Saya merasa aneh akhir-akhir ini. Hati mulai tidak tetap pada beberapa pilihan lalu. Seperti memutuskan dan diputuskan. Seperti ada yang hilang. Semua tersekat rapi hanya dalam tempurung kepala sendiri. Beberapa kali melihat orang-orang yang berhasil dengan caranya, seperti ada motivasi sendiri untuk bergerak. Semalaman suntuk berkutat pada hal-hal yang harus saya dapatkan. Namun beberapa menit kemudian semua hilang. Saya beralih dari 'kewajiban' itu. Lalu, keesokan harinya saya berdiskusi dengan orang lain, mendapat jawaban yang berbeda dengan target yang sama, saya kembali terkecoh untuk santai sejenak dari rutinitas dengan target terdekat. Sama halnya ketika saya membaca beberapa artikel di dunia maya, pikiran ini benar-benar tidak pada tempatnya. Kemudian berada di depan layar komputer untuk-seharusnya-bekerja demi 'kewajiban' itu tapi setelah beberapa saat saya sadar bahwa kehilangan konsentrasi membuat saya kehilangan fokus pada kewajiban-kewajiban menumpuk itu.
Seperti ada pribadi ganda yang mengkomandoi untuk lari dari semua dan merelaksasikan kepala, tapi di saat yang sama ada perintah untuk terus berkutat pada rutinitas. Saya bahkan benci jika harus mengibakan diri dengan mengatakan, "Jalani saja". Kenapa setiap manusia selalu punya alasan untuk berdalih pada hal-hal yang selalu merusak konsentrasinya? Kenapa manusia selalu harus punya tenaga ekstra untuk mengalah pada hal-hal yang merusak segala targetnya? Padahal nanti menyesal pula.
More...
Lelaki itu rapuh. Belum kuat untuk membangun diri. Hanya berpikir jiwanya paling buruk tanpa berusaha menjadi lebih baik. Dan, ia terpuruk pada keadaan yang ia cipta sendiri. Lalu, bagaimana bila nanti? Bila berbilang tahun sudah berganti. Semua jawaban harus diakumulasi.
More...
Dan lalu, bagaimana bila nanti? Jika waktu jelma pasti. Pada suatu hari ia tak boleh lagi sendiri. Entah bagaimana ia kuat untuk berdua pada percepatan hidup, jika dan hanya jika ia adalah seorang lelaki rapuh.
Orang-orang di sekitar kita pasti bertanya kapan dan mengapa.
"Kapan kamu masuk sekolah?", "Kapan kamu kuliah?", "Kapan kamu selesai skripsinya?", "Kapan kamu nikah?", "Kapan kamu kerja?", "Kapan kamu punya anak?", kapan si kakak punya adik? atau
"Kok lama banget sih ngerjain skripsinya? main aja ya kerjanya?"
semua pertanyaan-pertanyaan itu tidak akan pernah ada akhirnya. Huff...
Sah-sah saja sih. Mungkin pengalaman belum mengajarkan mereka bahwa kadang ada pertanyaan-pertanyaan yang tidak perlu ditanyakan. Seperti perihal di atas itu. Ah, jujur saja, saya mulai terganggu. Mungkin itu salah satu sebabnya saya membuat sekat-sekat yang tidak perlu di lalui semua orang dalam hidup saya. Cukup saya saja yang tau dan biarkan waktu yang memulihkan segalanya. Bukan bermaksud untuk menghindar, tapi hanya perlu privacy agar perbandingan jarak yang boleh di lalui orang-orang mampu saya kontrol dengan baik. Semoga tidak menjadi ke-ambiguan.
Saat ini, tepatnya semester akhir ini, di saat yang sama saya mengambil mata kuliah, tugas akhir, mengajar 2 kelas mahasiswa dan membimbing adik-adik kelas untuk memperlanjar bacaan iqranya, adalah waktu yang paling urgent untuk saya lalui dengan agenda yang bermanfaat. Sering kali jika saya mengerjakan tugas kuliah dari dosen, saya berpikir hal tersebut juga sia-sia. Atau ketika saya mempersiapkan bahan ajar untuk MEC (Mathematics English Club), saya juga seperti menganggap sebagai wasting time. Alasannya hanya satu, saya selalu membandingkan dengan capaian tugas akhir yang masih berjalan lebih lambat dari pada semua agenda yang lain. Benarlah memang, tugas akhir itu seperti weker yang siap-siap berdering, sedang kegiatan lainnya adalah saat-saat jeda waktu antara weker yang berdering itu. Sebenarnya bukan saya ingin melambatkan atau tidak melakukan apapun untuk setidaknya seminar proposal. Saya hanya belum menemukan benang merah sesuai keinginan. Saya belum menemukan titik ledak dalam pengerjaannya. Sedang untuk masalah data-data yang tersedia masih sangat umum sekali. Tidak ada yang spesifik untuk dapat dijadikan batasan masalah. Saya lebih suka benang merah tersebut bisa menjadi bahan analisa. Dengan membuat A maka saya bisa menemukan B. Dan lagi, untuk sebuah tantangan saya tidak ingin diburu waktu. Sungguh. Adopsi dan penjiplakan kata-kata bahkan analisa deskriptif semata jelas bukan saya.Sedih sekali rasanya. Saya belum menemukan teman diskusi yang sesuai. Pembimbing utama pun seperti tidak mau ambil pusing soal ini. Mottonya seolah-olah seperti "Yang penting beres". Oh Tuhan, saya paling tidak bisa menyelesaikan suatu perkara hanya bermodalkan kemudahan tanpa jerih payah. Saya lebih suka diberi tugas berat dengan hasil maksimal dan bermanfaat daripada tugas ringan yang tidak perlu ambil pusing dan langsung lulus sebagai sarjana!
Kata seorang teman, setelah saya mengemukakan apa keinginan saya terhadap skripsi ini, saya terlalu banyak mengeluh. Asthgfirullah...jangan-jangan memang benar. Hanya karena ketidakfokusan menjadikan faktor-faktor yang mudah terlihat rumit. Dan, katanya lagi, saya belum tau apa yang sebenarnya saya mau. Jadi makin sedih setelah percakapan dalam log maya itu.
Saya takut sekali semua yang ingin dicapai tidak sesuai dengan target. Lebih-lebih jika orang-orang yang paling dekat dengan saya menanyakan hal serupa. Kadang saya tidak bisa membedakan yang mana menyudutkan, yang mana motivasi. Seolah keduanya terlihat seperti dua sisi. Saya senang ada yang memperhatikan, sekaligus takut tidak bisa seperti yang dulu pernah ditargetkan. Ah, terlihat sekali sejauh apa kegalauan saya saat ini, bukan?
Saya hanya butuh ide segar. Hanya hal itu. Saya juga butuh teman diskusi yang baik, bisa mensupport dan tidak menjatuhkan, serta bacaan-bacaan aktual yang mampu mencerahkan. Ada satu quote yang saya suka dari Mary Kay Ash,
"For every failure, there's an alternative course of action. You just have to find it. When you come to a roadblock, take a detour"
Benarlah bahwa kita bergerak bukan karena orang lain. Kita bergerak horizontal melalui bagian vertikal yang melekat dekat, kepala. Kita berjalan terhadap waktu karena ideologi. Seseorang tidak bisa di ukur ideologinya berdasarkan lingkungan juga teman. Semua prinsip terbentuk dari apa yang di persaksikan mata ketika meminta jawaban hati. Semua butuh waktu untuk mendefinisikan apa yang harus kita teguhkan. Sampai disini, aku sangat mengerti kenapa siapapun bisa berubah dalam waktu yang relatif singkat. Semua hanya permainan pikiran. Karena pikiran adalah tanduk. Bagian yang harus di hormati sekaligus menjadi bumerang. Sampai saat ini semakin yakin, bahwa aku tak ingin tetap lama disini. Karena rumah yang sesungguhnya harus kudapati. Saat ini, aku hanya ingin sendiri... More...
Selalu ada kebahagiaan yang menelusup diam-diam. Meski jauh sekali. Meski kembali harus menunggu. Meski setahun lagi. Malam yang kuingat sepanjang lalu selalu memutar mozaik-mozaik lama. Malam ketika mata kupaksa terpejam demi sebuah nama. Malam diantara sepertiga bermunajat pada Al-Mulk. Malam yang tiada terlepas satu kata saja agar diberi ketetapan hati. Malam yang menjadi bisu dan kosong. Kemudian satu tubuh kaku rebah dalam kasur empuk. Di tengah hujan yang mengalir. Bahwa aku berharap untuk sejauh mungkin pergi. Berdua saja. Walau itu nanti, pada waktu-Nya, pada sebuah kekuatan, pada sebuah keabsahan, bersandar pada sebuah nama. Lalu aku tau dunia. Yang selama ini hanya terlihat indah dibalik jendela. Akan kuambil semua potongan mozaik lagi di dunia yang berbeda. Walau nanti. Walau itu nanti…
More...
