September hingga Oktober merupakan bulan-bulan tersibuk versi mahasiswa semester 7. Ditambah dengan kegiatan diluar porsi akademik cukup menyita perhatian. Saya dan teman-teman disibukkan dengan berbagai kegiatan Himpunan, mulai dari seminar motivasi, kedatangan native asing dan saya pribadi sangat memfokuskan diri pada club english yang saya ketuai. Memasuki awal Oktober, beberapa kali telpon selular saya berdering hanya untuk memastikan keluangan waktu membantu expo pendidikan terbesar di Aceh, Taiwan Higher Education Expo.
Bila dirunut pengalaman kebelakang, hadir dan ikut membantu pada acara internasional membutuhkan effort yang tinggi sesuai dengan label internasionalnya. Taiwan Higher Education merupakan pengalaman saya ke-tiga ikut berpartisipasi dalam acara bertaraf internasional setelah ICMSA (International Conference Mathematics, Statistics,and Applications) dan ICONES (International Conference on Natural and Environmental Science). Ada banyak sekali pengalaman ketika ikut dan berkecimpung langsung dalam acara internasioanal. Kita bisa bertemu dengan beragam orang di seluruh dunia, bisa mengetahui karakter serta budaya mereka, bahkan bisa saja mendapatkan relasi dari acara tersebut. Semuanya terasa menyenangkan.
Sembilan Oktober lalu, hasil kerjasama Universitas Syiah Kuala, Komisi Beasiswa Aceh, Pemda Aceh dan beberapa lembaga tinggi pendidikan Taiwan menghimpun sebuah acara dan mengkompilasikan dalam sebuah expo pendidikan bertaraf Internasioanal. Dihadiri oleh pejabat penting pendidikan Taiwan dan lebih dari 30 universitas ternama ikut membanjiri stand-stand yang telah didekorasi indah berskat satu sama lain.Walau embel di belakang acaranya sebuah expo, namun acara ini juga menyuguhkan seminar yang terbuka bagi siapa saja. Free. Dalam tiap stand juga terdapat banyak sekali informasi tentang universitas masing-masing, juga penawaran beasiswa dari universitas-universitas di Taiwan maupun beasiswa dari pemerintahannya. Acara yang dibuka oleh Rektor Unsyiah, Prof.Darni Daud dan Bapak Husni Bahri Top, berlokasi di pusat akademik Unsyiah, AAC Dayan Dawood. Tak tanggung-tanggung, siapapun bisa bertandang dari pagi hingga sore hari. Walau durasi acara hanya sehari saja, namun masyarakat Aceh terlihat sangat antusias. Hal ini dibuktikan dari jumlah masyarakat yang terus meningkat hingga menjelang penutupan expo.
Mereka juga sangat bersemangat membawa pulang souvenir dari masing-masing stand. Saya sempat memergoki remaja tanggung berpakaian SMA tentang semangatnya, "Dapat pulpen, Kak!", katanya sembari memperlihatkan souvenir dari Chinese Culture University yang berlokasi tepat didepan Chiao Tung University.Saya rasa tiap stand sudah lebih dulu menerka yang membuat pengunjung tertarik bertandang ke standnya dengan membawa sebanyak mungkin souvenir.Sebuah teknik marketing yang sangat baik, bukan?
National Chiao Tung University
Sebagai orang awam, saya hanya mengenal Taiwan sebatas E-mate, National Tsing Hua University dan beberapa alumni Taiwan yang juga senior saya di kampus. Tiap tahun, kami kedatangan mahasiswa dari Universitas Tsing Hua. Mereka mengajak kami ikut menyukseskan acara mereka yang diberi nama E-mate-sebuah lembaga independen hasil kerjasama dengan Bamboo Community yang bergerak di bidang Voluteerism. Tahun lalu saya juga ikut berpartisipasi menyukseskan acara tersebut. Kami mengajarkan penggunaan sistem operasi berbasis open source kepada siswa-siswi SMA dan guru, di Banda Aceh dan Takengon.
