenarnya tendensi apa yang bisa digunakan bahwa cat itu lebih dominan sebagai pet daripada hanya animal biasa. Bisa saja kan di dunia belahan lain, lion itu sebagai pet atau sebagai companion seperti rujukan kamus oxford. Tidak menutup kemungkinan pula snake itu menjadi pet. Atau hewan-hewan reptil lain juga predator alam yang sering kita liat sebagai hewan pemangsa mengerikan dan membuat otak kita mem-frame bahwa hewan-hewan mengerikan seperti yang terekam otak adalah hewan yang tidak layak disebut pets. Bahkan derajat sapi pun bisa lebih tinggi dari pada sekedar pets dan animals di India sana.

Ah..itulah uniknya anak-anak. Pikiran mereka belum terkontaminasi dengan dunia. Mereka berpikir melingkar dan menyeluruh. Itulah sebabnya otak mereka mampu berpikir optimal serta dapat menghafalkan berbagai benda-kata dalam waktu singkat. Anak-anak tidak ikut pusing memikirkan siapa yang menang dan kalah. Mereka hanya tau main. Jika berselisih pun, esoknya lupa. Anak-anak tidak lupa ikatan silaturahmi itu dengan menyalami gurunya. Meski selalu berebut salam untuk cepat pulang kerumah karena nanti malam harus mengaji di surau-surau. Anak-anak tidak pernah mengukur teman dari gulali, tapi mereka menghargai teman dengan kayuhan sepeda mini.


untuk: Jumadil Awwula, kelas 4 SD
More...

Author: Ummul Khairi
•Wednesday, February 16, 2011



What a blassed balancing all of Allah's created! Saya belajar untuk lebih menghargai apa yang selalu dilihat dengan mata, telinga dan merasakan dengan hati. Seperti alam yang tercipta di Tangan Al-Khaliq. Perfect absolutely! Sewaktu sekolah menengah atas dulu, dan memang dari 4 tahun lalu hingga hari ini, saya tidak merasa salah memilih untuk mencintai Ilmu Science. Bagi beberapa personal, mungkin ilmu ini terlalu abstrak untuk di ekstraksi lebih dalam, namun bagi saya alam itu sesuatu yang hidup dan saya hidup di dalam muaranya. Hingga kini, saya kembali memilih science untuk mendapat sari pati hidup. It seems too simple for saying nature as a part of the simpleness of life. But, yes, it is. Ok, let’s thinking a bit deeper.

Semenjak belajar di bangku perkuliahan hingga sekarang, science lebih spesifik pada beberapa hal, seperti salah satunya matematika. Math? is it related on counting numbers? Hm, kebanyakan orang berpikir seperti itu. Sebenarnya tidak selamanya. Bahkan hingga saat ini saya hanya belajar menganalisa suatu "masalah" dan membuat sebuah range dalam interval tertentu yang dapat diinputkan dalam batasan tertentu. Input tersebut harus berlaku umum dan kecacatan sebuah "masalah" harus seminim mungkin agar tidak terjadi penolakan/ error yang berlebihan. Bagaimana jika terjadi error yang berlebihan? Maka range dalam sebuah interval tersebut bisa rusak dan mengganggu sistem yang lainnya. Sama halnya seperti benda-benda langit (bintang) yang memiliki orbitnya sendiri, jika salah satu bintang keluar dari garis orbit atau menubruk bintang yang lain maka akan merusak seluruh tatanan sistem tata surya.

Kalau berbicara masalah keseimbangan alam, maka tidak ada satupun yang timpang di dunia ini. Semua hal terjadi karena sebab-akibat. Tidak ada suatu yang kebetulan. Dan, semuanya memiliki proses timbal balik. Percaya tidak, bahwa sebenarnya alam memiliki denyut dari dunia. Ia mengerti dan merasakan segala bentuk pertanyaan-jawaban manusia. Apapun itu. Tentang keinginan, luapan emosi, marah, tangis, haru, bahagia dan segalanya tentang suara hati. Semua suara hati makhluk yang bernyawa selalu direspon alam sesuai dengan apa yang telah dikerjakan manusia itu sendiri. Ada sebab, maka ada akibat. Coba deh baca buku The Secret. Tapi saya lebih merekomendasikan buku Quantum Ikhlas-nya Erbe Sentanu. Dan, kelanjutan bukunya, Law of Attraction juga Zona Ikhlas dengan penulis yang sama. Di buku tersebut banyak sekali dijelaskan tentang konsep alam secara science dan islam.

Saya masih punya satu buku yang sangat bagus karangan Dr.Masaru Emoto. Siapa lagi kalau bukan si penulis The True Power of Water. Secara garis besar di dalam buku tersebut menjelaskan tentang air, kenapa air dan bagaimana air merespon tiap kata, tindakan bahkan suara. Semuanya saling terhubung dengan bagian tubuh manusia yang setidaknya terdapat 75-80% air di dalamnya. Air bersifat netral dan mampu merespon apapun. Namun bagian menarik bagi saya, salah satu pengantar di buku tersebut adalah kata-kata bijak Aa’ Gym. Ia mengatakan, ”Kita adalah air, karena itu kita juga bisa merespon perilaku yang diberikan kepada kita. Air-air di dunia ini yang menurun kualitasnya juga karena akibat perilaku manusia yang melampaui batas. Bahkan menurut Dr. Masaru Emoto dalam bukunya yang lain The Secret Life of Water, bencana tsunami di Aceh bisa jadi karena akumulasi ketegangan dan ketakutan akibat perang RI-GAM sehingga air benar-benar membaca kecemasan seluruh masyarakat Aceh. Wallahualam bisshawab”.

Saya percaya, air dan alam menyatu untuk membentuk sebuah keseimbangan dan keseimbangan disini dari pergolakan kecemasan seluruh rakyat Aceh yang berlangsung selama bertahun-tahun akibat konflik (sebab) dan alam merespon seluruh kecemasan serta emosi tersebut (akibat). Mungkin di pasaran kawan juga menemukan buku yang mengejawantah seluruh hasil penelitian Emoto. Buku itu berjudul The Untrue Power of Water. Saya belum punya buku ini, jadi saya tidak bisa mengemukakan apapun. Setahu saya buku ini membantah kebenaran yang diungkap Emoto. Penulis mengungkapkan bahwa Emoto tidak mengambil seluruh sampel air untuk diteliti, sehingga membuat ketimpangan dari segi keakuratan data. Entahlah. Tapi bagi saya yang memiliki keyakinan akan islam, saya melihat air sangat dihargai islam sebagai media untuk mensucikan sesuatu. Coba lihat, kenapa di dalam buku fiqih pada awal mula dibahas tentang Thaharah (bersuci), kenapa sebelum shalat harus berwudhu dengan air, atau kenapa media ruqyah ala Rasul selalu menggunakan air dan bahkan dunia ini tercipta salah satunya karena Allah memberi air untuk segala yang hidup. Ayo, coba buka Firman Allah di Surat Al-Anbiya:30.

Sama halnya ketika kita memberi, pasti kita akan menerima atau mendapatkan sesuai yang diberikan. Jadi ketika bersadaqah, sungguh tidak akan membuat pemberian berkurang, bahkan malah bertambah. Berusaha untuk mendapatkan yang terbaik, pastilah harus memberi dan mengasupi yang terbaik dulu. Eh, saya pernah berpikir seperti ini, bisa saja jumlah orang-orang mulia sama dengan jumlah dengan orang-orang yang belum mulia. Jadi masing-masing kebagian satu orang untuk mengajak orang-orang untuk lebih hidup mulia. Atau, sebenarnya potensi seseorang sebenarnya sama dengan orang lain. Misal, saya bisa Bahasa Inggris dan Matematika tapi belum mampu memainkan alat musik dan terkadang masih egois. Teman saya jago Filsafat, welcome terhadap semua orang dan pintar dalam orasi. Jadi jika dihitung-hitung, saya, teman saya dan seluruh potensi semua orang di dunia ini sama alias seimbang. Setiap orang masing-maing mendapatkan 100% potensi diri. Jumlah bayi-bayi yang lahir didunia sama dengan jumlah kematian itu sendiri. Kalau dulu Jepang menjajah Indonesia, nah sekarang sudah berdamai bahkan membuat banyak kesepakatan MoU negara. Seseorang mencintai seseorang akan mendapatkan balik kasih sayang, baik dari seseorang yang diharapkan atau dari orang-orang di sekitarnya.

Dan, masih banyak sekali keseimbangan-keseimbangan alam yang lain. Muslim dan muslimat menyebutnya sunatullah. Tapi, apakah semuanya se-seimbang yang dibayangkan? Jawabannya adalah YA. Terkadang kita tidak pernah menyadari sesuatu yang dilakukan akan balik seperti yang telah diberikan. Atau, terkadang apa yang kita lakukan tidak selamanya mendapatkan seperti harapan pada waktu dan tempat yang sama. Kadang kita harus mencari bahkan bersabar. Saya yakin akan janji Allah yang tidak akan pernah melesat. Semua kadar yang diberikanNya adalah sesuatu yang terbaik sesuai kecakapan manusia itu sendiri. Kawan, yakinlah untuk selalu berbuat yang terbaik untuk hidup, maka hidup juga akan memberikan yang terbaik walau kelihatannya pahit. Dan, hadiah dariNya pasti lebih indah dari yang pernah kita bayangkan.


Nb: Laptop saya tengah berulah. Beberapa aplikasi sudah berjalan sangat lambat bahkan untuk mengaktifkan modem sekalipun. Agaknya saya harus menambah asupan RAM. Mungkin ini sebab-akibat yang harus saya terima dulu, karena terlalu mem-force-kan si kotak persegi lipat terlalu lama dalam kapasitas yang cukup besar. Mungkin juga ini yang harus saya terima sebab kelalaian terus berlama-lama di depan laptop yang mengakibatkan kurangnya saya mengasah kemampuan untuk melihat lebih banyak rumus-rumus dalam buku catatan dan mau tak mau harus menabung untuk membeli RAM baru. Dan, mengapa pantai? Karena ingin sekali mendengar derunya menghempas dinding padu pada batu. Maaf jika tidak sering mampir untuk melihat keadaan rumah dan terima kasih telah berkunjung.
More...