Taiwan. Bukan negara yang asing lagi untuk saya. Perangainya, logatnya, hingga pelitnya pun saya sudah hapal. Sejak-kurang lebih- 2007 lalu mereka sudah gencar datang ke Aceh. Mungkin tahun-tahun awal kedatangan mereka tidak terlalu digubris, karena mereka hanya berurusan dengan beberapa pihak yang mengundang hanya sebatas urusan akademik kampus intern, juga penandatanganan MoU menyangkut kesepakatan kerjasama bilateral. Ah...saya tidak tau pasti. Pada tahun berikutnya hingga sekarang, Taiwan gencar membuka peluang selebar-lebarnya untuk masyarakat Aceh yang ingin mendapatkan beasiswa by research atau course-work. Dan, terbukti beberapa mahasiswa Aceh yang berniat melanjutkan magister dan doktor diterima dengan sangat "welcome". Jika ada event besar yang menjadi benang merah antara kesuksesan penyedia beasiswa dengan mahasiswa, pasti keterkaitan itu adalah Taiwan Higher Education.
Siapapun yang merasa tertarik melanjutkan study ke Taiwan-terutama bidang Sains dan Teknologi- wajib datang ke acara setahun sekali ini. Dua ribu sebelas adalah kedua kalinya negara anak emas Amerika ini datang ke Aceh. Masih dengan misi yang sama, membuka informasi dan peluang selebar-lebarnya bagi siapapun yang ingin melanjutkan study ke Taiwan. Konsep dan teknis acara sama seperti tahun lalu. Saya juga pernah membuat satu postingan khusus disini. Tahun ini adalah pengalaman kedua saya sebagai booth-companion. Karena secara teknis dan konsep tidak ada yang berbeda, saya tidak merasa kesulitan sama sekali, walau tetap ada perbedaan yang cukup signifikan antara Chiao Tung University dan National Taiwan University of Science and Technology...
Me Vs National Taiwan University of Science and Technology
Universitas ini terletak di Taipei. Menurut seorang International Admission Office of International Affairs-yang saya lupa namanya siapa- lokasinya berdekatan dengan Taipei 101. Layaknya penyedia beasiswa, mereka menawarkan jurusan-jurusan yang bisa dipilih sesuai dengan ketertarikan masing-masing. Seperti, Computer Science, Construction Engineering, Chemistry Engineering, Mechanical Engineering, Architect, Management Business, dll. Khusus untuk program Magister dan Doctor, mereka menawarkan Full English Taught. Dan, untuk Bachelor hanya tersedia kelas bahasa Mandarin. Dalam brosur yang dibagikan, saya melirik bahwa Taiwan Tech-sebutan lain untuk National Taiwan University of Science and Tecnology- adalah kampus nomor wahid untuk fokus sains dan teknologi. Saya tidak tau benar atau tidak, karena seperti itu yang tertulis. Jika berminat apply beasiswanya, sila kemari.
Jadi, ada apa antara saya dan Taiwan Tech? Sebenarnya saya tak ingin membuka lebar-lebar apa yang terjadi 1 oktober lalu. Cukuplah saya dan beberapa panitia inti yang berhak tau. Tapi, saya pikir nilai sebuah tulisan itu bukan terletak dari seberapa banyak diksi ataupun polemik yang dijabarkan, tapi keaslian tulisan itu sendiri. Tulisan yang nyata dan apa adanya lebih menembus ke hati. Mengapa ada perbedaan yang cukup signifikan antara tahun lalu dan tahun ini? Karena saya membuat sebuah pembanding. Pembanding tidak selamanya bernilai negatif. Sebaliknya, tidak selamanya juga pembanding bernilai positif, seperti sedikit rasa kecewa yang saya alami dengan Taiwan Tech.
Sebagai booth-companion, tugas kami adalah membantu mereka dari A hingga Z. Mulai dari pemasangan segala properti kampus seperti poster, bendera, mengatur booklet, memajang souvenir, mengingatkan mereka untuk lunch tepat waktu bahkan menggunting selotip dan membuang sisa sampah. Selebihnya, booth-companion membantu menerjemahkan segala informasi yang ingin diketahui pengunjung dari bahasa Inggris ke bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Setelah acara selesai, segala properti yang ada harus dilepas dan dimasukkan ke tempat semula. Seperti itu. Sederhana saja.
Booth-companion juga harus ramah memperkenalkan diri dan menayakan apa yang bisa dikerjakan agar semua pekerjaan cepat selesai. Saya juga, memperkenalkan diri dan menanyakan apa yang bisa saya kerjakan. Walau ujung-ujungnya mereka sendiri yang lebih tau posisi properti yang diinginkan. Jika tidak bisa mengerjakan sendiri, mereka meminta bantuan dengan sesama Taiwanese dalam bahasa Mandarin. Saya yang mengerti mandarin seujung kuku hanya bisa bengong-bengong saja. Huh...