Ketika saya ditugaskan membantu stand National Chiao Tung University, saya merasa harus mencari referensi lebih banyak tentang universitas tersebut. Pada hari-H expo, saya berkenalan dengan Janet, seorang yang bekerja pada divisi International Admissions Office of International Affairs. Ia ramah dan mudah akrab. Saya banyak dibekali informasi tentang Chiao Tung University yang ternyata berdampingan dengan Tsing Hua University di Hsincu, Taipei. Chiao Tung termasuk kedalam top 4 Universitas terbaik di Taiwan. Jika saya boleh mengatakan, Chiao Tung layaknya ITB-nya Indonesia. Dan benar saja, Universitas ini lebih expert di bidang Science dan Teknologi.
Saya rasa tak berlebihan jika dikatakan Taiwan's Top Research University. Beberapa program yang ditawarkan seperti, Electrical and Computer Engineering, Computer Science, Engineering, Science, Biological Science and Technology, Photonics, Management, Humanities and Social Science dan Hakka Studies. Bila dirunut ranking, Chiao Tung masuk kedalam 45th in Engineering and 38th in Computer Science by Shianghai Jiotong University's Academic Ranking of World Universities, 20th in Computer Science by ESI for publications dan 7 depts/institutes accredited by institute of Engineering Education Taiwan (IEET). Seperti layaknya program magister, nilai TOEFL requirement 500 dan IPK 3.0 dengan skala 4. Beasiswa terdiri dari universitas dan beasiswa dari pemerintahan Taiwan. Saya terperangah ketika Janet mengatakan bahwa developer serta founder ACER dan ASUS adalah alumni dari Chiao Tung University. Tiap tahun pengembang dan penemu piranti lunak ini memberikan beasiswa khusus bagi mahasiswa yang berprestasi. Janet juga menjelaskan living cost semasa di Taiwan. Tepatnya di Taipei. Memang agak sedikit mahal karena Taipei merupakan pusat kota. Semuanya dapat dilihat di website resmi Chiao Tung University.
Banyak hal yang Janet kemukakan dan hal ini membuka network baru untuk saya. Hingga saat ini saya masih berkomunikasi dengannya dan semoga suatu saat saya bisa bertandang ke Chiao Tung, melajutkan studi.
English
Saya tidak akan pernah bisa ikut berpartisipasi dalam acara internasional jika saya tidak mampu berkomunikasi dalam Bahasa Inggris. Inti keseluruhan acara adalah bagaimana kita menyampaikan informasi umum dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Saya pribadi sangat senang ketika diajak berpartisipasi dalam sebuah acara karena soft skill yang dimiliki. Jika kita mampu berkomunikasi dalam Bahasa Inggris, tak hanya pengunjung yang mendapatkan suguhan informasi tapi kita juga larut dalam pertemanan dan network yang luas. Batasan kepala yang dulunya hanya mengenal teman-teman satu domestik kini bertambah dengan teman-teman dari negara lain yang secara bahasa, budaya, dan pemikiran juga beda.
Dalam acara apapun yang bertaraf internasional, Bahasa Inggris mutlak diperlukan. Dan, saya yakin ada banyak mahasiswa yang pintar dalam bahasa inggris namun kurangnya keberanian dan kesempatan untuk berkontribusi, mereka berada dibalik layar. Sederhananya, bahasa adalah sebuah tool untuk berkomunikasi. Jika si pembicara dan pendengar sama-sama mengerti, maka akan terjadi kesinergian atau tau-sama-tau, ngerti-sama-ngerti. Nah, mulai dari sekarang, mulai dari hal yang kecil dan mulai saat ini, mari budayakan bekomunikasi Bahasa Inggris, anywhere, anytime.
nb: PR dari pejabat tinggi KBA(Komisi Beasiswa Aceh)
•Sunday, October 17, 2010
Mozaik
|
This entry was posted on Sunday, October 17, 2010 and is filed under
Mozaik
. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
0 comments: