Ketika membaca sebuah note fb milik seorang teman tentang kematian, dia berkata bahwa kematian adalah hal yang paling indah. Tak berlebihan jika ingin disebut sebuah kebahagaian. Aneh. Tapi kemarin ada nuansa yang berbeda hingga saya setuju dengan statementnya. Pukul 13.30 waktu Banda Aceh kemarin, nenek (dari mama) pergi menghadap Rabb. Waktu itu saya masih di kampus, mengerjakan beberapa agenda yang tertunda. Mama menghubungi saya agar segera pulang. Saat itu saya sudah curiga bahwa terjadi sesuatu, dan benar saja, nenek sudah tak bernapas lagi. Sudah lama nenek sakit dan sakitnya tak bisa ditakar dan dinamai karena segala komplikasi bersarang ditubuh ringkihnya. Sudah hampir setahun lalu nenek sakit-sakitan dan sempat dibawa ke Penang juga, tapi mungkin karena usia pula yang menentukan seseorang bisa diklaim sehat atau tidak. Usia nenek 83 tahun. Sudah sangat tua bila dikatakan kuat.
Bila dibandingkan dengan nenek (dari ayah), saya lebih dekat dengan nenek (dari mama). Dari kecil, saya sudah tinggal dirumah nenek. Baru usia sekitar 10 atau 11 tahun saya tinggal dirumah bersama orang tua. Nenek tipikal orang yang cenderung diam tapi jika ia murka ia tak segan berkicau cukup panjang. Masakannya enak dan say suka. Sepeninggal kakek, rumah nenek dihancurkan karena tipe rumah tempo dulu yang mengundang rayap, pun kekokohannya tak menjadi jaminan keselamatan nenek untuk tinggal sendiri. Akhirnya nenek tinggal berpindah-pindah. Kadang Seminggu dirumah saya, seminggu kedepan dirumah anak-anaknya yang lain. Kawasan rumah kami tergolong cukup mudah jika dilalaui dari jarak dekat. Satu kawasan yang menghimpun seluruh keluarga besar saya berada dalam sebuah komplek khusus, gang rahmat.
Jika saya butuh bantuan atau sekedar minta lauk siang, kadang saya kerumah saudara sepupu. Kami dekat jarak dan hubungan kekeluargaan. Bermula dari penghancuran rumahnyalah nenek sering melamun dan masih menganggap bahwa rumahnya masih ada. Padahal rumah itu tinggal puing dan menyisakan sepetak tanah kosong yang cukup luas dan kerap dijadikan arena bermain anak-anak sepulang sekolah karena saking luasnya. Nenek mulai sakit dan tiap sakitnya selalu berubah-ubah tak menentu. Pada awalnya sakitnya tak parah. Hanya Sakit tipe orang yang sudah tua. Keadaan yang lemah, sukar makan, hingga ia sakit peradangan usus yang menyebabkan kondisinya bertambah lemah. Namun saat itu ia masih bisa bercanda dan tertawa. Seiiring berjalan waktu, kondisinya makin memprihatinkan.
Ia lebih banyak meracau sesuatu yang tak jelas. Ia masih membicarakan rumahnya. Ia juga sering menyebut-nyebut anak keduanya yang telah lebih dulu meninggalkannya. Ia juga membicarakan kakek. Jika ia tidur dirumahku, maka bisa dipastikan nenek tidur bersamaku. Waktu tengah malam ia kembali mengigau.Igauannya sungguh menyayat hati dan terkadang ia menangis. Selebihnya ia tidur sepanjang hari. Karena pada pagi harinya rumahku kosong, kami sangat takut nenek sendiri dirumah. Kami menitipkan nenek dirumah saudaraku yang lain.Nenek harus selalu dijaga karena terkadang ia dan khayalannya tak mampu membuat ia bertahan dari satu rumah. Pernah suatu tengah malam, nenek keluar rumah dan ia berjalan disepanjang jalanan. Baru menjelang subuh nenek ditemukan. Pernah pula kami pikir nenek keluar rumah dan kami mencarinya di seluruh komplek perumahan tapi nihil. Baru beberapa jam kemudian kami menemukan nenek didalam lemari pakaian dan lemari es disamping lemari pakaiannya sudah jatuh.