Baru saja selesai meletakkan properti dan segala atribut universitas, kami sudah harus pindah ke booth yang lain. Saya tidak mengerti kenapa booth Taiwan Tech harus pindah, karena sekali lagi, mereka berbicara bahasa Mandarin tanpa pernah mau melibatkan saya sebagai booth-companion. Saya sudah mengendus kondisi yang tidak enak. Secepat mungkin kami pindah dan ba-bi-bu semua selesai dengan tanpa bantuan saya. Kawans, sungguh tak enak jika diacuhkan. Waktu berlanjut ke sesi pembagian booklet. Saat itu pengunjung sedang ramai-ramainya. Saya bertugas membagi booklet sambil berdiri tidak dipersilahkan duduk untuk sekedar melepas penat sesaat. Malangnya, kursi yang tersedia hanya untuk 3 orang dan semua sudah diduduki oleh mereka, Taiwan Tech's International Admission Office of International Affairs. Padahal saya sudah lelah sekali, sedang datang tamu bulanan pula. Oh, lengkaplah sudah.
Sekali lagi, jika harus membuat perbandingan, saya bisa mengatakan bahwa mereka tidak ramah. Tidak ada chit-chat sekedar bicara santai di sela-sela break. Mereka dengan sesama mereka saja. Bahkan waktu makan siang yang seharusnya saya ingatkan, mereka lakukan tanpa sepengetahuan saya. Jadilah saya sendiri dengan pengunjung yang berdesakan mencari informasi dan memburu souvenir.
Apakah semua orang Taiwan seperti itu? Saya rasa tidak juga-walau katanya mereka lebih individualis-banyak orang indonesia yang seperti itu, bahkan lebih. mungkin mood mereka sudah tidak karuan ketika booth Taiwan Tech harus dipindah. Atau mungkin saya saja yang sedang sensitif karena "si tamu" itu.
Me Vs Chiao Tung University
Sebelum hari-H, booth-companion dan calon booth-companion harus hadir ke KBA (Komisi Beasiswa Aceh) untuk mendengar sedikit pengarahan tentang jalannya acara. Di sela-sela pengarahan, saya dan teman-teman sempat berdiskusi dengan interviewer dan menyampaikan beberapa kendala jika ada. Secara teknis tidak ada masalah yang berarti, tapi saya sangat berharap ditempatkan pada booth yang sama seperti tahun lalu, Chiao Tung University. Ternyata booth tersebut sudah dipenuhi oleh seorang mahasiswa yang akan berangkat melanjutkan study disana. Alasannya agar mahasiswa tersebut bisa lebih dekat dengan universitas yang menjadi tujuannya. Sebenarnya sah-sah saja alasan itu. Saya pikir bagus juga, selain lebih dekat secara personal, informasi yang lebih akuratpun bisa digali langsung dari admissionnya.
Admission Chiao Tung yang akan datang adalah orang yang sama, Janet. Janet sangat ramah dan ekspresif. Saya tidak menduga booth kami bersebelahan. Saya pikir Janet akan lupa dengan seorang perempuan yang sudah membantu boothnya tahun lalu. Ternyata dia ingat dan langsung menyapa saya sambil berpelukan. Wanita berkaca mata ini juga memberi hadiah special yang ia tanya langsung pada seorang senior saya yang sedang melanjutkan study di Chiao tung. Such a honorable thing. What a beautiful making friendship.
Chiao Tung Vs National Taiwan University of Science and Technology
kawans, sekarang terbukti bukan? Bahwa etika dan perangai ternyata cukup mendominasi. Seorang yang cerdas sekalipun jika sombong tetap dipandang sebagai orang yang tidak berilmu. Itulah kenapa knowladge berada di urutan kedua setelah integrity. Dan hal ini berlaku bagi saya sebagai sebuah pembanding. Nilai-nilai apa yang harus saya garis bawahi sebelum mengambil keputusan. Jika pada akhirnya saya akan melanjutkan study ke Taiwan, sudah bisa saya pastikan Chiao Tung berada dalam daftar pilih. Dan, sudah bisa saya pastikan pula bahwa Natioanl Taiwan University of Science and Technology tidak berada dalam daftar pilih maupun dalam "kamus" hidup saya.
English, again and again!
