Buku terbitan Gramedia ini terbilang cukup lama, tahun 2005. Itu di Indonesia, tapi jika runut kebelakang, sebenarnya buku itu sudah di terbitkan jauh sebelum saya lahir, sejak tahun 1988 di Spanyol dalam Bahasa Portugis. Saya tau buku ini sekitar tahun 2009 atau lebih tepatnya memasuki awal tahun 2010. Awalnya juga tidak sengaja. Seorang adik kelas membaca buku The Alchemist. Sepertinya seru. Sebenarnya kekaguman tentang "Alchemist" itu sendiri ketika saya mulai menyukai animasi Fulmetal Alchemist; Brotherhood. Animasi ini menceritakan dua orang kakak beradik yang mencoba men-transmutasi kembali ibu mereka yang meninggal karena wabah penyakit. Padahal, dalam Ilmu Alchemist ada satu larangan tabu yang tidak boleh dilakukan yaitu human transmutation. Jika hal itu dilakukan harus ada tumbal untuk menggantikannya. Nah, ketika kakak beradik itu melakukan human transmutation terhadap ibu mereka, tanpa disangka, seluruh tubuh Alphonse (Al) ditarik kedunia lain. Beruntungnya Al, ia masih diberi jiwa/soul yang dikukung dalam seal oleh Edward (Ed) dalam baju besi/armor sebagai mediator antara soul dan tubuhnya.
Pemerintahan City of Lior mendengar kabar kakak beradik jenius ini meskipun usia mereka masih belia. Mereka mengajak Ed dan Al untuk bergabung pada sentral pemerintahan demi membantu kelancaran dan keamanan kota. Ed dan Al melihat peluang lain di City of Lior dari pada mereka harus tetap tinggal di desa mereka, Resembool. Waktu terus bergulir hingga takdir membawa mereka, Edward dan Alphonse Elric, mencari Philosopher Stone di Central. Sebuah batu yang bisa mengembalikan soul Al kembali. Intrik terjadi dalam animasi ini karena ternyata sentral pemerintahan sendiri berada dibalik layar dalam pencarian yang paling ingin mereka dapatkan, Philosopher Stone. Animasi ini juga menceritakan teman masa kecil keduanya, Winry Rockbell yang machine freak atau lebih dikenal sebagai pembuat automail terbaik seantero Resembool. Juga ada satu tokoh yang paling saya suka, Roy Mustang si Flame Alchemy. Lalu, apa hubungannya dengan buku The Alchemist? Sedikit persamaannya, pada animasi ini alchemy dianggap sebagai,
Alchemy is a science where one understands the structure of matter, breaks it down then rebuild it. However, it is not an all-powerful technique, as one can't create something out of nothing. If one wishes to gain something, one must present something of equal value. This ia the concept of equivalent exchange, the fundamental basis of alchemy.
Nah, diakhir buku ini juga diceritakan sedikit tentang seorang alkemis yang mampu mengubah timah menjadi emas. Ya, semua berawal dari animasi. Selang beberapa lama, saya melupakan buku tersebut hingga FLP Aceh mengadakan lomba esai lepas untuk buku The Alchemist ini. Saya mulai tertarik lagi untuk hunting buku tersebut. Saya menanyakan hal serupa dengan adik kelas yang pernah membaca buku ini tempo hari dan akhirnya saya baru tau The Alchemist yang ia baca bukan karangan Paulo Coelho melainkan karangan yang saya juga lupa namanya . Sepanjang toko buku di Banda Aceh saya babat habis, termasuk toko buku referensi seorang teman yang berlokasi di Kampung Mulia, dan baru sebulan kedepan buku tersebut available. Saya sampai kehilangan mood untuk mencari buku ini hingga harus memesan pada teman di Bandung. Sebenarnya fasilitas e-book cukup menjanjikan dan memang sudah bertengger lama di laptop, tapi saya tidak nyaman membaca lama-lama di depan layar. Lalu suatu siang di kampus, saya dikejutkan oleh hal yang tak disangka-sangka. Buku yang sama saya cari ternyata ada pada teman dekat saya sendiri.
"The Alchemistnya Paulo Coelho kan?"
"Iya"
"Sama Vera ada, Yi"
Rasanya saya seperti dihantam palu godam berton-ton. Seperti pepatah saja, gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan jelas terlihat. Tanpa pikir panjang, saya langsung meminjamnya. Baru malam ini saya menghabiskan membaca The Alchemist. Dan betapa terkejutnya saya ketika memasuki lembaran akhir. Santiago, sang tokoh utama, berhasil menemukan harta karunnya, yaitu tempat ia bermula dulu bersama domba-dombanya, dibawah sebatang pohon sycamore Spanyol tempat sakristi pernah berdiri. Ia harus jauh-jauh mengembara ke Mesir terlebih dahulu hanya untuk mendapatkan pertanda dimana letak harta karunnya. Seketika potongan mozaik hidup, saya temukan lagi dalam buku luar biasa ini. Kembali pada hari-hari sebelumnya, saya harus jauh-jauh hunting buku, tanya sana-sini sampai hampir kehilangan mood. Dan, ternyata buku yang saya inginkan itu dekat sekali ya.
Sama seperti mencari kebahagiaan. Bahagia seseorang hanya diri yang tau, meskipun dimata orang lain biasa-biasa saja. Biasanya bentuk kebahagiaan itu sangat sederhana. Dan, kebahagiaan itu ternyata dekat sekali tanpa pernah kita sadari.
•Monday, December 27, 2010
This entry was posted on Monday, December 27, 2010 and is filed under
Book
,
Mozaik
,
Refleksi
. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
0 comments: