Bagian yang tersulit dalam hidup adalah mencoba mengerti orang lain. Menerima kondisi apa adanya. Beberapa waktu yang lalu, saya seperti disadarkan bahwa saya tak perlu terlalu mengerti orang lain untuk menyenangkan hatinya padahal sebenarnya saya tengah berbohong pada keadaan karena saya pun juga, tidak ingin terlalu dimengerti oleh orang lain. Toh setiap manusia juga punya jalan masing-masing untuk hanya sekedar memahami dirinya. Sayalah manusia itu. Manusia yang bebas menentukan seperti apa saya berjalan esok atau bagaimana tersimpan segala kepedihan jika kepala bereaksi lebih.
Inilah sulitnya. Terkadang Orang-orang di sekeliling ingin tahu semua urusan orang yang dianggapnya dekat tanpa mau peduli apakah ia memerlukan perhatian lebih untuk saat itu. Bagi saya, jika ingin mengerti keadaan seseorang maka tak ada yang lebih baik dan pantas selain menghargai apa yang ingin ia lakukan dan apa yang ia pilih untuk putuskan pada keadaan yang menggelayutinya. Jika ia telah siap, pasti semua keadaan akan berbalik. Menceritakan keadaan transisi maupun bahagia adalah bagian dari sebuah kepercayaan. Bisa jadi, ia ingin bahagia atau memendam luka sendiri. Terkesan terlalu introvert ya? Menurut saya tidak juga. Yang mengetahui baik buruk keadaan diri ya tak lain adalah diri sendiri. Belum tentu ketika berbagi ia merasakan ketenangan. Ini juga bagian tersulit. Cenderung orang-orang yang merasa dekat mengaggap hal tersebut adalah bagian dari penisbatan dirinya dan fungsinya sebagai teman. Hey..sekali lagi, tak semua keadaan personal harus diatasi bersama. Jika tak bertanya lebih jauh dan memberinya ruang sejenak, bagi saya adalah hal yang bijaksana. Inilah yang saya sebut menghargai sebagai bentuk atau konsep menerima sekaligus mengerti keadaan seseorang. Saya yakin sekali, ketika semuanya siap dibagi maka kepercayaan itu akan tumbuh dengan sendirinya.
Seorang teman berujar, kita tak dapat mengerti orang lain hingga hal terkecil. Atau terkadang kita tak perlu mengerti keadaan seseorang. Yang kita perlukan adalah menghargainya, apa yang dipikirkannya, sikapnya dan bahkan apa yang diyakininya. Saya juga setuju. Tak ada yang mengerti keadaan diri selain diri. Tak ada yang lebih tau apa yang terbaik selain diri sendiri.
Saya bukan manusia yang terikat pada hal-hal yang membelenggu tiap jengkal langkah maupun pikiran. Saya manusia independent yang tidak pernah suka mengadopsi cara orang lain bertindak untuk membuktikan laku hidup. Peran yang saya mainkan bernama Ummul Khairi. Itu saya. Bukan orang lain.
•Monday, November 29, 2010
This entry was posted on Monday, November 29, 2010 and is filed under
Ai De Life
. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
6 comments:
saya juga merasa ga semua informasi tentang diri seseorang perlu kita ketahui dan ga semua masalah yang tidak ingin dishare orang lain perlu kita ketahui.. eh jadi pusing..
intinya menurut saya ketika orang lain merasa apa yang dilakukannya adalah sebuah perhatian, tapi bagi kita mah bisa jadi gangguan.. hehehe, ini bagian tersulit,.. eh nyambung ga ya.. mudah-mudahan nyambung :D
Hehe..agak belibet gitu ya kalau udah bicarain tentang manusia :D
Memang. Tidak semua sikap orang lain mampu kita mengerti. Tapi cara terbaik untuk tetap membuatnya ada di samping kita adalah dengan menghargai pilihannya *bijaksanasini mode: on*
:D
Malahan jadi nambah beban kan kalau hidup harus selalu nurutin apa kata orang, padahal tanpa diakui atau pun tidak, hidup masih harus tetap lanjut.
Eh iya ini, itu pendapat Mbak repetisimonolog ada benarnya juga, apa pula urusan kita dengan informasi tentang orang lain, dan tidak semua juga informasi kita yang harus diekspos, karena tidak semua aktifitas kita merasa perlu bagi orang lain, bagi kita mungkin apa yang sedang kita lakukan adalah hal yang berguna dan menarik, tapi apa yang di kita menarik, belum tentu menarik di orang lain.
Apa pula peduli kata orang, selama kita berbuat benar sesuai dengan apa yang kita yakini, kita pahami, plus tidak menyalahi aturan agama, adat dan etika kebenaran, lalu apa peduli kita? Dan apa pula peduli mereka??
Just be your self, Ai!
//waduh kepanjangan yaa???//
@Riza:Setuju kak. Posisi menghargai itu dinilai berbeda pada tiap orang. Mungkin jalan tengahnya adalah komunikasi ya..
@Tuan Adan: (Hm, namanya berganti. Powerful sekali :D)
Ya, inilah manusia. Beban yang harusnya masuk "tong sampah" tapi tetap saja masih ingin di perpanjang dengan tidak memberi jeda atau spasi untuk menenangkan diri.
"Just be your self,Ai!"
I really mean it :)