Bahasa Inggris menjadi jaminan untuk melalui tahap akademik dan komunikasi verbal yang global. Saya tidak pernah mendapat kerugian dengan belajar-mengajar bahasa Inggris. Jujur, saya juga tidak pernah belajar bahasa Inggris secara intensif dan berkala dengan mengikuti les khusus bahasa Inggris. Tidak. Tidak pernah sama sekali. Saya hanya cinta bahasa Inggris. Saya tidak pernah berpikir rumit untuk belajar mencintainya. Saya mencintainya dari waktu ke waktu dengan berlatih, berlatih dan berlatih. Dengan apapun dan siapapun. Jadi, benar jika belajar atas dasar ketulusan dan cinta, kesuksesan itu akan ikut dengan sendirinya. Manis sekali bukan?
personal documentation belongs to Ria Purnama dan Suci Farahdilla
More...

Ah...tidak kemana-kemana. Masih berada di Aceh. Masih berstatus mahasiswa tingkat akhir, dan masih belum menikah :D
Lama tidak ngeblog jadi bingung mau nulis apa. Bukan masalah ide juga sih. Anyway, selama ramadhan lalu hingga Idul Fitri sampai hari ini, saya punya banyak cerita. Tapi justru bingung harus mulai dari mana. Mungkin sedikit gambar-gambar ini bisa manjadi awal baru tanpa harus mengumbar banyak kata. Ya sudah, dinikmati saja ya :)

Ramadhan tahun lalu saya sempat ikut kelas Jerman. Tahun ini Alhamdulillah masih diberi kesempatan lagi untuk lebih mengenal bahasanya negeri Hitler ini. Keberkahan ramadhan kami tutup dengan buka puasa bersama sekaligus farewell kecil-kecilan. Kebetulan dalam bulan agustus Frau Nova-Deutschlehrerin kami-berulang tahun. Kami menghadiahinya sebuah jilbab BB :D






ki: gumleaf bookmark, makanan kesukaan koala/ ka: tasmanian lavender postcard

Tugas akhir, tugas akhir dan tugas akhir. Yup, i'm on it. Tidak muluk-muluk, saya menargetkan pertengahan tahun depan lulus sarjana. Untuk itu, selama semester ini saya harus rajin-rajin membaca buku "wajib", mencari jurnal ilmiah dan berdiskusi dengan dosen pembimbing. Karena tugas akhir saya berhubungan dengan Recovery Aceh dengan kasus sosial dan menggunakan analisa serta hitung-hitungan statistik, saya perlu "buka mata", "buka telinga" lebih lebar untuk study case yang cukup abstrak ini. Saya diperkenalkan oleh pembimbing tugas akhir dengan seorang mahasiswa magister asal Jepang. Namanya Toshikazu Hiwaki. Lingkup daerah yang kami pelajari sama, Banda Aceh dengan tambahan Aceh Besar untuk riset magister Toshi. Untuk itu, selama Toshi di Aceh, kami -saya dan kedua teman lainnya- jalan-jalan melihat bangunan bantuan tsunami. Salah satunya di kawasan Alue Naga ini. Jika kawans ingin tau lebih lanjut, sila membuka Google Earth untuk melihat perbedaan warna atapnya. Dan bandingkan dengan warna atap perumahan Jacki Chan ini.


Satu Oktober lalu saya dan kawan-kawan kembali disibukkan dengan event sekali setahun, THEE 2011 (Taiwan Higher Education Expo 2011). Konsep acara dan teknisnya sama seperti tahun lalu dan saya kembali bertugas sebagai booth companion. Tahun ini saya mendapat universitas yang berbeda, National Taiwan University of Science and Technology. Sayangnya saya sedikit bad impress dengan universitas tersebut. Nanti saya akan buat satu postingan khusus tentang THEE 2011. Ah...lets talk another part.

"Ai, i have something for you"Lalu ia mengeluarkan sebuah agenda, bookmark dan sumpit Jepang. Saya pikir, pastilah ia membawa hadiah tersebut tidak dengan persiapan khusus karena tiap tahun dan tiap booth menyediakan souvenir gratis bagi para pengunjung. Ternyata saya salah. Sebelum dia ke Aceh, Janet menyempatkan diri bertanya tentang apa yang saya sukai, langsung ke salah satu senior di kampus saya yang sekarang mengambil magister di Chiao Tung, Taiwan. Dan, senior saya mengatakan,
"She is Japanese Lover"
Mungkin itulah mengapa Janet memberi saya sumpit Jepang. Walau bagi saya semua sumpit terlihat sama, tapi sumpit yang ini beda. Dari seseorang yang ramah dan hanya saya temui tidak lebih dari 10 jam. What a wonderful making friend :)

That's all. Selebihnya saya "wajib" menenggelamkan diri pada beberapa rutinitas, kuliah, mengajar, survei, dan tugas akhir. Alhamdulillah, semuanya berjalan seperti yang saya harapkan.
