Jika saya punya seribu kaki untuk berjalan dari selatan ke utara, hal itu yang akan saya lakukan ketika pertama kali menginjak bumi. Jika saya menguasai miliyaran tahun kecepatan cahaya, hal itu juga yang akan saya lakukan pertama kali untuk kesana, ke berbagai tempat yang tak mampu dijangkau mata dan kaki. Ada banyak hal yang belum bisa dijamah maupun dilampaui. Itulah kenapa saya terlalu tinggi berandai-andai, tapi Tuhan tidak suka pengandaian kan? Dan, saya akan menampik pengandaian itu dengan segala warning untuk kembali membuka mata pada sesuatu yang harus disikapi dengan nyata tanpa perlu dibuat-buat. Tanpa perlu ada kerumitan.
Banyak sekali hal yang tertinggal kebelakang, juga ada banyak yang luput dari pantauan untuk terus maju kedepan. Jika hal tersebut seumpama barisan, maka satu persatu hilang digerus zaman. Orang-orang selalu menyimpulkan, ada bagian dalam hidup yang tak bisa dipisahkan, pun ada bagian dalam hidup yang tak boleh dikekang. Seperti seseorang yang meyakini jalannya, hanya ada dua pilihan dalam hidup, maju kedepan atau terus terperosok kebelakang. Semua hanya masalah pilihan dan waktu.
Pilihan saya jatuh pada, menunggu untuk kembali datang. Dengan usaha dan doa, tentu saja. Ternyata, dunia memang berputar. Pada poros tertentu, Tuhan menegur ketika sesuatu yang timpang terjadi. Tak butuh waktu lama bagi Tuhan untuk mengingatkan seseorang. Hanya butuh waktu sepersekian detik, Tuhan bisa berkata kun. Maka jadilah!
Apa yang timpang? Sebuah sapaan. Umat Tuhan yang dulu berkata, Silaturrahmi. Sebuah kata yang halus untuk menyapa segelintir umat yang lain. Menjejakkan kaki untuk bertemu, menghubungi lewat pesan singkat atau sekedar sapaaan lewat dunia maya. Semua adalah serangkaian cara untuk tetap bisa bertahan dalam lingkup pertemanan.
Lucunya, ada bagian yang hilang dalam hidup saya sekarang. Apa yang dilihat jauh sekali berbeda pada kenyataannya. Sedikit usaha-usaha itu tak begitu berarti bagi sebagian orang. Entah bagaimana lagi menyapanya. Entah bagaimana lagi melunakkan hatinya yang beku. Saya bukan pencari alasan. Karena kadang alasan hanya dibuat untuk pembelaan.
Mungkin saja segelintir orang belum begitu paham mengapa komunikasi itu penting. *Mungkin, saya salah seorang diantaranya. Diantara mereka ada yang memilih untuk bungkam. Untuk menjaga bagian yang tidak perlu dibagi pada orang banyak. Maka sebagaian dari mereka hidup dengan diam. Itu pilihan. Sekali lagi, itu pilihan.
Dan, memang benar, memahami satu orang saja itu sulit. Sama seperti sulitnya memahami konsep dasar dibandingkan teknik pengerjaannya. Itu yang saya pelajari sekarang, mencoba memahami, mencoba menghargai keinginannya dan, menunggu saat yang tepat untuk bergerak agar tidak melawan arus.
Oh ya, ada award dari Sam di ajjazair sana. Karena sudah lama tidak ngeblog, saya baru sempat pajang award ini. Sam yang baru saya kenal juga bagian dari silaturrahmi yang harus saya pertahankan agar sebuah pertemanan tetap utuh meski jarak memang tidak bisa dikata dekat.
2 comments:
kayaknya ini masih lanjutan dari postingan kangen yg kemaren y? :)
hahaha..sayangnya bukan cho, ini postingan yang beda :D