Author: Ummul Khairi
•Sunday, December 05, 2010


Kami tiba di rumah pukul 00.30 waktu Banda Aceh. Setelah melawan kantuk dan kemacetan, kami ingin segera tiba di rumah untuk istirahat dan memanjatkan doa. Melepas penat dan, tentu saja bertemu kerabat. Mengabarkan berita bahagia bahwa mereka telah tiba.

Kepalaku tak berat juga tak bisa dikatakan ringan. Namun aku memilih untuk menatap langit kamar. Aku tak sendiri malam itu. Masih ditemani Dua Raut Wajah Tua. Belum jauh untuk kusebut kerabat. Namun mereka merayu malam agar melambatkan waktu. Aku ingin berbincang sebentar. Kupaksa kepalaku memutar beberapa waktu lalu. Aku berceloteh tak asal pada beberapa orang yang kutemui.

"Aku ingin menjadi anak rantau seperti kalian"

Mereka terbahak. Membiarkan pundi-pundi silam berseliweran pikiran ketidakmampuan. Membahasakan sebuah kemandirian dengan keterbatasan. Menerka dan menyimpulku dengan lirikan tak percaya. Biar. Aku diam saja. Mereka hanya tak melihat lebih dalam apa yang ingin kugali. Namun Tuhan telah lebih dulu bermain di Lauh Mahfuz. Tuhan menulis takdirku.

Bulan lalu, seperti dunia lain bergumpal-gumpal memenuhi otak. Tanpa permisi mengaduk tiap tatanan yang kubuat rapi. Mereka menanyaku,

"Kapan terakhir kau terlihat seperti ini? Rasanya hampir tak pernah kepalamu beku dengan hal remeh temeh seperti ini"

Lagi, aku tetap mengunci semua keadaan. Ingin sekali berpaling ulang dan mengatakan,

"Jika itu yang kaupikirkan, artinya kau tak mengenalku"

Namun urung. Semua masih tersimpan rapi. Tuhan memberiku ruang lebih untuk menjaga tatanan agar tak ada siapapun berani mengambilnya untuk dibicarakan pada dunia. Ruang itu berpenjaga ganda. Tiap tingkatan tak terbatas volumenya. Dan, aku kembali. Menyatukan lalu pada keadaan sekarang. Menumpukkannya pada sebuah nama, Tuan Elang Malam. Tisikannya selalu menembus jeruji. Tiap malam ia menunggu cerita. Walau terkadang kapas hitam kembali membelenggu.

"Tuan Elang Malam, kau memang bukan Tuhan tapi aku hanya ingin menyampaikan. Ruang yang Tuhan ciptakan juga tak akan kubagi seutuhnya. Namun, walau cahaya sekalipun mengaburkan, kau tetap sama. Lembut. Tuan, jika aku bercakap padamu, maka refleksikan sebuah rindu yang ingin kurasa pada dua orang yang paling kusayangi disana. Dan Tentang Sebuah Rindu, tak akan berlabuh pada hal yang salah. Cukup satu ruang ini yang mampu kubagi dan biarkanlah mereka tau. Agar celotehku lalu tak dianggap sepintas lalu. Dan, kau tau? Itulah yang kutunggu. Setelah angka 21 yang kubawa dan tak pernah sekalipun aku berjalan sendiri dengan jumlah tersebut.

Tuan, jika aku tercekat maka kepalaku tengah berputar hebat. Ia tak mampu menahan semua kisruh. Juga tak mampu membaginya pada sembarang acak. Sewaktu-waktu ia mampu meledak seperti molotov. Meletup tak terkira, mengganda, terkembang dan berurai. Ini arahku, sebuah kerinduan yang mengendap begitu lama hingga tak menyisakan sebuah ruang baru untuk dijejaki. Tuan Elang Malam, katakan pada mereka di Rumah Tuhan, aku menanti untuk sebuah pelukan dan hangatnya air mata."

Waktu sudah cukup jauh melambung. Ketika selesai berdoa tadi, kami berceloteh ringan hingga tanggal 2 bergeser 3 Desember. Dan, memutuskan untuk menyambung segalanya esok. Aku masih ingin bercakap pada malam. Tepatnya, Tuan Elang Malam. Namun, ia enggan dan hanya melebarkan senyum. Ia tau, bahwa ruangku sudah terisi penuh-penuh.

This entry was posted on Sunday, December 05, 2010 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

11 comments:

On December 6, 2010 at 1:03 PM , Anonymous said...

ngomong2 soal merantau, jadi inget sebuah pepatah yang mengatakan bahwa seorang anak belum menjadi manusia dewasa ketika dia belum merantau (anonym, 2010).. heheheh..

btw, nice post... pilihan katanya saya suka.. ^^

 
On December 6, 2010 at 1:51 PM , Anonymous said...

eh iya, satu lagi, mumpung inget... bener banget kadang kita suka ngerasa sendirian di tengah kerumunan banyak orang... tapi baru2 ini saya menemukan trik bagaimana menjadikan keramaian itu tetap keramaian, yaitu menjadikan setiap orang yang kita temui sebagai guru, entah dia seorang anak kecil atau profesor, entah musuh atau sahabat.. heheheh, maaf ya ga nyambung.. soalnya menurut pengalaman saya, hal ini membuat saya tidak terlalu merasa kesepian.. hohoho.. maaf sekali lagi kalo tidak nyambung.. peace ^^V

 
On December 7, 2010 at 11:43 AM , riza-rahmi said...

*lirik Rifka*

Ah, komennya selalu menyegarkan :)

Baiklah, Ayi.. titipkan salam saya untuk Tuan Elang Malam. Dan ah, diksimu menari-nari sekali :)

 
On December 7, 2010 at 11:29 PM , Ummul Khairi said...

@Mba Rifka: Eh, saya setuju banget tuh, saya pingin anak rantauan tapi apalah daya, sulit sekali dapat izin ayah mama :(

 
On December 7, 2010 at 11:33 PM , Ummul Khairi said...

@Mba Rifka (lagi):Sepertinya patut di coba yak..ah, Mba Rifka, kita tetap akan tersambung kok antara Tainan dan Aceh :D

 
On December 7, 2010 at 11:35 PM , Ummul Khairi said...

@Riza: Sudah disampaikan kak salamnya. Tuan Elang Malam akan selalu menjulang tinggi di angkasa, dapat ditemui diatas pukul 7 hingga akhir fajar :D

 
On December 8, 2010 at 7:54 AM , Anonymous said...

semangka ai... ^^ kalo saya metodenya adalah yang biasanya males mijitin orangtua, jadi rajin.. yang biasanya males gosok gigi, jadi tidak males.. yang biasanya suka ngedumel, jadi anak manis... pokoknya sentuh bagian terlemah ibu bapak deh.. ^^ niscaya mereka akan luluh sendiri... hahahahah :D

 
On December 8, 2010 at 8:17 AM , Anonymous said...

@ riza.. eh baru nyadar ada riza.. :D

riz, jangan lirik-lirikan.. kita plotot-plototan aja.. siapa yang ga ngedip-ngedip alias lama melototnya, dia yang menang... :)) *ga jelas mode on :D)

ai boleh bergabung atau menjadi juri... wkwkwkwk

 
On December 8, 2010 at 5:32 PM , Ummul Khairi said...

Haduh, itulah yang saya lakukan tapi tetap saja..nihil. Saya pernah hampir dapat scholarship ke Turki tapi ayah selalu wanti-wanti harus lulus kuliah dulu. Nah, terus lulus kuliah lain lagi alasannya *Hayyah..kok jadi curhat ya? hehe

 
On December 9, 2010 at 11:55 AM , Anonymous said...

whuaaa,,, titip salam utk tuan elang malam hehee....
bilang padanya, merantau memang membuat banyak orang menjadi lebih dewasa

 
On December 9, 2010 at 4:47 PM , Ummul Khairi said...

@Mas Dhedi: Ntar malam ya mas saya sampaikan. Saya jadi tambah kepingin merantau ini :(
Ah ya, salam kenal :D