Entah apa yang ia lakukan dan kekuatan dari mana ia bisa menjatuhkan lemari es. Kami tak habis pikir. Hidupnya terus berlanjut dengan khayalan-khayalan yang ia buat sendiri. Kami pernah melihat ia seolah-olah berbicara pada seseorang tapi ketika pintu kamar dibuka tak ada seorangpun didalam kamar.Waktu melewati menit hingga menjelang setahun ia kembali dirawat cukup intensif dirumah keluarga besarku yang lain. Kali ini ia terbaring tak berdaya. Tulang Kakinya patah dan kepalanya mengalami geger otak karena terjatuh dari tempat tidur. Ia tak bisa berjalan lagi. Hidupnya hanya di tempat tidur. Ia hanya bisa makan, minum, tidur dan begitu seterusnya.Ia juga sudah mulai tak bisa berbicara dengan jelas. Kami sangat kesulitan mengartikan tiap gerakan bibirnya. Kondisi kesehatan nenek turun drastis dan ia segera dlarikan kerumah sakit. Dan, Rabb telah menitahkan izrail untuk mengambil kembali ruh yang Ia titipkan ke tubuh nenek.Nenek kembali padaNya sehabis shalat Jumat 15 oktober pukul 13.30 di rumah sakit Harapan Bunda, Banda Aceh.
Saat itu saya lihat kondisi nenek jauh lebih baik dari semasa ia hidup sakit-sakitan dulu.Wajahnya putih bercahaya dan ia lebih tinggi beberapa centi.Saya ikut memberi hak pada nenek, memandikan, mengafankan, menyalatkan dan menguburkan. Ini yang kedua kali saya lakukan dalam hidup. saya sengaja melakukan ini agar saya tau bagaimana ketika dipanggil Tuhan.Dan pada masanya saya pasti akan seperti itu. Saya menyadari satu hal, kebahagiaan itu bukan kita menajadi manusia jika dikelilingi oleh keluarga, bukan pada harta benda tapi orientasi kebahagiaan tertinggi itu hanya ketika kita bertemu Rabb. Bertemu pencipta. Dan rasa sakit yang dulu di dunia akan pupus bersama kebahagiaan ketika melihat wajahNya.Dan, rencana yang paling baik itu telah tertulis di Lauh Mahfuz. Kepergian nenek telah diatur Rabb menjelang seminggu keberangkatan orang tuaku ke tanah suci.Aku bahkan tak dapat membayangkan jika Rabb mengambilnya setelah orang tuaku berangkat.Pasti mama akan sangat sedih karena ia tak bisa mengecup kening nenek untuk terakhir kali, dan lihat sendiri, betapa Rabb Maha Pemurah.Di sela-sela semua miniatur hidup dalam keluarga besarku, aku juga memiliki beban di kepala yang berton-ton beratnya.
Kepala yang membenamkan seluruh perhatianku pada banyak hal.Kepala yang mengendapkan segalanya dan minta ingin dikeluarkan dengan segera. Kepala yang berisi dunia, dunia dan dunia. Aku coba perlahan mengeluarkan isinya satu persatu. Tapi, kemarin saya digerakkan hati dan kepala ini agar menyerahkan segala urusan dunia pada Tuhan karena Ia tau jalan terbaik mesti kita mengaggap paling buruk. Tuhan Maha Adil dan Tuhan akan memberi hadiah pada saat yang paling tepat dalam hidup.
•Saturday, October 16, 2010
Mozaik
|
This entry was posted on Saturday, October 16, 2010 and is filed under
Mozaik
. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
2 comments:
First of all, deep condolences from me!
Postingan tentang kematian ya, kalau komentar tentang tulisan, yang satu ini lebih mengalir, kesan yang saya tangkap, asli, tidak kelihatan dibuat-buat, tapi tidak etis juga kalau saya bahas tentang kepenulisan sementara Ayi sedang berduka, toh lagi saya bukan ahli di bidang ini, ngeblog pun kalau sempat.
duh..yang lebih dulu sesepuh dalam blogsphere kan b'ibal juga^^
hayuk,berilah saran kepada yang masih hijau..