Author: Ummul Khairi
•Wednesday, October 26, 2011

Selalu ada kebahagiaan yang menelusup diam-diam. Meski jauh sekali. Meski kembali harus menunggu. Meski setahun lagi. Malam yang kuingat sepanjang lalu selalu memutar mozaik-mozaik lama. Malam ketika mata kupaksa terpejam demi sebuah nama. Malam diantara sepertiga bermunajat pada Al-Mulk. Malam yang tiada terlepas satu kata saja agar diberi ketetapan hati. Malam yang menjadi bisu dan kosong. Kemudian satu tubuh kaku rebah dalam kasur empuk. Di tengah hujan yang mengalir. Bahwa aku berharap untuk sejauh mungkin pergi. Berdua saja. Walau itu nanti, pada waktu-Nya, pada sebuah kekuatan, pada sebuah keabsahan, bersandar pada sebuah nama. Lalu aku tau dunia. Yang selama ini hanya terlihat indah dibalik jendela. Akan kuambil semua potongan mozaik lagi di dunia yang berbeda. Walau nanti. Walau itu nanti…

More...

Author: Ummul Khairi
•Saturday, October 15, 2011

Taiwan. Bukan negara yang asing lagi untuk saya. Perangainya, logatnya, hingga pelitnya pun saya sudah hapal. Sejak-kurang lebih- 2007 lalu mereka sudah gencar datang ke Aceh. Mungkin tahun-tahun awal kedatangan mereka tidak terlalu digubris, karena mereka hanya berurusan dengan beberapa pihak yang mengundang hanya sebatas urusan akademik kampus intern, juga penandatanganan MoU menyangkut kesepakatan kerjasama bilateral. Ah...saya tidak tau pasti. Pada tahun berikutnya hingga sekarang, Taiwan gencar membuka peluang selebar-lebarnya untuk masyarakat Aceh yang ingin mendapatkan beasiswa by research atau course-work. Dan, terbukti beberapa mahasiswa Aceh yang berniat melanjutkan magister dan doktor diterima dengan sangat "welcome". Jika ada event besar yang menjadi benang merah antara kesuksesan penyedia beasiswa dengan mahasiswa, pasti keterkaitan itu adalah Taiwan Higher Education.

Siapapun yang merasa tertarik melanjutkan study ke Taiwan-terutama bidang Sains dan Teknologi- wajib datang ke acara setahun sekali ini. Dua ribu sebelas adalah kedua kalinya negara anak emas Amerika ini datang ke Aceh. Masih dengan misi yang sama, membuka informasi dan peluang selebar-lebarnya bagi siapapun yang ingin melanjutkan study ke Taiwan. Konsep dan teknis acara sama seperti tahun lalu. Saya juga pernah membuat satu postingan khusus disini. Tahun ini adalah pengalaman kedua saya sebagai booth-companion. Karena secara teknis dan konsep tidak ada yang berbeda, saya tidak merasa kesulitan sama sekali, walau tetap ada perbedaan yang cukup signifikan antara Chiao Tung University dan National Taiwan University of Science and Technology...


Me Vs National Taiwan University of Science and Technology
Universitas ini terletak di Taipei. Menurut seorang International Admission Office of International Affairs-yang saya lupa namanya siapa- lokasinya berdekatan dengan Taipei 101. Layaknya penyedia beasiswa, mereka menawarkan jurusan-jurusan yang bisa dipilih sesuai dengan ketertarikan masing-masing. Seperti, Computer Science, Construction Engineering, Chemistry Engineering, Mechanical Engineering, Architect, Management Business, dll. Khusus untuk program Magister dan Doctor, mereka menawarkan Full English Taught. Dan, untuk Bachelor hanya tersedia kelas bahasa Mandarin. Dalam brosur yang dibagikan, saya melirik bahwa Taiwan Tech-sebutan lain untuk National Taiwan University of Science and Tecnology- adalah kampus nomor wahid untuk fokus sains dan teknologi. Saya tidak tau benar atau tidak, karena seperti itu yang tertulis. Jika berminat apply beasiswanya, sila kemari.

Jadi, ada apa antara saya dan Taiwan Tech? Sebenarnya saya tak ingin membuka lebar-lebar apa yang terjadi 1 oktober lalu. Cukuplah saya dan beberapa panitia inti yang berhak tau. Tapi, saya pikir nilai sebuah tulisan itu bukan terletak dari seberapa banyak diksi ataupun polemik yang dijabarkan, tapi keaslian tulisan itu sendiri. Tulisan yang nyata dan apa adanya lebih menembus ke hati. Mengapa ada perbedaan yang cukup signifikan antara tahun lalu dan tahun ini? Karena saya membuat sebuah pembanding. Pembanding tidak selamanya bernilai negatif. Sebaliknya, tidak selamanya juga pembanding bernilai positif, seperti sedikit rasa kecewa yang saya alami dengan Taiwan Tech.

Sebagai booth-companion, tugas kami adalah membantu mereka dari A hingga Z. Mulai dari pemasangan segala properti kampus seperti poster, bendera, mengatur booklet, memajang souvenir, mengingatkan mereka untuk lunch tepat waktu bahkan menggunting selotip dan membuang sisa sampah. Selebihnya, booth-companion membantu menerjemahkan segala informasi yang ingin diketahui pengunjung dari bahasa Inggris ke bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Setelah acara selesai, segala properti yang ada harus dilepas dan dimasukkan ke tempat semula. Seperti itu. Sederhana saja.

Booth-companion juga harus ramah memperkenalkan diri dan menayakan apa yang bisa dikerjakan agar semua pekerjaan cepat selesai. Saya juga, memperkenalkan diri dan menanyakan apa yang bisa saya kerjakan. Walau ujung-ujungnya mereka sendiri yang lebih tau posisi properti yang diinginkan. Jika tidak bisa mengerjakan sendiri, mereka meminta bantuan dengan sesama Taiwanese dalam bahasa Mandarin. Saya yang mengerti mandarin seujung kuku hanya bisa bengong-bengong saja. Huh...

Baru saja selesai meletakkan properti dan segala atribut universitas, kami sudah harus pindah ke booth yang lain. Saya tidak mengerti kenapa booth Taiwan Tech harus pindah, karena sekali lagi, mereka berbicara bahasa Mandarin tanpa pernah mau melibatkan saya sebagai booth-companion. Saya sudah mengendus kondisi yang tidak enak. Secepat mungkin kami pindah dan ba-bi-bu semua selesai dengan tanpa bantuan saya. Kawans, sungguh tak enak jika diacuhkan. Waktu berlanjut ke sesi pembagian booklet. Saat itu pengunjung sedang ramai-ramainya. Saya bertugas membagi booklet sambil berdiri tidak dipersilahkan duduk untuk sekedar melepas penat sesaat. Malangnya, kursi yang tersedia hanya untuk 3 orang dan semua sudah diduduki oleh mereka, Taiwan Tech's International Admission Office of International Affairs. Padahal saya sudah lelah sekali, sedang datang tamu bulanan pula. Oh, lengkaplah sudah.

Sekali lagi, jika harus membuat perbandingan, saya bisa mengatakan bahwa mereka tidak ramah. Tidak ada chit-chat sekedar bicara santai di sela-sela break. Mereka dengan sesama mereka saja. Bahkan waktu makan siang yang seharusnya saya ingatkan, mereka lakukan tanpa sepengetahuan saya. Jadilah saya sendiri dengan pengunjung yang berdesakan mencari informasi dan memburu souvenir.

Apakah semua orang Taiwan seperti itu? Saya rasa tidak juga-walau katanya mereka lebih individualis-banyak orang indonesia yang seperti itu, bahkan lebih. mungkin mood mereka sudah tidak karuan ketika booth Taiwan Tech harus dipindah. Atau mungkin saya saja yang sedang sensitif karena "si tamu" itu.

Me Vs Chiao Tung University
Sebelum hari-H, booth-companion dan calon booth-companion harus hadir ke KBA (Komisi Beasiswa Aceh) untuk mendengar sedikit pengarahan tentang jalannya acara. Di sela-sela pengarahan, saya dan teman-teman sempat berdiskusi dengan interviewer dan menyampaikan beberapa kendala jika ada. Secara teknis tidak ada masalah yang berarti, tapi saya sangat berharap ditempatkan pada booth yang sama seperti tahun lalu, Chiao Tung University. Ternyata booth tersebut sudah dipenuhi oleh seorang mahasiswa yang akan berangkat melanjutkan study disana. Alasannya agar mahasiswa tersebut bisa lebih dekat dengan universitas yang menjadi tujuannya. Sebenarnya sah-sah saja alasan itu. Saya pikir bagus juga, selain lebih dekat secara personal, informasi yang lebih akuratpun bisa digali langsung dari admissionnya.

Admission Chiao Tung yang akan datang adalah orang yang sama, Janet. Janet sangat ramah dan ekspresif. Saya tidak menduga booth kami bersebelahan. Saya pikir Janet akan lupa dengan seorang perempuan yang sudah membantu boothnya tahun lalu. Ternyata dia ingat dan langsung menyapa saya sambil berpelukan. Wanita berkaca mata ini juga memberi hadiah special yang ia tanya langsung pada seorang senior saya yang sedang melanjutkan study di Chiao tung. Such a honorable thing. What a beautiful making friendship.

Chiao Tung Vs National Taiwan University of Science and Technology
kawans, sekarang terbukti bukan? Bahwa etika dan perangai ternyata cukup mendominasi. Seorang yang cerdas sekalipun jika sombong tetap dipandang sebagai orang yang tidak berilmu. Itulah kenapa knowladge berada di urutan kedua setelah integrity. Dan hal ini berlaku bagi saya sebagai sebuah pembanding. Nilai-nilai apa yang harus saya garis bawahi sebelum mengambil keputusan. Jika pada akhirnya saya akan melanjutkan study ke Taiwan, sudah bisa saya pastikan Chiao Tung berada dalam daftar pilih. Dan, sudah bisa saya pastikan pula bahwa Natioanl Taiwan University of Science and Technology tidak berada dalam daftar pilih maupun dalam "kamus" hidup saya.

English, again and again!
Bahasa Inggris menjadi jaminan untuk melalui tahap akademik dan komunikasi verbal yang global. Saya tidak pernah mendapat kerugian dengan belajar-mengajar bahasa Inggris. Jujur, saya juga tidak pernah belajar bahasa Inggris secara intensif dan berkala dengan mengikuti les khusus bahasa Inggris. Tidak. Tidak pernah sama sekali. Saya hanya cinta bahasa Inggris. Saya tidak pernah berpikir rumit untuk belajar mencintainya. Saya mencintainya dari waktu ke waktu dengan berlatih, berlatih dan berlatih. Dengan apapun dan siapapun. Jadi, benar jika belajar atas dasar ketulusan dan cinta, kesuksesan itu akan ikut dengan sendirinya. Manis sekali bukan?

personal documentation belongs to Ria Purnama dan Suci Farahdilla
More...

Author: Ummul Khairi
•Wednesday, October 05, 2011

Ah...tidak kemana-kemana. Masih berada di Aceh. Masih berstatus mahasiswa tingkat akhir, dan masih belum menikah :D
Lama tidak ngeblog jadi bingung mau nulis apa. Bukan masalah ide juga sih. Anyway, selama ramadhan lalu hingga Idul Fitri sampai hari ini, saya punya banyak cerita. Tapi justru bingung harus mulai dari mana. Mungkin sedikit gambar-gambar ini bisa manjadi awal baru tanpa harus mengumbar banyak kata. Ya sudah, dinikmati saja ya :)

ka-ki: Kak Meutia, Ayu, Frau Nova, saya, imel dan putri

Ramadhan tahun lalu saya sempat ikut kelas Jerman. Tahun ini Alhamdulillah masih diberi kesempatan lagi untuk lebih mengenal bahasanya negeri Hitler ini. Keberkahan ramadhan kami tutup dengan buka puasa bersama sekaligus farewell kecil-kecilan. Kebetulan dalam bulan agustus Frau Nova-Deutschlehrerin kami-berulang tahun. Kami menghadiahinya sebuah jilbab BB :D

Benar sekali. Gambar diatas adalah sebuah koin. Saking specialnya ini koin sampai saya masukkan dalam kotak khusus. Ada apa dengan koin ini? Hm, i need to keep it till the right time.


Postcard Taiwan ini dari Neng Rifka. Agustus lalu si Neng pulang ke Indonesia. Sebelum pulang saya sempat ditanyai alamat rumah. Saya pikir dianya mau main ke Aceh. Rupanya saya mau dikirimi postcard. Xie xie ni.

Yippi...Alhamdulillah Jurusan Matematika FMIPA Unsyiah dapat mempertahankan akreditasi A. Dan, jurusan kami adalah satu-satunya yang mendapat akreditas A di Pulau Sumatera. Bangga? Tentu saja. Untuk itu, dosen-dosen berinisiatif membuat syukuran dengan mengundang seluruh pihak yang membantu kesuksesan akreditasi tersebut. Salah satunya letting kami. Momen kebersamaan ini mungkin tak akan berlangsung lama, mengingat setiap orang pasti akan menempuh jalan masing-masing. Kenangan seperti ini yang akan saya rindukan.






ki: gumleaf bookmark, makanan kesukaan koala/ ka: tasmanian lavender postcard


Tepat di hari yang sama -syukuran akreditasi- saya berjanji bertemu seseorang. She has just return from Adelaide, Australia. Dia adalah tentor English saya sewaktu Bimbel. Kira-kira tahun 2005. Saya masih SMA. Dia adalah tentor English favorit saya. Kami berjanji bertemu setelah sekian lama. Pembicaraan masih tak jauh-jauh, melanjutkan sekolah ke luar negeri. Ada rasa iri yang begitu dalam ketika bertemu Kak Eli. Tentang mengapa ia menjadi tentor favorit saya. Tahukah kawans? Ia sarjana dan master di bidang Matematika tapi ia sukses karena English. So, saya sangat percaya seseorang bisa sukses karena apa yang ia jalani sepenuh jiwa, bukan karena tuntutan.

Rumah bantuan tsunami di Alue Naga

Tugas akhir, tugas akhir dan tugas akhir. Yup, i'm on it. Tidak muluk-muluk, saya menargetkan pertengahan tahun depan lulus sarjana. Untuk itu, selama semester ini saya harus rajin-rajin membaca buku "wajib", mencari jurnal ilmiah dan berdiskusi dengan dosen pembimbing. Karena tugas akhir saya berhubungan dengan Recovery Aceh dengan kasus sosial dan menggunakan analisa serta hitung-hitungan statistik, saya perlu "buka mata", "buka telinga" lebih lebar untuk study case yang cukup abstrak ini. Saya diperkenalkan oleh pembimbing tugas akhir dengan seorang mahasiswa magister asal Jepang. Namanya Toshikazu Hiwaki. Lingkup daerah yang kami pelajari sama, Banda Aceh dengan tambahan Aceh Besar untuk riset magister Toshi. Untuk itu, selama Toshi di Aceh, kami -saya dan kedua teman lainnya- jalan-jalan melihat bangunan bantuan tsunami. Salah satunya di kawasan Alue Naga ini. Jika kawans ingin tau lebih lanjut, sila membuka Google Earth untuk melihat perbedaan warna atapnya. Dan bandingkan dengan warna atap perumahan Jacki Chan ini.

ki: seluruh panitia THEE 2011/ ka: hadiah dari Janet

Satu Oktober lalu saya dan kawan-kawan kembali disibukkan dengan event sekali setahun, THEE 2011 (Taiwan Higher Education Expo 2011). Konsep acara dan teknisnya sama seperti tahun lalu dan saya kembali bertugas sebagai booth companion. Tahun ini saya mendapat universitas yang berbeda, National Taiwan University of Science and Technology. Sayangnya saya sedikit bad impress dengan universitas tersebut. Nanti saya akan buat satu postingan khusus tentang THEE 2011. Ah...lets talk another part.


Namanya Janet. Dia adalah Chiao Tung's International Admission Office of International Affairs. Yaa...semacam orang yang menangani langsung mahasiswa-mahasiswa international di Chiao Tung University. Tahun lalu saya menjadi booth companionnya di acara yang sama, THEE 2010. Orangnya ramah sekali. Saya pikir Janet sudah lupa dengan saya karena kami tidak saling memberi kabar dalam kurun waktu setahun. Tanpa saya duga, ia masih ingat saya. Malahan saya lebih dulu ditegurnya pada acara THEE 1 Oktober lalu. Setelah bertukar kabar dan menanyakan kesibukan masing-masing, Janet membisiki saya sesuatu.
"Ai, i have something for you"
Lalu ia mengeluarkan sebuah agenda, bookmark dan sumpit Jepang. Saya pikir, pastilah ia membawa hadiah tersebut tidak dengan persiapan khusus karena tiap tahun dan tiap booth menyediakan souvenir gratis bagi para pengunjung. Ternyata saya salah. Sebelum dia ke Aceh, Janet menyempatkan diri bertanya tentang apa yang saya sukai, langsung ke salah satu senior di kampus saya yang sekarang mengambil magister di Chiao Tung, Taiwan. Dan, senior saya mengatakan,
"She is Japanese Lover"

Mungkin itulah mengapa Janet memberi saya sumpit Jepang. Walau bagi saya semua sumpit terlihat sama, tapi sumpit yang ini beda. Dari seseorang yang ramah dan hanya saya temui tidak lebih dari 10 jam. What a wonderful making friend :)

Hari minggu lalu saya diminta abaty untuk menggantikan pengajian khusus anak-anak. Saya kebagian anak-anak SD kelas 1-3. Saya memberi materi tentang Ibu. Pengajian ini nomaden. Minggu lalu di Museum Tsunami. Meski museum rancangan Ridwan Kamil ini sangat terkenal di Aceh tapi baru minggu lalu saya bisa masuk dan explore langsung. Nah, gambar di atas adalah salah satu tempat pajangan lukisan-lukisan yang menggambarkan dahsyatnya tsunami Desember 2004 silam.

That's all. Selebihnya saya "wajib" menenggelamkan diri pada beberapa rutinitas, kuliah, mengajar, survei, dan tugas akhir. Alhamdulillah, semuanya berjalan seperti yang saya harapkan.
More...